Pada tahun 2014, Daerah Istimewa Yogyakarta dinobatkan sebagai “Kota Batik Dunia” oleh Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council. Pemberian predikat itu tentu membawa kebanggaan karena dari sekian banyak wilayah di Indonesia yang memiliki batik, DIY yang terpilih.
Namun, predikat sebagai Kota Batik Dunia itu juga membawa tanggung jawab yang besar bagi seluruh elemen masyarakat DIY. Dengan predikat tersebut, DIY harus menunjukkan kiprah nyata dalam melestarikan dan mengembangkan batik.
Sebagai perayaan sekaligus tanggung jawab atas pemberian predikat Kota Batik Dunia, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY kemudian menggelar acara dua tahunan yang dinamai Jogja International Batik Biennale (JIBB). Acara yang dilaksanakan sejak tahun 2016 itu terdiri dari beragam kegiatan, misalnya pameran batik, simposium, pelatihan membatik, dan sebagainya.
Tahun ini, JIBB digelar pada 2-6 Oktober 2018 dengan tema “Innovation for Sustainable Future”. Dalam acara itu, dipamerkan beragam jenis batik, misalnya batik tradisional milik Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, batik dari berbagai wilayah Indonesia, batik yang melekat dalam desain produk dan interior, serta karya seni rupa yang menggunakan batik sebagai salah satu unsurnya.
Selain itu, digelar pula pelatihan menggunakan pewarna alam dengan mendatangkan para ahli dari luar negeri, misalnya Taiwan dan Thailand. Panitia JIBB 2018 juga menggelar peragaan busana, karnaval, serta tur ke sejumlah kawasan cagar budaya.
Adaptasi
JIBB 2018 dibuka secara resmi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Rabu (3/10/2018) sore, di Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, Muhadjir mengingatkan, semua pihak agar terus berupaya mengembangkan batik mengikuti perkembangan zaman.
Apalagi, sejak 2 Oktober 2009, batik sebagai produk budaya Indonesia telah diakui sebagai warisan dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
“Batik sudah ditetapkan sebagai warisan dunia. Tanggung jawab kita adalah bagaimana supaya batik ini bisa terus beradaptasi dengan perkembangan zaman,” kata Muhadjir.
Namun, Muhadjir menyatakan, pengembangan dan upaya pengadaptasian batik dengan perkembangan zaman tidak boleh menghilangkan keunikan atau eksklusivitas yang selama ini menjadi ciri khas batik. Keunikan dan eksklusivitas itu mesti tetap dijaga agar batik terus memiliki daya tarik yang tinggi.
“Batik harus tetap mempertahankan sifat-sifat eksklusif dan unik agar batik tidak bisa direproduksi secara massal. Justru nilai tambahnya di situ,” ungkap Muhadjir.
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, pengembangan batik harus disesuaikan dengan tren fashion atau busana masa kini. Oleh karena itu, Sultan berharap batik bisa menjadi bagian dari tren fashion dunia. “Sebagai produk inovasi, rancangan batik dituntut mampu menerobos fashion style dunia,” ujarnya.
Namun, Sultan juga menyebut, batik sebagai produk tradisi juga tetap harus mengekspresikan identitas bangsa yang bersifat unik, otentik, orisinal, dan alami. Dengan strategi semacam itu, Sultan meyakini, batik akan menjadi produk yang bisa bertahan hingga masa depan.
Dipertahankan
Sultan juga berharap, predikat sebagai Kota Batik Dunia bisa dipertahankan dengan dukungan dari masyarakat DIY yang terus menghargai dan mencintai batik. “Saya menyambut baik dan mengapresiasi JIBB 2018 dengan harapan lanjut, setelah dilakukan penilaian yang saksama oleh World Craft Council, predikat Kota Batik Dunia tetap kerasan tinggal di Yogyakarta karena adanya kepedulian, dukungan, dan kecintaan masyarakatnya,” tuturnya.
Ketua Panitia Pelaksana JIBB 2018, Tazbir, menuturkan, predikat Kota Batik Dunia diberikan karena batik di DIY dinilai telah memenuhi tujuh kriteria, yakni memiliki nilai historis, orisinal, ada proses regenerasi, punya nilai ekonomi, bersifat ramah lingkungan, mempunyai reputasi internasional, serta memiliki persebaran luas. Melalui JIBB, diharapkan tujuh kriteria tersebut bisa terus dipertahankan.
Tazbir juga menyebut, JIBB diharapkan bisa menjadi sarana edukasi bagi masyarakat luas mengenai batik. Acara itu juga diharapkan dapat kian mengenalkan batik dari berbagai wilayah Indonesia, bukan hanya dari DIY, kepada dunia internasional. “Yogyakarta dapat menjadi puntu gerbang bagi kerajinan batik di Indonesia untuk berkiprah di kancah internasional,” ujarnya. (HRS)/Haris Firdaus