Tahun 2022, Aceh Dilanda 469 Bencana dengan Kerugian Rp 335 Miliar
Pada tahun 2022, Aceh dilanda 469 kali bencana dengan korban jiwa sebanyak 14 orang dan nilai kerugian Rp 335 miliar. Upaya mitigasi bencana harus diperkuat untuk meminimalkan dampak bencana.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sepanjang tahun 2022, Provinsi Aceh dilanda bencana sebanyak 469 kali. Berbagai bencana itu menyebabkan 14 orang meninggal dunia. Sementara itu, nilai kerugian akibat bencana tersebut mencapai Rp 335 miliar.
Jumlah bencana tahun 2022 di Aceh itu lebih sedikit dibandingkan tahun 2021 yang sebanyak 662 kejadian atau turun 17 persen. Namun, nilai kerugian justru bertambah dari Rp 235 miliar pada 2021 menjadi Rp 335 miliar pada 2022.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Ilyas, Kamis (5/1/2023), mengatakan, setiap tahun pihaknya mencatat dengan rinci setiap bencana yang terjadi di Aceh. Jenis bencana yang dicatat itu berupa kebakaran permukiman, banjir, longsor, kebakaran lahan, hingga puting beliung.
Sepanjang 2022, bencana hidrometeorologi, yakni banjir, bandang, longsor, puting beliung, dan kebakaran lahan, terjadi sebanyak 230 kali. Adapun nilai kerugian yang ditimbulkan dari bencana hidrometeorologi tersebut sebesar Rp 250,5 miliar.
Kerugian tersebut dihitung dari kerusakan infrastruktur, harta benda warga, dan lahan pertanian. Bencana hidrometeorologi seperti banjir juga menelan korban jiwa.
Selain bencana hidrometeorologi, kebakaran permukiman juga mendominasi peristiwa kebencanaan di Aceh, yakni sebanyak 153 kali. ”Jumlah kerugian dari kebakaran permukiman mencapai Rp 81,3 miliar,” ujar Ilyas.
Selama empat tahun terakhir atau 2018-2022, terjadi 1.139 kali kebakaran permukiman di Aceh dengan nilai kerugian Rp 457,2 miliar.
Ilyas mengatakan, secara umum, jumlah bencana alam di Aceh menurun. Meski demikian, dia mengajak semua pihak untuk meningkat kemampuan mitigasi. ”Angka kejadian bencana masih bisa kita turunkan tiap tahun,” katanya.
Ilyas memaparkan, kemampuan mitigasi, baik dalam konteks bencana alam maupun nonalam, akan menurunkan dampak risiko bencana. ”Mitigasi bencana urusan bersama, bukan hanya tanggung jawab pemerintah,” ujarnya.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Aceh Hasan Dibangka mengatakan, penguatan mitigasi bencana mutlak harus dilakukan di Aceh. Sebab, jika hal itu tidak dilakukan, dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam akan terus terjadi.
”Mitigasi bencana alam dan nonalam sama-sama penting. Kebakaran permukiman yang merupakan bencana nonalam seharusnya bisa dicegah jika warga diberi pemahaman yang baik,” kata Hasan.
Kebakaran permukiman umumnya dipicu oleh arus pendek atau karena aktivitas memasak. Menurut Hasan, sosialisasi cara penanganan kebakaran secara mandiri harus dilakukan.
Mitigasi bencana urusan bersama, bukan hanya tanggung jawab pemerintah. (Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh Ilyas)
Sementara itu, Ketua Kluster Hidrometeological Hazards dan Perubahan Iklim, Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, Saumi Syahreza, menuturkan, bencana banjir di Aceh dipicu banyak faktor, baik kondisi alam maupun minimnya infrastruktur mitigasi.
Dia menambahkan, tidak sedikit hutan di kawasan hulu sebagai daerah tangkapan air telah rusak karena penebangan liar dan alih fungsi. ”Pemulihan daerah tangkapan air sangat penting. Di sisi lain pembangunan infrastruktur mencegah bencana alam juga harus dilakukan,” kata Saumi.