Konsep Mitigasi Bencana di Aceh Bakal Diuji Dampak Cuaca Buruk
Perusakan hutan masih terjadi dan daerah aliran sungai banyak dalam keadaan kritis. Kondisi tersebut membuat ketahanan lingkungan terhadap bencana sangat rapuh.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Konsep mitigasi bencana di Aceh bakal diuji di sepanjang Desember 2021-Januari 2022. Saat itu, sejumlah bencana alam berpotensi terjadi di sejumlah daerah.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda Aceh Besar menyebutkan, cuaca buruk di Aceh dipicu beragam hal, di antaranya penyatuan massa udara, perubahan arah angin, dan anomali cuaca di bagian barat Sumatera. Semuanya memicu kenaikan intensitas hujan di seluruh Aceh.
”Intensitas hujan dari sedang hingga lebat bakal melanda Aceh. Intensitas hujan bisa mencapai 50-100 milimeter,” kata Koordinator Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda Aceh Besar, Zakaria Ahmad, Senin (29/11/2021).
Zakaria mengatakan, kawasan pesisir Aceh dari Kabupaten Pidie hingga Aceh Tamiang berpotensi dilanda banjir. Alasannya, hujan akan menambahkan debit air sungai. Sementara kawasan tengah Aceh, seperti Bener Meriah hingga Gayo Lues, berpotensi longsor dan banjir bandang.
”Kita juga waspada tumbuh awan kumulonimbus hitam bisa memperparah intensitas hujan. Warga di pesisir dan dataran tinggi harus waspada,” kata Zakaria.
Zakaria mengatakan, di kawasan perkotaan banjir genangan semakin sering terjadi karena daerah resapan semakin sempit. Pertumbuhan bangunan telah mengokupansi daerah resapan air.
Dosen Kebencanaan dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Nazli Ismail, mengatakan, mitigasi bencana di Aceh masih rapuh. Kesiapsiagaan belum menjadi budaya pada masyarakat. Padahal, siklus bencana telah dideteksi, tetapi mitigasi masih abai.
Padahal, bencana hidrometeorologi masih kerap terjadi di Aceh. Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat, selama 2018-2020, terjadi 423 kali bencana banjir, longsor, dan bandang di Aceh. Taksiran kerugian akibat bencana tersebut Rp 874,1 miliar.
Nazli mengatakan, kerusakan hutan masih terjadi dan daerah aliran sungai banyak dalam keadaan kritis. Kondisi tersebut membuat ketahanan lingkungan terhadap bencana sangat rapuh. Menurut dia, hujan bukan satu-satunya faktor pemicu. Bencana juga disebabkan kerusakan alam dan sikap abai manusia.
”Sekarang hujan sehari semalam langsung banjir. Jika hutan, infrastruktur, dan kesadaran tidak ditanam, banjir akan terus menjadi ancaman,” kata Nazli.
Sebelumnya, Kepala BPBA Ilyas mengatakan, pihaknya telah melakukan apel kesiapsiagaan bencana di daerah-daerah rawan. Para personel BPBD, kepolisian, TNI, dan organisasi kepemudaan didorong untuk siaga. Perlengkapan seperti tenda, perahu karet, dan kebutuhan logistik juga tersedia.