Setelah Konflik 10 Tahun, Dua Kubu di Keraton Surakarta Akhirnya Bertemu
Tensi konflik yang sempat meninggi di antara kerabat Keraton Surakarta berangsur mengendur. Dua kubu yang berseteru akhirnya bertemu untuk pertama kali setalah berkonflik sekitar 10 tahun.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·6 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Tensi konflik yang sempat meningkat di antara kerabat Keraton Surakarta berangsur mengendur. Dua kubu yang berseteru, yakni Raja Keraton Surakarta Pakubuwono XIII dan adik kandungnya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari, akhirnya bertemu. Untuk pertama kalinya kedua pihak duduk bersama setelah bersitegang sekitar 10 tahun terakhir.
Pertemuan antara Pakubuwono XIII dan GKR Wandansari atau Gusti Moeng berlangsung di Sasana Narendra Keraton Surakarta, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (3/1/2022) sore. Tempat itu merupakan kediaman pribadi dari Pakubuwono XIII selaku penguasa keraton tersebut.
Pertemuan berlangsung secara tertutup selama lebih kurang satu jam. Momen itu menjadi perjumpaan perdana antara kedua belah pihak sejak terakhir kali saling berbicara pada tahun 2012 silam.
Sosok lain yang turut serta dalam pertemuan itu adalah GKR Pakubuwono (permaisuri Pakubuwono XIII), Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Sudibyo Rojo Putro Narendro ing Mataram atau Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Purbaya (putra mahkota), serta Kanjeng Raden Ayu (KRAy) Herniatie Sriana Munasari yang merupakan kerabat keraton.
Begitu tiba di lokasi pertemuan, Gusti Moeng dijemput KGPH Purbaya untuk menemui Pakubuwono XIII di area dalam kediaman pribadi sang raja. Gusti Moeng mengatakan, perjumpaannya dengan sang kakak kandung terasa haru. Dia pun meminta maaf jika selama ini telah berbuat salah.
Dalam pertemuan itu, Gusti Moeng juga mencium tangan kakaknya yang menjabat sebagai pemimpin sah dari keraton tersebut. Mendengar permohonan maaf itu, Gusti Moeng menyebut, Pakubuwono XIII sempat menitikkan air mata.
”Saya saudara muda. Saya datang dan sungkem ke Kangmas (Pakubuwono XIII), dalem nyuwun pangapunten (saya minta maaf). Dalem menika (saya itu), masuk lagi hanya akan kembali bekerja. Kalau saya dianggap salah, saya minta maaf dan semua ini harus kita sudahi,” kata Gusti Moeng usai bertemu Pakubuwono XIII, Selasa petang, di Keraton Surakarta.
Gusti Moeng menyebut, dirinya tak pernah punya niatan buruk terhadap Pakubuwono XIII. Untuk itu, ia juga meminta agar sang kakak tak berprasangka buruk kepadanya.
Gusti Moeng juga mengaku masuk ke keraton lagi karena ingin bersama-sama menjaga kelestarian kerajaan tersebut. Dia menuturkan, Pakubuwono XIII merespons segala ucapannya dengan mengangguk-anggukkan kepala.
Dalam pertemuan itu, Gusti Moeng menyebut, masalah revitalisasi Keraton Surakarta menjadi pembahasan utama. Ia berharap, Pakubuwono XIII bisa segera menemui Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka untuk membahas revitalisasi.
Sebelumnya, Gibran meminta permasalahan internal di Keraton Surakarta diselesaikan lebih dulu sebelum revitalisasi atau pemugaran keraton bisa dilakukan. Setelah perseteruan rampung, proses pemugaran baru bisa dilakukan.
”Saya dan sinuhun (Pakubuwono XIII) sudah tidak ada apa-apa. Pemerintah kalau mau membangun, ayo. Mana yang mau dibangun,” kata Gusti Moeng.
Masalah lain yang dibahas, kata Gusti Moeng, adalah peringatan kenaikan takhta Pakubuwono XIII yang akan digelar pada 16 Februari 2023. Dia pun menyatakan siap membantu persiapan acara itu. Apalagi, Gusti Moeng mengaku sudah berpengalaman menyiapkan upacara adat serupa sejak tahun 1982 atau saat Pakubuwono XII masih bertakhta.
”Sudah, tidak usah ngendikan (membicarakan) yang kemarin-kemarin. Sekarang ini tentang bagaimana ke depannya. Pokoknya, monggo dalem ladosi (silakan saya layani),” kata Gusti Moeng.
Penengah
Dalam pertemuan antara Pakubuwono XIII dan Gusti Moeng itu, KRAy Herniatie Sri Munasari berperan sebagai penengah di antara dua kubu. KRAy Herniatie merupakan cicit dari Gubernur Jawa Tengah pertama sekaligus pahlawan nasional, yaitu Raden Pandji Soeroso.
Soeroso juga pernah menjabat sebagai tiga menteri berbeda, yakni Menteri Tenaga Kerja (1950-1951), Menteri Sosial (1953-1955), dan Menteri Pekerjaan Umum (1955-1956).
Di sisi lain, Herniatie juga merupakan keturunan kerabat Keraton Surakarta. Namun, Herniatie enggan membeberkan secara rinci hubungan kekerabatannya di keraton. Ia hanya menyebut, buyut-buyutnya memang berasal dari kerajaan tersebut.
Hal itulah yang membuat Herniatie masih berhubungan saudara dengan Pakubuwono XIII maupun Gusti Moeng. Kedekatannya dengan kedua kubu itu membuat dia bisa memadamkan perseteruan tersebut.
”Kepada sinuhun (Pakubuwono XIII), saya bilang (Gusti Moeng) ini adik (Anda). Kepada Gusti Moeng, saya bilang (Pakubuwono XIII) ini kakak (Anda). Itu saja. Tidak ada yang lain,” kata Herniatie.
Herniatie mengatakan membutuhkan waktu sekitar lima hari agar pertemuan itu terwujud. Dalam kurun waktu tersebut, ia menemui Pakubuwono XIII sebanyak dua kali serta menemui Gusti Moeng sekali.
Sebenarnya, Herniatie mengaku sudah hampir menyerah dan pulang ke tempat tinggalnya di Jakarta karena merasa pertemuan sulit diwujudkan. Namun, pertemuan tersebut akhirnya terwujud setelah ia menjalin komunikasi yang baik dengan kedua pihak.
Saya dan sinuhun (Pakubuwono XIII) sudah tidak ada apa-apa. Pemerintah kalau mau membangun, ayo. Mana yang mau dibangun. (Gusti Moeng)
Herniatie menambahkan, sikap Pakubuwono XIII yang sabar dan mau mendengarkan juga punya andil dalam terwujudnya pertemuan itu. Apalagi, masing-masing pihak sebenarnya menginginkan yang terbaik bagi keraton. Hubungan baik yang telah terbentuk itu pun diharapkan senantiasa terjaga ke depannya.
”Saya ingin semuanya menjadi baik. Tidak ada lain-lain. Yang penting, hari ini saya bahagia. Sinuhun dan adiknya (Pakubuwono XIII dan Gusti Moeng) istilahnya sudah bisa 'berpelukan',” kata Herniatie.
Dihubungi terpisah, Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta Kanjeng Raden Aryo Dani Nur Adiningrat menuturkan, pertemuan antara Gusti Moeng dan Pakubuwono XIII berlangsung lancar.
Namun, alih-alih menggunakan istilah ”pertemuan”, ia lebih memilih kata ”sowan” untuk menggambarkan kedatangan Gusti Moeng pada momen tersebut. Dalam bahasa Jawa, sowan berarti mengunjungi seseorang yang dihormati.
”Masalah apa pembicaraannya dan bagaimana selanjutnya, kita ikuti saja prosesnya. Ke depan seperti apa, itu akan menunggu dhawuh (perintah) Sinuhun,” kata Dani, yang selama ini berada di kubu Pakubuwono XIII.
Selain itu, Dani menganggap permasalahan yang selama ini terjadi antara dua kubu bukanlah konflik internal. Dia menilai, masalah itu lebih pada persoalan kelembagaan yang dibawa menjadi konflik internal.
Dani pun meyakini, jika kubu Gusti Moeng menghormati otoritas Pakubuwono XIII sebagai raja, konflik tersebut juga akan rampung dengan sendirinya. Sebab, dia menilai, akar permasalahan konflik itu adalah adanya pihak-pihak tertentu yang berusaha menggoyang kekuasaan sang raja.
Dani menambahkan, tempat pertemuan Pakubuwono XIII dan Gusti Moeng juga punya makna tersendiri. Sebab, pertemuan itu berlangsung di ruang pribadi Pakubuwono XIII. Selama ini, tak sembarangan orang bisa masuk ke sana karena ruangan itu hanya diperuntukkan bagi keluarga yang hubungannya benar-benar dekat secara kekerabatan.
Dilihat dari silsilahnya, Gusti Moeng dan Pakubuwono XIII memang memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Sebab, keduanya lahir dari hasil pernikahan ayah dan ibu yang sama, yaitu Pakubuwono XII dan KRAy Pradapaningrum.
Saat menemui Pakubuwono XIII, kata Dani, Gusti Moeng juga melakukan atur sembah, sungkem, hingga cium tangan. Itu menandakan penghormatannya kepada Pakubuwono XIII sebagai raja, kakak, sekaligus pengganti orangtua.
”Semoga dengan seperti ini bisa mendinginkan banyak hal. Mendinginkan semua dan proses akan berjalan semakin lancar,” kata Dani.