Tunggakan Hotel Pesparawi, Kemenag dan Pemda DIY Diminta Ikut Tanggung Jawab
Perusahaan yang menjadi ”event organizer” Pesparawi Nasional XIII di DIY buka suara terkait tunggakan hotel Rp 11 miliar. Perusahaan itu meminta Kemenag dan Pemda DIY ikut bertanggung jawab.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — PT Digital Solusi Sinergi, perusahaan yang menjadi pelaksana kegiatan Pesta Paduan Suara Gerejawi atau Pesparawi Nasional XIII, di Daerah Istimewa Yogyakarta, akhirnya buka suara terkait tunggakan pembayaran hotel sebesar Rp 11 miliar. Perusahaan itu meminta sejumlah pihak, termasuk Kementerian Agama dan Pemerintah Daerah DIY, ikut bertanggung jawab terkait tunggakan tersebut.
”Kami akan meminta pertanggungjawaban juga dari pihak pemda, Kemenag, dan pihak terkait lainnya,” kata Direktur Utama PT Digital Solusi Sinergi (Digsi) Lewi Siby dalam wawancara secara daring, Kamis (29/12/2022).
Pesparawi Nasional XIII digelar di DIY pada Juni 2022. Dalam kegiatan itu, ada puluhan hotel yang digunakan sebagai penginapan untuk para peserta. Pihak hotel kemudian membuat kesepakatan dengan PT Digsi selaku event organizer. Berdasarkan kesepakatan itu, pihak hotel menerima uang muka 30 persen dari total biaya penginapan peserta Pesparawi XIII.
Adapun pembayaran 70 persen dari biaya itu akan dilakukan maksimal tiga hari setelah para peserta Pesparawi XIII check out dari hotel. Namun, hingga enam bulan setelah penyelenggaraan Pesparawi XIII, 61 hotel di DIY belum menerima pelunasan pembayaran sebesar 70 persen itu. Nilai total tunggakan untuk 61 hotel tersebut Rp 11 miliar.
Lewi menjelaskan, PT Digsi ditunjuk sebagai event organizer Pesparawi XIII oleh Lembaga Pengembangan Pesparawi Daerah (LPPD). Dia menyebut, berdasarkan rencana awal, dibutuhkan anggaran Rp 68 miliar untuk penyelenggaraan Pesparawi XIII. Namun, Kemenag hanya memberikan anggaran Rp 20 miliar, sedangkan Pemda DIY memberi Rp 10 miliar. Oleh karena itu, terdapat kekurangan anggaran Rp 38 miliar.
Lewi menuturkan, berdasarkan pembicaraan dengan sejumlah pihak terkait, disepakati penyelenggaraan acara royal dinner atau makan malam untuk penggalangan dana guna menutupi kekurangan anggaran. Dalam acara itu, para pengusaha akan diberi kesempatan untuk makan malam dengan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dan para pejabat lain.
Akan tetapi, acara royal dinner itu tidak jadi digelar. Menurut Lewi, kondisi itu terjadi karena PT Digsi sebagai event organizer tidak memiliki kewenangan untuk mengundang para pejabat dan pengusaha. Dia mengatakan, upaya untuk mengundang pejabat dan pengusaha itu seharusnya dilakukan oleh Pemda DIY, LPPD, dan Lembaga Pengembangan Pesparawi Nasional (LPPN).
”Untuk penanggung jawab acara (royal dinner) itu dibagi dua. Kalau untuk penyelenggaraan eksekusi acara itu dari PT Digsi karena konsepnya dari kami. Namun, untuk tanggung jawab mengundang pengusaha dan pejabat, itu tugas pemda dan panitia yang lain, seperti LPPD dan LPPN,” kata Lewi.
Karena acara royal dinner itu tidak jadi digelar, Lewi memaparkan, tidak ada sponsor yang masuk untuk acara Pesparawi XIII. Oleh karena itu, PT Digsi kemudian berupaya mengurangi sejumlah pengeluaran sehingga kebutuhan anggaran Pesparawi XIII bisa diturunkan menjadi sekitar Rp 50 miliar.
Meski begitu, anggaran yang tersedia tetap tak cukup untuk menutup semua kebutuhan. Kondisi itulah yang menyebabkan biaya hotel untuk Pesparawi XIII belum bisa dilunasi.
Berdasarkan rencana awal, dibutuhkan anggaran sebesar Rp 68 miliar untuk penyelenggaraan Pesparawi XIII.
Somasi
Kuasa hukum PT Digsi, Elektison Somi, menyatakan, dalam penyelenggaraan Pesparawi XIII, PT Digsi juga menjadi pihak yang dirugikan. Sebab, dia mengklaim, PT Digsi harus mengeluarkan dana dari internal perusahaan untuk menutup kekurangan anggaran Pesparawi XIII. Selain itu, PT Digsi juga harus berutang ke pihak lain.
Oleh karena itu, Somi menuturkan, tim kuasa hukum PT Digsi melakukan langkah hukum dengan mengirimkan somasi kepada sejumlah pihak terkait, yakni LPPD, LPPN, Pemda DIY, dan Kemenag. Melalui somasi itu, PT Digsi meminta sejumlah pihak tersebut tidak lepas tanggung jawab dan turut mencari solusi untuk melunasi utang yang belum dibayar terkait penyelenggaraan Pesparawi XIII.
”Harapannya, ada kejelasan berkaitan dengan tanggung jawab LPPD, LPPN, pemda, dan pihak kementerian dalam rangka pemenuhan utang kepada PT Digsi dan utang kepada pihak ketiga,” ujar Somi.
Somi menambahkan, apabila somasi itu tidak bisa menghasilkan solusi yang memuaskan, tim kuasa hukum PT Digsi akan melayangkan gugatan ke pengadilan terkait masalah tersebut. ”Biarkan pengadilan nanti yang akan memutus, apakah betul tanggung jawab tersebut hanya berada pada PT Digsi sendiri,” katanya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Kemenag DIY Masmin Afif mengatakan, pembayaran tunggakan hotel itu menjadi tanggung jawab event organizer yang ditunjuk. Dia menyebut, sejak awal, kekurangan anggaran Pesparawi XIII itu sudah dikomunikasikan dengan pihak event organizer.
Menurut Masmin, berdasarkan pembicaraan awal, event organizer akan mencari sponsor untuk mencukupi biaya penyelenggaraan Pesparawi XIII. ”Atas arahan dari panitia pusat dan komunikasi dengan EO (event organizer), akhirnya EO menyatakan siap melaksanakan kegiatan. Setelah itu, semua anggaran sudah kami serahkan ke EO,” ujarnya.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji menyatakan, mengacu pada perjanjian penyelenggara kegiatan dengan pihak hotel, pembayaran hotel itu menjadi tanggung jawab event organizer. Dia menambahkan, Pemda DIY telah berupaya berkomunikasi dengan pihak event organizer agar tunggakan biaya hotel tersebut segera dibayar.
”Kami dari pemerintah daerah juga selalu mencoba ikut menagihkan kepada yang bersangkutan (event organizer) supaya segera (dibayar). Kalau tidak bisa (langsung) lunas, ya, nyicil. Kami juga sudah sampaikan, kalau belum (bisa bayar), kesanggupannya kapan,” kata Kadarmanta.