Polda Aceh Musnahkan 36 Kilogram Sabu dan 411 Kilogram Ganja
Peristiwa penyelundupan sabu dari luar negeri ke perairan Aceh telah berlangsung dalam waktu yang lama. Penindakan juga sudah sering dilakukan, tetapi aksi penyelundupan masih kerap dilakukan.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Menjelang akhir tahun, Kepolisian Daerah Aceh memusnahkan narkotika jenis sabu 36 kilogram dan ganja 411 kilogram. Sabu tersebut hasil tangkapan dari jaringan Aceh-Malaysia, sedangkan ganja produksi lokal.
Narkotika kelas satu itu dimusnahkan dengan cara digiling memakai molen dan dibakar di halaman kantor Kepolisian Daerah (Polda) Aceh di Banda Aceh, Jumat (23/12/2022). Pemusnahan dipimpin oleh Kepala Ppolda Aceh Inspektur Jenderal Ahmad Haydar.
Haydar mengatakan, narkotika hasil operasi sepanjang April hingga November 2022 di beberapa lokasi Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, dan Aceh Jaya. ”Sabu disita dari sindikat Aceh-Malaysia,” kata Haydar.
Peristiwa penyelundupan sabu dari luar negeri ke perairan Aceh telah berlangsung dalam waktu yang lama. Penindakan juga sudah sering dilakukan, tetapi aksi penyelundupan tidak juga berhenti.
Pantai Aceh bagian utara-timur menjadi pintu masuk narkotika baru diedarkan ke provinsi lain di Indonesia. Posisi pantai Selat Malaka yang berhadapan dengan Malaysia dan Thailand dimanfaatkan sebagai jalur penyelundupan. Tidak hanya narkotika, barang lain, seperti beras, bawang, hingga unggas, juga diselundupkan lewat jalur itu.
Haydar mengatakan, polisi bersama aparat penegak hukum lain, seperti TNI dan Kantor Bea Cukai, tidak henti melakukan patroli, tetapi tetap ada yang berhasil lolos.
Sementara itu, narkotika jenis ganja merupakan produksi lokal, seperti Aceh Besar, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. Ganja ditanami di lahan-lahan kosong yang berbatasan dengan hutan. Sejak puluhan tahun lalu hingga kini Aceh masih menjadi sentra penghasil ganja di Indonesia.
Haydar mengatakan, sebanyak 10 tersangka ditahan karena terlibat dalam aksi penyelundupan narkotika tersebut. Kini hukuman berat mengintai para pelaku. ”Mereka (tersangka) dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 juncto Pasal 112 Ayat 2 UU Narkotika dengan ancaman hukuman mati,” kata Haydar.
Kriminalitas terkait narkotika yang ditangani kepolisian di seluruh Aceh masih tinggi. Sepanjang 2022, kasus yang ditangani 1.236 kasus dengan jumlah tersangka 1.771 orang. Sementara pada 2021, jumlah kasus 1.305 dengan tersangka 1.756 orang. Sementara 2020, jumlah kasus Polda Aceh menangani 1.521 kasus dengan jumlah tersangka 1.714 orang.
Setiap tahun Polda Aceh memusnahkan puluhan hingga ratusan narkotika, seperti sabu, ekstasi, ganja, dan happy five. Sebagian narkotika itu beredar di Aceh, tetapi sebagian besar diedarkan ke Pulau Jawa.
Hukuman mati
Sebelumnya, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Aceh menyebutkan, sebagian besar narapidana di lapas dan rutan karena kasus narkotika.
Data terbaru dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, sepanjang 2022, kejaksaan menuntut hukuman mati terhadap 40 terdakwa dan sembilan orang dituntut hukuman penjara seumur hidup. Walaupun sanksi mati, pelaku kejahatan narkotika tidak menyusut.
Kepala Kejati Aceh Bambang Bachtiar mengatakan, sebagian besar terdakwa yang dituntut mati merupakan warga Aceh. ”Beberapa terpidana mati belum dieksekusi karena masih banyak proses yang ditempuh,” ujar Bambang.
Dalam perkara peredaran narkotika, para pelaku terlibat sebagai bandar, penjemput, kurir, hingga pengedar. Kebanyakan modus penyelundupan sabu melalui jalur laut.
Dari luar negeri, sabu diantar ke tengah laut, kemudian pelaku yang bertugas menjemput merapatkan perahunya untuk memindahkan sabu. Para penjemput berlayar menggunakan perahu kayu, mereka menyamar seperti nelayan sedang mencari ikan. Penyamaran ini sangat lazim sehingga menyulitkan petugas membedakan antara nelayan asli dan penjemput sabu.
Ketua Inspirasi Keluarga Anti-Narkoba (IKAN) Aceh Syahrul Maulidi merasa sedih menyaksikan kasus narkotika di Aceh kian marak. Dia khawatir generasi Aceh akan kehilangan masa depan karena pengaruh buruk narkotika.
”Penggunaan narkoba umumnya generasi muda, usia produktif,” ujar Syahrul.
IKAN berfokus pada kampanye dan edukasi antinarkoba. Mereka masuk ke komunitas anak muda menebar semangat melawan narkoba, tetapi usaha itu belum cukup sebab pengaruh jaringan narkoba sangat kuat. Kini pengedaran narkoba telah masuk ke desa-desa.
Pemerintah daerah berinisiatif mencegah serangan narkoba ke desa-desa dengan membentuk desa bersinar atau bersih dari narkoba. Akan tetapi, belum ada desa di Aceh yang benar-benar bebas dari ancaman narkoba.
Dalam laporan tahun 2021, Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menyebutkan, sebanyak 11 kabupaten/kota dari 23 kabupaten di Aceh termasuk dalam daerah rawan narkoba.