Ajang Semarang 10K Powered by Isoplus membawa semarak kebahagiaan bagi pelari dan masyarakat. Lomba lari penutup tahun yang digelar dengan gotong royong banyak pihak itu juga ikut mendongkrak perekonomian.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI, MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Begitu mencapai garis finis lomba lari Semarang 10K di Balai Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (18/12/2022) pagi, Tyo (39) tak langsung beristirahat. Dia justru berjalan kaki sekitar 1 kilometer ke titik sorak atau cheering di Jalan Pemuda, Semarang. Setelah itu, ia bergabung dengan tim cheering untuk menyemangati para pelari yang belum finis.
Selain meneriakkan kata-kata penyemangat, Tyo juga menyanyikan lagu dangdut koplo. Mendengar lagu itu, sejumlah pelari berhenti sejenak untuk ikut bergoyang. Sebagian pelari lain juga berhenti untuk mengabadikan keseruan di sana.
”Saya spontan melakukan aksi ini karena merasa terinspirasi dengan tim cheering yang memberikan semangat bagi kami para pelari,” ujar Tyo yang berasal dari Semarang.
Tyo bukan satu-satunya peserta yang kembali ke lintasan setelah finis. Sejumlah pelari dari berbagai komunitas juga melakukan hal serupa. Para pelari dari komunitas Running Rage, misalnya, berdiri sambil bersorak di pinggir lintasan untuk menyemangati teman-temannya jelang garis finis.
Di kawasan Kota Lama, Semarang, sebanyak 40 anggota kelompok seni Wahyu Turonggo Jati membawakan lagu-lagu berbahasa Jawa serta tari tradisional untuk menyemangati pelari. Sebagian pelari pun berhenti untuk berfoto bersama dengan anggota komunitas seni dari Kelurahan Jangli, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, tersebut.
”Kami latihan minimal seminggu sekali sejak sebulan lalu. Mendekati pelaksanaan Semarang 10K, kami menambah jadwal latihan menjadi dua sampai tiga kali sepekan. Tujuan kami adalah tampil sebaik-baiknya untuk menghibur para pelari,” kata Indah Wigati, salah satu pimpinan komunitas seni Wahyu Turonggo Jati.
Sejumlah warga di sepanjang rute Semarang 10K juga secara spontan turut memberi semangat kepada para pelari. Hal itulah yang dilakukan Kasiyati (64). Sempat berniat jalan-jalan di Simpang Lima Semarang, perjalanan Kasiyati terhambat karena sejumlah ruas jalan yang menjadi rute Semarang 10K ditutup.
”Awalnya kesal karena ada penutupan jalan, malah sempat cekcok dengan petugas karena saya ngeyel mau lewat tetapi tidak boleh. Akhirnya saya putuskan untuk menunggu jalan dibuka. Eh, tidak tahunya banyak pelari yang lewat. Ada yang pakai kostum unik-unik, jadi malah senang ’terjebak’ di sini, bisa dapat hiburan,” tutur warga Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, itu.
Para pelari peserta Semarang 10K pun terkesan dengan atraksi yang ditampilkan tim cheering dan masyarakat Kota Semarang. Kehadiran mereka di sepanjang lintasan membuat para pelari lebih rileks dalam menjalani perlombaan.
”Tim cheering-nya seru banget. Lumayan, bisa menambah semangat. Tadi saya sempat berhenti di titik cheering yang ada di kawasan Kota Lama untuk berfoto dengan tim cheering. Memilih berhenti di situ karena tim cheering-nya ramai dan tempatnya juga bagus untuk foto-foto,” kata Ingga (28), peserta asal DKI Jakarta.
Sejumlah pelari juga tampak total dalam menampilkan kostum yang unik saat lomba. Misalnya pasangan suami istri Chofifin (32) dan Riski (28) dari Semarang. Mereka mengenakan kostum pasangan dinosaurus T-rex berwana hijau dan coklat. Keduanya bahkan rela merogoh kocek hingga Rp 1,5 juta untuk membeli kostum itu.
”Kami pakai kostum ini karena lucu dan menarik perhatian anak kecil. Ini intinya untuk menghibur. Kostum ini tidak berat, tetapi panas,” kata Chofifin sambil tertawa.
Sulikan Sableh (55), pelari dari Kudus, Jawa Tengah, memakai wajan penggorengan yang dicat hijau untuk dijadikan tempurung kura-kura di punggungnya. Dia berkostum layaknya tokoh Jin Kura-Kura dalam film Dragon Ball yang tua renta, dengan alis serta jenggot palsu berwarna putih, juga dilengkapi tongkat dan kacamata hitam.
”Aku kan larinya tidak kuat. Terinspirasi dari kura-kura itu jalannya lambat. Yang penting alon-alon waton maraton (yang penting pelan-pelan asal maraton),” kata Sableh.
Eh, tidak tahunya banyak pelari yang lewat. Ada yang pakai kostum unik-unik, jadi malah senang ’terjebak’ di sini, bisa dapat hiburan. (Kasiyati)
Pecah rekor
Semarang 10K digelar atas kerja sama Pemerintah Kota Semarang, harian Kompas, dan Isoplus. Lomba dengan jarak 10 km itu digelar sejak tahun 2018 dan berlanjut pada 2019. Pada 2020 dan 2021, lomba itu tidak digelar karena situasi pandemi Covid-19. Tahun ini, lomba itu diikuti sekitar 2.100 pelari.
Semarang 10K juga disebut sebagai lomba penutup tahun bagi komunitas lari di Indonesia karena digelar pada Desember. Tahun ini, atlet nasional Odekta Elvina Naibaho menjadi pelari perempuan tercepat dalam Semarang 10K dengan catatan waktu 35 menit 05 detik. Dia mengungguli Triyaningsih yang finis kedua dengan waktu 40 menit 15 detik dan Desi Kristiani di posisi ketiga dengan waktu 40 menit 41 detik.
Capaian itu membuat Odekta memecahkan rekor waktu tercepat pelari putri di Semarang 10K. Sebelumnya, rekor itu juga dipegang oleh Odekta pada 2019 dengan waktu 36 menit 49 detik.
Untuk kategori putra, Robi Syianturi menjadi yang tercepat tahun ini dengan catatan waktu 32 menit 43 detik. Nurshodiq finis kedua dengan waktu 33 menit 47 detik, sedangkan Rahmad Setiabudi di posisi ketiga dengan 34 menit 03 detik.
Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo mengatakan, Semarang 10K yang memiliki rute datar memang memungkinkan pelari untuk memecahkan rekor. Namun, rekor pelari putra tercepat dalam Semarang 10K, yang diraih Agus Prayogo dengan 31 menit 17 detik pada 2019, belum terpecahkan.
Pengorbanan
Budiman menambahkan, penyelenggaraan Semarang 10K bisa berhasil karena adanya gotong royong dari banyak pihak, termasuk masyarakat. ”Saya tahu ada pengorbanan masyarakat yang jalannya sebagian ditutup,” katanya.
Pelaksana Tugas Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu menyatakan, penyelenggaraan Semarang 10K turut meningkatkan perekonomian. Hal ini karena para pelari yang turut serta dalam ajang itu tak sekadar mengikuti lomba, tetapi juga berwisata, menikmati kuliner, dan membeli oleh-oleh di Semarang.
”Hotel-hotel, tempat makan, tempat oleh-oleh, penuh. Jadi ada multiplier effect (efek pengganda) sehingga perekonomian di Kota Semarang ini meningkat,” ujar Hevearita.
Menurut Hevearita, penyelenggaraan Semarang 10K tahun ini melebihi ekspektasi sebelumnya. Dia berharap, pada tahun depan, lomba tersebut bisa digelar dengan jumlah peserta yang lebih banyak.
”Tentu kami berharap event ini di tahun depan bisa semakin ramai. Kalau tahun ini ditarget hanya 2.000 peserta, moga-moga di tahun depan bisa 5.000 peserta,” kata Hevearita.
Marketing Manager Wings Group Joshua Gunawan berharap, penyelenggaraan lomba lari Semarang 10K bisa ikut mendorong gaya hidup sehat di tengah masyarakat.
”Harapan kami, acara seperti Semarang 10K ini bisa terus menyehatkan masyarakat Indonesia, mengajak masyarakat Indonesia bisa hidup lebih sehat, aktif, dan bugar lewat lari. Sehat itu tidak harus selalu serius, tapi bisa sambil fun (bersenang-senang),” tutur Joshua.