Sebagian warga di Cianjur masih tinggal di tenda pengungsian dan membutuhkan bantuan. Namun, dalam sepekan terakhir, bantuan yang datang tidak sebanyak yang sebelumnya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Penyintas Gempa Cianjur, Jawa Barat, merasakan aliran bantuan mulai surut. Kedatangan para donatur sudah berkurang dan para pengungsi mengandalkan bahan makanan yang ada.
Aliran bantuan yang berkurang membuat Lilih (40), Ketua RT 002 RW 011 Desa Limbangansari, Kecamatan Cianjur, resah. Di wilayahnya masih ada sekitar 20 orang yang terpaksa tidur di tenda darurat. Mereka berasal dari tiga rumah yang hancur akibat dilanda gempa, Senin (21/11/2022) silam.
Lilih memaparkan, jumlah penduduk yang ada di wilayahnya mencapai 250 jiwa. Sebagian besar sudah kembali ke rumah, tetapi hanya berani tidur di teras karena rumah mereka rusak di sejumlah titik. Mereka juga tetap mengandalkan bantuan yang biasanya diantarkan ke tenda darurat yang dekat dengan jalan.
”Dari 80 keluarga, sekarang yang tinggal di tenda ada 5 keluarga. Mereka yang rumahnya sudah hancur, jadi tidak ada tempat untuk pulang,” ujarnya saat ditemui di tenda pengungsian, Jumat (16/12/2022) sore.
Menurut Lilih, saat ini para donatur dan sukarelawan yang mengantarkan bantuan sudah mulai berkurang dalam sepekan terakhir. Bahkan, untuk beberapa kebutuhan, seperti air layak minum, harus mereka penuhi sendiri karena sudah tidak ada lagi bantuan.
”Beras dan bahan makanan yang kami simpan mungkin bisa sampai dua minggu ke depan. Sewaktu awal di pengungsian, bantuan makanan datang terus, jadi stok ini tersimpan. Sekarang jadi terpakai terus karena bantuan makanan tidak datang setiap hari. Karena itu, kami khawatir kalau ini habis, kami mau cari ke mana,” ujarnya.
Kondisi ini menyulitkan warga di pengungsian karena kondisi ekonomi mereka yang belum pulih. Lukman (52), warga yang tinggal di tenda pengungsian RT 002 tersebut, terpaksa membeli air minum dengan uangnya sendiri. Padahal, sudah hampir sebulan dia tidak mendapatkan penghasilan karena tidak bekerja sebagai pengantar sekam padi.
Kekhawatiran Lukman semakin bertambah saat bantuan makanan sudah tidak rutin seperti sebelumnya. Stok bahan makanan, seperti beras, yang berkurang membuat dia harus memikirkan cara untuk memastikan bahan pangan mereka tidak kehabisan.
”Sudah tiga minggu saya tidak bekerja karena pesanan sekam yang saya antar itu biasanya untuk pedagang bunga di sekitar puncak. Sekarang jalan masih ditutup dan saya belum bisa ke mana-mana. Kalau beras habis, kami mau makan apa,” ujarnya.
Ayi Rahmat (48), Ketua RT 001 RW 003 Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang, Cianjur, juga mulai khawatir bantuan yang berkurang. Dalam sepekan terakhir, bantuan yang diberikan dari para donatur didominasi oleh pakaian dan makanan ringan untuk anak-anak.
Ayi berujar, stok bahan pangan yang ada cukup untuk menghidupi warganya hingga satu bulan ke depan. Namun, jika tidak ada bantuan tambahan, dia khawatir stok tersebut tidak ada yang menggantikan dan semakin menipis.
Apalagi, di wilayah Ayi hampir semua warga mengungsi karena rumah mereka rusak berat dan tidak bisa ditinggali. Dia menjelaskan, dari 360 jiwa yang berada di RT 001, sebanyak 280 jiwa di antaranya masih hidup di pengungsian.
”Dari 102 rumah yang ada di sini, hanya 5 yang bisa ditinggali. Sisanya hancur karena gempa. Karena itu, kami tidak tahu sampai kapan akan tinggal di pengungsian seperti ini, mungkin bisa delapan bulan,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Cianjur, hingga Jumat (16/12) ini, jumlah penyintas Gempa Cianjur mencapai 114.683 orang. Mereka tersebar di 180 desa terdampak yang tersebar di 16 kecamatan.
Sementara itu, donasi yang telah terkumpul mencapai Rp 22,16 miliar, dan yang telah dikeluarkan sebesar Rp 3,03 miliar. Jadi, bantuan yang masih disimpan mencapai Rp 19,12 miliar.
Asisten Daerah Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Cianjur Arief Kurniawan menyatakan, bantuan untuk warga terdampak pasti diberikan dengan cara berjenjang. Karena itu, dia mengimbau warga untuk langsung melaporkan kepada kewilayahan untuk mengakses bantuan tersebut.
”Jadi, untuk bantuan, saya harap masyarakat tidak perlu khawatir. Semua bisa dilaksanakan secara berjenjang. Jika dilakukan secara sporadis, saya khawatir ini (bantuan) akan cepat habis. Jadi, warga yang membutuhkan bantuan harap melaporkan kepada kewilayahan,” ucapnya.