Gempa Cianjur M 5,6 Bukan yang Terkuat dan Bisa Berulang
Gempa bumi berkekuatan M 5,6 yang melanda Cianjur-Sukabumi, Jawa Barat, Senin (21/11/2022), bukan yang terkuat yang pernah terjadi di kawasan ini. Gempa dengan kekuatan yang lebih besar bisa terjadi lagi di masa depan.
Oleh
AHMAD ARIF
·6 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Warga memeriksa rumahnya yang porak poranda akibat gempa bumi di Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022).
Gempa bumi berkekuatan M 5,6 yang melanda Cianjur-Sukabumi, Jawa Barat, Senin (21/11/2022), bukan yang terkuat yang pernah terjadi di kawasan ini. Zona kegempaan di kawasan ini tergolong sangat aktif dan memiliki sejarah panjang gempa yang bisa berulang di masa depan.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono, Rabu, mengatakan, wilayah Jawa Barat memiliki sejarah panjang gempa bumi merusak. Adapun di Cianjur-Sukabumi setidaknya tercatat 13 kali gempa bumi yang menimbulkan kerusakan.
Menurut Daryono, gempa merusak pertama yang terdokumentasikan di kawasan ini terjadi di masa kolonial, yaitu pada 15 Februari 1844. Gempa ini, menurut laporan Supartoyo dan tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi dalam Katalog Gempa Bumi Merusak di Indonesia 1612-2014, memiliki skala getaran VII-VIII MMI (Modified Mercally Intensity) dan memicu kerusakan rumah-rumah di Cianjur.
Gempa kali ini memang tidak persis berada di jalur Sesar Cimandiri yang telah dipetakan sebelumnya. Namun, bisa jadi pemetaan sebelumnya yang perlu dikoreksi.
Supartoyo juga mencatat, gempa bumi juga pernah terjadi pada 10 Oktober 1834 dan menimbulkan kerusakan bangunan dan retakan jalan antara jalur Bogor dan Cianjur. Dia memperkirakan, kekuatan guncangan gempa mencapai VIII-IX MMI, tergolong sangat kuat.
Gempa ini, dalam laporan Supartoyo, merupakan yang kedua yang terdokumentasikan di kawasan Jawa Barat. Sebelumnya, pada 28 Januari 1833, gempa juga pernah merusak bangunan di sejumlah wilayah Jawa Barat, tetapi sumbernya belum diketahui dengan pasti.
Berikutnya, gempa merusak di sekitar Cianjur-Sukabumi juga terjadi pada 1879, 1900, 1910, dan 1912. Ketika terjadi gempa pada 28 Marert 1879, kerusakan banyak terjadi di Sukabumi. Namun, Southeast Asian & Caribbean Images (KITLV) juga mendokumentasikan foto-foto kerusakan parah di kawasan Pecinan Cianjur.
Sementara, pada 14 Juni 1900, kerusakan terbanyak terjadi di Pelabuhan Ratu. Supartoyo menyebutkan, kerusakan pada bangunan dan retakan tanah terjadi mulai dari Karang Tengah hingga Cibeber.
Setelah kemerdekaan Indonesia, gempa bumi juga pernah terjadi di sekitar Cianjur-Sukabumi pada 2 November 1969. Daryono menyebutkan, kekuatan gempa saat itu mencapai M 5,4 dan menimbulkan banyak kerusakan bangunan.
Supartoyo mencatat, gempa pada 1969 ini episenternya di kedalaman 57 km dan lebih banyak menimbulkan kerusakan di Sukabumi, beberapa bangunan pun roboh. Di Campaka, beberapa bangunan retak pada dinding. Getaran gempa juga terasa hingga Bogor.
Pada 26 November 1973, gempa berkekuatan M 4,3 juga melanda dan menimbulkan retakan tanah dan bangunan di Citarik dan Cidadap, Sukabumi. Berikutnya, pada 10 Februari 1982, terjadi gempa berkekuatan M 5,5. Laporan Kompas pada 13 Febuari 1982 menyebutkan, gempa ini menyebabkan kerusakan 1.500 rumah dan banyak orang terluka. Desa Cipurut dan Cipari di Kecamatan Sukaraja, Sukabumi, paling parah terdampak.
Gempa bumi berkekuatan M 5,1 kemudian terjadi pada 12 Juli 2000. Supartoyo melaporkan, di Sukabumi sebanyak 35 orang luka-luka, 365 bangunan rusak berat, dan 633 bangunan rusak ringan di Sukaraja, Cibadak, Cikembar, Nagrak, Cicurug, Cidahu, Parakan Salak, Kadudampit, Cisaat, Cantayan, Sukalerang, Cirengkas, Caringin, dan Geger Bitung. Selain itu terjadi retakan tanah. RS Cibadak dindingnya retak.
Berikutnya, Daryono mencatat, gempa berkekuatan M 4,9 melanda pada 12 Juni 2011 dan menyebabkan 136 rumah rusak di Lebak dan Sukabumi. Pada 4 Juni 2012, gempa M 6,1 menyebabkan 104 rumah rusak di Sukabumi dan 11 Maret 2020 terjadi gempa M 5,1 yang menyebabkan 760 rumah rusak di Sukabumi.
Paling mematikan
Sebagaimana diketahui, gempa M 5,6 pada Senin lalu berpusat di 6,84 derajat Lintang Selatan, 107,05 derajat Bujur Timur atau sekitar 10 km barat daya Kabupaten Cianjur dan 15 km timur laut Kota Sukabumi. Adapun hiposenter gempa berada di kedalaman sekitar 10 km di bawah tanah.
Daryono mengatakan, gempa ini merupakan yang terkuat yang bersumber di daratan di kawasan Cianjur, setidaknya sejak 1969. ”Kita tidak tahu pasti kekuatan gempa di era kolonial, sebelum ada peralatan untuk mengukurnya. Bisa jadi lebih kuat dari sekarang,” katanya.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Selasa (22/11/2022) sore menunjukkan, gempa kali ini menyebabkan 6.570 rumah rusak berat, 2.071 rumah rusak sedang, dan 12.641 rumah rusak ringan. Adapun korban jiwa mencapai 268 orang dan 151 masih dalam pencarian.
BMKG
Lokasi gempa Cianjur M 5,6 berada di zona Sesar Cimandiri.
Dibandingkan dengan kerusakan dan korban dari gempa-gempa sebelumnya yang terjadi di kawasan ini, gempa M 5,6 kali ini memiliki dampak paling merusak dan mematikan. Daryono mengatakan, hal ini terjadi karena pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi di zona yang berisiko gempa, sementara konstruksi bangunan kebanyakan belum mengikuti standar aman gempa.
Bisa berulang
Ahli gempa bumi Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, mengatakan, Jawa Barat merupakan kawasan yang dilalui banyak sesar darat yang aktif. Selain Sesar Cimandiri, yang diduga menjadi sumber dari gempa kali ini, di Jawa Barat juga ada Sesar Lembang yang lebih panjang, selain juga Sesar Baribis yang menerus hingga di sebelah selatan Jakarta.
”Gempa kali ini memang tidak persis berada di jalur Sesar Cimandiri yang telah dipetakan sebelumnya. Namun, bisa jadi pemetaan sebelumnya yang perlu dikoreksi. Apalagi, jalur sesar juga tidak berarti garis lurus, bisa berupa zona. Saya cenderung berpendapat ini masih di zona Sesar Cimandiri,” tuturnya.
Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Bumi Indonesia pada 2017, Sesar Cimandiri ini memiliki tiga segmen, yaitu segmen Rajamandala sepanjang 45 km dan memiliki potensi kekuatan gempa hingga M 6,6, segmen Nyalindung-Cibeber sepanjang 30 km dengan potensi gempa hingga M 6,5, dan segmen Cimandiri sepanjang 23 km yang memiliki potensi gempa M 6,7.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para korban gempa yang dirawat di halaman RSUD Sayang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (21/11/2022).
”Kalau dilihat potensinya, gempa di Cianjur kali ini masih lebih kecil dari potensi energi yang dimiliki jalur Sesar Cimandiri ini,” kata Irwan.
Data BMKG menunjukkan, hingga saat ini gempa susulan memang masih terus terjadi walaupun skalanya relatif kecil. Hingga Rabu (23/11) pukul 06.00 WIB, telah terjadi 161 gempa susulan di sekitar Cianjur dengan kekuatan terbesar M 4,2 dan terkecil M 1,2.
Dengan tren ini, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, kecil kemungkinan dalam waktu dekat ini akan terjadi gempa besar lagi di kawasan ini. Meski demikian, melihat data sejarah dan aktifnya zona tektonik di kawasan ini, gempa pasti akan berulang terjadi di Cianjur dan sekitarnya. Dia memperkirakan, perulangan gempa di Cianjur kemungkinan sekitar 20 tahunan.
Sementara itu, Irwan mengingatkan, selain ancaman dari Sesar Cimandiri, masyarakat di Jawa Barat juga perlu mewaspadai aktivitas sesar lain, seperti Sesar Lembang, yang memiliki panjang 29,5 km dan bisa memicu gempa hingga M 6,8. Selain itu juga terdapat Sesar Baribis, yang beberapa kajian terbaru menunjukkan adanya kemenerusan hingga selatan Jakarta.
Hingga saat ini, belum ada teknologi untuk memprediksi kapan gempa bumi akan terjadi. Namun, kawasan yang sudah dipetakan dan memiliki sejarah gempa masa lalu bisa dipastikan akan kembali mengalami gempa di masa mendatang. Oleh karena itu, mitigasi, terutama dalam hal ini memperkuat bangunan, menjadi kunci penting untuk selamat dari gempa bumi.