Kasus Mutilasi Warga Nduga, Saksi dan Terdakwa Saling Bantah Kronologi Kejadian
Empat saksi memberikan keterangan dalam persidangan kasus pembunuhan empat warga Kabupaten Nduga di Pengadilan Militer III-19 Jayapura. Para saksi dan terdakwa saling membantah terkait kronologi peristiwa tersebut.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·5 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Persidangan kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga Kabupaten Nduga kembali digelar di Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Papua, Rabu (14/12/2022). Empat saksi yang juga terlibat sebagai pelaku dalam kasus ini dan lima terdakwa saling membantah terlibat sebagai perencana aksi tersebut.
Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi ini turut dihadiri kuasa hukum dan kerabat para korban. Sidang dipimpin oleh Kolonel (Chk) Rudy Prakamto selaku hakim ketua bersama dua hakim anggota, yakni Letkol Laut (Chk) Slamet Widodo dan Letkol (Chk) Arie Fitriansyah. Adapun Kolonel (Chk) Yunus Ginting sebagai oditur dalam kasus ini.
Para saksi yang dihadirkan oditur dalam persidangan ini adalah Andre Pudjianto Lee alias Jack, Dul Umam, Rafles Lakasa, dan Roy Martin Howay. Keempat saksi adalah warga sipil yang juga pelaku dalam kasus ini memberikan kesaksian secara daring karena berada di Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Adapun lima terdakwa dalam kasus ini adalah Kapten (Inf) Dominggus Kainama, Prajurit Satu (Pratu) Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra Clinsman, Pratu Rizky Oktav Muliawan, dan Prajurit Kepala Pargo Rumbouw. Penasihat hukum para terdakwa adalah Letnan Satu (Chk) Fahmy Farezky, Letnan Satu (Chk) Agustinus Hestu, dan Letnan Dua (Chk) Sionefrat Januardi.
Andre dalam kesaksiannya mengatakan, dirinya sama sekali tidak mengetahui rencana pembunuhan empat korban, yakni Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Leman Nirigi, dan Atis Tini, di Jalan Budi Utomo Timika pada 22 Agustus 2022. Andre mengaku hanya mendengar informasi penangkapan sejumlah anggota Organisasi Papua Merdeka dari terdakwa Dominggus dan Rahmat saat berkunjung ke bengkel las miliknya.
Andre pun membantah dirinya yang mengusulkan jenazah para korban dimutilasi. Ia juga menyatakan bersama Dul tidak terlibat membuang enam karung berisi potongan tubuh jenazah para korban dari jembatan di daerah Lokpon ke sungai.
Peristiwa ini bermula saat empat korban bertemu sembilan pelaku untuk membeli senjata jenis AK 47 dan FN di sebuah lahan kosong di Jalan Budi Utomo, Timika, sekitar pukul 22.00 WIT. Para korban membawa uang tunai Rp 250 juta dalam transaksi tersebut.
Para pelaku ternyata ingkar janji karena tidak menyiapkan dua pucuk senjata tersebut. Demi mengambil uang korban, mereka membunuh dan memutilasi tubuh korban. Potongan tubuh korban dimasukkan ke dalam enam karung yang lantas dibuang ke Sungai Wania.
”Saat terjadi peristiwa pembunuhan, saya melihat terdakwa Dominggus melepaskan tembakan ke arah seorang korban, sedangkan Rahmat memukul dua korban lainnya dengan besi di bagian kepala hingga tewas. Saya bersama dua saksi lainnya hanya bersembunyi di semak-semak saat terjadi peristiwa tersebut,” kata Andre.
Dul Umam, saksi lainnya, memaparkan, dirinya bersama Andre dan Rafles dalam kondisi panik dan bingung pasca-pembunuhan para korban oleh para terdakwa. Ia pun mengaku tidak melihat adanya perlawanan para korban sebelum dibunuh.
”Rahmat dan Dominggus yang memerintahkan saya bersama Andre membawa jenazah para korban ke daerah Lokpon. Kemudian mereka meminta kami untuk mencari batu. Saya menduga mereka menggunakan batu ini sebagai pemberat di enam karung berisi potongan tubuh para korban,” kata Dul.
Roy Martin Howay, saksi yang terakhir, memberikan kesaksian yang berbeda dengan Andre. Ia menegaskan, Andre yang berkoordinasi dengan para terdakwa dari Brigade Infanteri 20/Ima Jaya Keramo untuk menyiapkan senjata tiruan dan menetapkan harga dua pucuk senjata dengan rincian Rp 50 juta untuk senjata laras pendek dan Rp 100 juta untuk senjata laras panjang.
Roy berperan menjalin komunikasi dengan dua korban bernama Atis dan Leman yang hendak membeli senjata. Ia pun menghubungi para korban untuk datang ke lokasi transaksi senjata di Jalan Budi Utomo yang kemudian terjadilah peristiwa pembunuhan.
”Saya mengaku membacok salah satu korban yang hendak kabur dengan parang. Sementara Andre yang memerintahkan saya dan terdakwa bernama Rahmat untuk memutilasi tubuh para korban dan membuangnya ke sungai,” kata Roy.
Terkait keterangan dari empat saksi, sejumlah terdakwa saat dikonfirmasi oleh hakim ketua menyatakan menolak kesaksian Andre dan Dul. Terdakwa Dominggus menyatakan pembuatan senjata laras panjang tiruan menggunakan besi yang terdapat di bengkel milik Andre. Selain itu, Dominggus mengaku para korban terlebih dahulu memukul salah satu terdakwa sehingga dirinya mengambil tindakan untuk membela diri.
”Andre yang meminta kami untuk memutilasi tubuh para korban. Dia juga memerintahkan untuk membeli 10 liter bensin yang digunakan membakar satu mobil milik para korban,” kata Dominggus.
Rahmat menyatakan, Dul dan Jack berada di jembatan dan terlibat dalam proses membuang jenazah para korban ke sungai. ”Keduanya turut memegang karung yang berisi jenazah para korban. Saya berharap keduanya menyampaikan kesaksian yang sesuai fakta,” ucap Rahmat.
Gustaf Kawer, kuasa hukum para korban, saat ditemui sesuai persidangan, mengatakan, sejumlah saksi menyampaikan keterangan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ia menilai upaya tersebut agar menghindari hukuman berat dalam kasus ini.
Sebelumya, Kolonel (Chk) Yunus Ginting sebagai oditur menyatakan, lima terdakwa anggota TNI dijerat dengan dakwaan primer Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan dakwaan subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Para terdakwa turut serta dijerat dengan enam pasal karena terlibat aksi pengambilan uang, mutilasi, hingga membakar mobil milik korban.
”Total sebanyak delapan pasal dalam dakwaan bagi lima terdakwa. Sebanyak 19 saksi akan memberikan keterangan untuk mengungkap peranan setiap terdakwa. Salah satunya adalah Andre alias Jack yang menjadi saksi kunci dalam perencanaan aksi ini,” tutur Yunus.