Komnas HAM Ungkap Delapan Kasus Kekerasan Menonjol di Papua
Dalam peringatan Hari HAM Sedunia ke-74, Komnas HAM menyatakan terdapat delapan kasus kekerasaan menonjol di Papua. Sebanyak 22 korban meninggal dalam delapan kasus ini.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Terdapat delapan kasus kekerasan di Papua yang menjadi sorotan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sepanjang tahun 2022. Delapan kasus ini terjadi di lima provinsi wilayah Papua dan mayoritas korban adalah warga setempat.
Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua,Frits Ramandey di Jayapura pada Sabtu (10/12/2022) dalam peringatan Hari HAM Sedunia ke-74.
Frits memaparkan, kedelapan kasus ini terjadi di sejumlah kabupaten, yakni Puncak, Nduga, Mimika, Mappi, Keerom, Jayawijaya, Yahukimo, dan Teluk Bintuni. Daerah-daerah ini tersebar di sejumlah provinsi, yakni Papua, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat.
Adapun terdapat empat kasus dengan pelaku adalah kelompok sipil bersenjata atau biasa disebut pihak kepolisian sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB). Sementara empat kasus lainnya dengan melibatkan pelaku oknum anggota TNI Angkatan Darat.
Jumlah korban meninggal dalam delapan kasus ini sebanyak 21 warga dan 1 personel kepolisian. Sementara korban yang terluka sebanyak 22 warga.
”Delapan kasus ini menjadi sorotan kami tidak hanya karena jumlah korbannya yang banyak. Aksi kekerasan para pelaku sangat sadis dan telah direncanakan,” ujar Frits.
Frits menuturkan, pihaknya mengangkat tema bertajuk ”Kekerasan Tidak Akan Menyelesaikan Masalah, Mari Kita Budayakan Dialog” dalam peringatan Hari HAM pada tahun 2022 di Papua. Komnas HAM pun memiliki sejumlah catatan khusus dalam momen tersebut.
Catatan tersebut antara lain tingginya kasus kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dan jumlah anak yang menjadi korban kekerasan secara langsung mencapai 10 orang yang meliputi satu anak meninggal dan sembilan anak lainnya luka berat.
”Kekerasan terhadap kelompok usia anak mulai meningkat. Hal ini menjadi preseden buruk dan berpotensi mengganggu upaya pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak anak di wilayah Papua,” tutur Frits.
Ia pun menyimpulkan, tindakan kekerasan yang terjadi berulang kali setiap tahun di Papua menunjukkan bahwa tingkat kesadaran HAM belum membaik seperti yang diharapkan. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah namun hanya melahirkan kekerasan baru.
”Komnas HAM menyerukan hentikan kekerasan terhadap anak-anak. Para pelaku termasuk oknum anggota TNI yang terlibat harus bertanggung jawab sesuai mekanisme hukum formal yang berlaku,” harap Frits.
Kekerasan terhadap kelompok usia anak mulai meningkat. Hal ini menjadi preseden buruk dan berpotensi mengganggu upaya pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak anak di wilayah Papua.
Unjuk rasa
Sementara itu, terjadi aksi unjuk rasa dalam peringatan Hari HAM di Kota Jayapura, Papua, dan Kota Sorong, Papua Barat Daya. Komite Nasional Papua Barat (KNPB) terlibat dalam aksi ini.
Aksi unjuk rasa di Kota Sorong, tepatnya Jalan Basuki Rahmat, berjalan dengan kondusif. Sementara aksi unjuk rasa KNPB di Kota Jayapura dibubarkan aparat Polresta Jayapura karena menganggu ketertiban umum.
Kapolresta Jayapura Komisaris Besar Victor Mackbon mengatakan, pihaknya membubarkan aksi unjuk rasa karena para pendemo hendak melakukan aksi long march atau berjalan kaki serta menutup jalan umum dengan menggunakan kayu.
”Kami menahan delapan pengunjuk rasa di dua lokasi yang berinisial OP, TK, EY, YD, SP, DT, AT dan AS. Mereka adalah mahasiswa yang berafiliasi dengan KNPB,” ungkap Victor.