Anak Korban Kekerasan dan Konflik di Papua Meningkat Tajam
Sepanjang tahun 2022, sebanyak 13 anak di Papua menjadi korban akibat kekerasan serta konflik antara pihak keamanan dan kelompok kriminal bersenjata.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Anak yang menjadi korban kekerasan dan konflik di Papua pada tahun 2022 meningkat tajam. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat 13 anak di sejumlah kabupaten di Provinsi Papua menjadi korban akibat perbuatan aparat keamanan dan kelompok sipil bersenjata.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey saat ditemui di Jayapura, Senin (7/11/2022), mengaku, pihaknya tidak pernah mendapatkan laporan anak yang menjadi korban kekerasan serta konflik antara pihak keamanan dan kelompok sipil bersenjata dalam jumlah banyak seperti pada tahun ini. Ia menilai tahun ini merupakan tahun terburuk karena tingginya kasus kekerasan dan konflik yang dialami anak-anak di Papua.
Sebanyak 13 anak yang menjadi korban itu tersebar di sejumlah kabupaten, yakni Puncak, Yalimo, Keerom dan Intan Jaya. Sebanyak 11 anak mengalami luka-luka dan 2 dua anak lainnya meninggal.
Adapun para pelaku yang menyebabkan anak-anak menjadi korban luka dan meninggal adalah pihak TNI AD dan kelompok sipil bersenjata atau biasa diklaim aparat sebagai kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Peristiwa yang terakhir adalah seorang anak bernama ED yang terkena rekoset peluru di pinggang bagian kanan saat aparat keamanan menangkap salah satu anggota KKB di Kampung Yokatapa, Kabupaten Intan Jaya, Jumat (4/11/2022). Pihak keamanan telah mengevakuasi ED ke Kabupaten Nabire untuk mendapatkan perawatan medis yang lebih memadai.
”Kami berharap pihak TNI lebih mengevaluasi diri agar tidak lagi melakukan tindakan kekerasan terhadap anak seperti yang terjadi di Kabupaten Puncak dan Kabupaten Keerom. Perbuatan anggota tersebut telah menyebabkan seorang anak meninggal dan sembilan anak lainnya luka berat,” kata Frits.
Kekerasan di Pucak terjadi pada tujuh anak oleh oknum TNI setelah satu pucuk senjata api hilang pada Februari lalu. Satu anak di antaranya tewas karena penganiayaan itu. Adapun di Keerom, tiga anak dianiaya prajurit TNI karena dituduh mencuri burung.
Frits mengecam aksi KKB yang juga menyebabkan anak menjadi korban dalam aksi terornya. Hal itu terjadi pada peristiwa pembunuhan Sertu Eka Hasugian dan istrinya. KKB melukai anak kedua korban yang masih balita di bagian tangan.
Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi sepanjang tahun ini menunjukkan para pelaku tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang perlindungan anak.
KKB juga salah menembak seorang anak hingga tewas di Kabupaten Puncak pada empat bulan yang lalu. Anak berusia 17 tahun dituding sebagai anggota intelijen aparat keamanan.
”Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi sepanjang tahun ini menunjukkan para pelaku tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang perlindungan anak. Mereka juga sama sekali tidak menghayati prinsip-prinsip hak asasi manusia,” tegas Frits.
Ia pun menyampaikan apresiasi dan dukungan kepada Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang bertindak tegas dalam upaya penegakan hukum terhadap prajurit yang terlibat dalam kasus penganiayaan anak. ”Panglima TNI telah memerintahkan jajarannya untuk mengusut tuntas prajurit yang terlibat kasus penganiyaan anak di Papua,” tambah Frits.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jayapura Nur Aida Duwila menuturkan, masih terjadi pelanggaran konvensi hak anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 di Papua. Hal ini menyebabkan tingginya jumlah korban anak akibat kekerasan oknum aparat keamanan dan konflik di antara kedua belah pihak yang bertikai.
Ia mengungkapkan, anak di Papua tidak hanya menjadi korban konflik dan kekerasan, tetapi juga rentan akan kekerasan seksual. LBH APIK telah mendampingi sebanyak empat anak yang menjadi korban kekerasan seksual pada tahun ini.
”Tidak ada rasa kemanusiaan dari para pelaku sehingga melakukan pelanggaran undang-undang perlindungan anak dan konvensi hak anak. Perbuatan mereka berdampak besar bagi para korban yang seharusnya dijaga sebagai generasi masa depan sebuah bangsa,” tutur Nur.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel Kav Herman Taryaman menegaskan Polisi Militer Daerah Militer (Pomdam) XVII/Cenderawasih tengah melakukan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan tiga anak oleh anggota TNI AD di Kampung Yuwanain, Kabupaten Keerom, Papua, pada 27 Oktober 2022. Sebanyak 32 prajurit akan menjalani pemeriksaan terkait kasus tersebut.
Korban adalah RF (14), BB (13), dan LK (11). Adapun sejumlah prajurit TNI menjemput ketiga korban di rumahnya dan diduga menganiaya mereka di Pos Satgas Damai Cartenz. Ketiga anak ini dituduh mencuri dua burung kakatua milik prajurit.
”Pomdam XVII/Cenderawasih tengah melaksanakan sejumlah tahapan penyelidikan. Tahapan ini meliputi melakukan olah tempat kejadian perkara dan mengambil keterangan dari keluarga korban serta prajurit yang diduga terlibat dalam aksi penganiayaan,” ujar Herman.