Papua Darurat Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi Papua terjadi secara masif. Data sementara dari Polda Papua, sebanyak 55 anak menjadi korban kekerasan seksual pada tahun 2021.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS— Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Papua terus terjadi dan jumlah korbannya semakin meningkat. Sejumlah lembaga bantuan hukum yang menangani kasus-kasus ini menyatakan Papua darurat kekerasan seksual terhadap anak.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jayapura Nur Aida Duwila, di Jayapura, Selasa (18/1/2022), mengatakan, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani lembaganya meningkat drastis dalam dua tahun terakhir.
Nur memaparkan, jumlah korban pada 2020 sebanyak sembilan anak dengan jumlah pelaku tujuh orang. Sementara itu, jumlah korban pada 2021 mencapai 12 anak dengan jumlah pelaku sembilan orang.
Korban yang rentang usianya 6-16 tahun itu mengalami kekerasan berupa persetubuhan dan pelecehan seksual. Kejahatan itu dilakukan oleh kerabat sendiri ataupun orang yang bukan keluarga.
”Data laporan dari para korban kasus kekerasan seksual ini baru dari tiga daerah di Papua, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Kabupaten Keerom. Jumlah kasus akan terus meningkat apabila kami menerima laporan dari kabupaten lainnya di Papua," kata Nur. Papua terdiri atas 29 kabupaten/kota.
Nur menuturkan, tantangan terbesar dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah adanya kesepakatan upaya damai antara pelaku dan keluarga korban walaupun telah ditangani pihak kepolisian. Kesepakatan ini disetujui secara sepihak oleh perwakilan keluarga tanpa memperhatikan dampak yang dialami korban.
Kendala lain adalah minimnya tenaga yang dimiliki LBH APIK untuk menerima laporan dari seluruh wilayah Papua yang sangat luas. "Kami hanya menerima laporan kasus via telepon seperti pada tahun lalu sebanyak lima laporan," katanya.
Ia berharap pemerintah pusat segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia menilai regulasi ini secara komprehensif memberikan sanksi tegas bagi pelaku serta perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual.
”Kami berharap unit pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak di 29 kabupaten/kota serta pihak kepolisian di Papua aktif dalam menjalankan tugasnya. Tujuannya untuk menyelamatkan anak-anak di seluruh wilayah Papua dari ancaman kekerasan seksual," ucap Nur.
Direktur Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Papua (LP3-AP) Siti Akmianti mengatakan, pihaknya menangani tiga anak yang menjadi korban kekerasan seksual pada 2020 dan empat anak pada 2021.
Siti menyatakan, LP3-AP bersinergi dengan LBH APIK serta Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Papua untuk pemulihan psikologi korban. Upaya awal didampingi psikolog yang disiapkan Yayasan Pendampingan dan Pemberdayaan Masyarakat Papua.
Kami selalu berupaya menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan maksimal.
”Terjadi darurat kekerasan seksual terhadap anak di Papua karena rawan terjadi intervensi oleh pihak pelaku sehingga keluarga korban bersepakat penyelesaian kasus dengan upaya damai. Namun, upaya pemulihan trauma yang dialami korban selalu terlupakan," kata Siti.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Faizal Ramadhani mengatakan, jumlah korban kasus persetubuhan anak yang ditangani Polda Papua dan polres jajaran pada 2021 mencapai 55 orang.
Para tersangka kasus persetubuhan anak dijerat dengan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Apabila korban adalah kerabat pelaku, penyidik juga akan menjerat pelaku dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
”Kami selalu berupaya menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan maksimal. Akan tetapi, pihak keluarga korban sering kali mencabut laporan dengan alasan sudah adanya penyelesaian secara kekeluargaan dengan pelaku," kata Faizal.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Sosial, Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Papua Yosephine Wandosa mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat secara signifikan selama beberapa tahun terakhir. Tercatat sekitar 4.000 kasus kekerasan seksual sejak tahun 2012 hingga 2021.
Yosephine mengakui, baru terdapat unit pelaksana teknis daerah perlindungan perempuan dan anak di 18 daerah di Papua. Kendala untuk penyediaan lembaga tersebut adalah minimnya sumber daya manusia. Selain itu, penyidik dari pihak kepolisian, khususnya polwan, jumlahnya juga terbatas.
”Masyarakat yang berada di daerah terpencil dan pegunungan Papua kesulitan melaporkan kasus ini ke aparat atau UPTD yang berada di daerah perkotaan. Mereka kesulitan mengakses sarana transportasi yang mayoritas menggunakan pesawat," kata Yosephine.