LPSK Jamin Pemenuhan Hak Korban Bom Bunuh Diri di Bandung
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK memastikan pemenuhan hak korban bom bunuh diri di kantor Kepolisian Sektor Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat. Korban akan menerima ganti rugi.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK menjamin pemenuhan hak korban bom bunuh diri di kantor Kepolisian Sektor Astanaanyar, Bandung, Jawa Barat. LPSK pun menerjunkan tim untuk menemui dan mendorong pemulihan korban.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas, Kamis (8/12/2022), Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, tim telah menemui korban yang terluka dan keluarga korban meninggal akibat peristiwa bom di Bandung. Tim juga meninjau tempat kejadian perkara.
Peristiwa bom bunuh diri terjadi di Polsek Astanaanyar, Rabu (7/12/2022) pukul 08.20. Saat itu, Agus Sujatno, residivis kasus terorisme, meledakkan diri saat mendekati anggota polisi yang sedang apel. Aksi itu menewaskan Agus, Ajun Inspektur Satu Sofyan, dan melukai 10 orang.
Edwin mengatakan, LPSK terus berupaya melindungi korban tindak pidana terorisme sesuai Pasal 35B Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. ”Atas amanat Undang-Undang itu, tim telah menemui korban dan keluarga,” katanya.
Dalam kunjungannya, tim LPSK menyerahkan santunan kepada keluarga korban yang meninggal akibat peristiwa itu berupa uang tunai sebesar Rp 15 juta. Tim juga menengok korban yang mengalami luka serius di Rumah Sakit Immanuel dan RS Sartika Asih, Bandung.
”Kami memastikan untuk menjamin pembiayaan medis para korban yang saat ini sedang menjalani perawatan di rumah sakit. LPSK sudah sampaikan surat jaminan kepada rumah sakit terkait biaya yang muncul dalam penanganan korban,” ujar Edwin.
Dengan begitu, katanya, LPSK berharap para korban mendapatkan penanganan medis yang terbaik untuk pemulihannya. Seluruh korban bom tersebut juga berhak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi dari negara. LPSK akan memfasilitasi penghitungan kerugian materiil korban itu.
LPSK sudah sampaikan surat jaminan kepada rumah sakit terkait biaya yang muncul dalam penanganan korban.
Pihaknya mendorong penyidik menindak para pihak yang terlibat dalam aksi keji itu. ”Kami berharap masyarakat tidak takut secara berlebihan karena ketakutan itulah akan menunjukan kemenangan para pelaku terorisme. Mari bersama-sama memerangi terorisme,” ujarnya.
Rosidin, Direktur Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang fokus pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan, mengatakan, korban terorisme kerap mengalami trauma sehingga butuh pemulihan. Selain itu, pemerintah juga perlu fokus pada upaya deteksi dini potensi terorisme.
Deteksi dini itu bisa melalui pembentukan kelompok yang terdiri dari berbagai latar belakang dan mengaktifkan kegiatan sosial bercorak keberagaman, misalnya dialog lintas iman hingga upacara adat. ”Semakin banyak perjumpaan antarumat beragama semakin bagus,” katanya.
Kelompok itu juga dapat membantu penyiapan integrasi antara mantan narapidana terorisme dan masyarakat. ”Kalau tidak, mereka (mantan pelaku teror) bisa merasa tidak diterima. Akhirnya mereka kembali berpandangan ekstrem dan mengulangi perbuatannya,” ujarnya.