Pembunuh Keluarga di Magelang Rencanakan Aksi Selama Dua Minggu
Pelaku pembunuhan keluarga di Magelang, pada 28 November 2022, telah merencanakan aksinya sekitar dua minggu sebelumnya. Pelaku sempat mencari referensi tentang metode pembunuhan sebelum memutuskan meracuni keluarganya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Pelaku pembunuhan orangtua dan kakak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada 28 November silam, telah merencanakan aksinya sekitar dua minggu sebelumnya. Pelaku berinisial DDS (22) itu sempat mencari referensi tentang metode pembunuhan, sebelum memutuskan untuk meracuni tiga anggota keluarganya.
Pelaksana Tugas Kepala Polresta Magelang Ajun Komisaris Besar M Sajarod Zakun mengatakan, berdasarkan pengakuan tersangka, keinginan membunuh mulai muncul pada 15 November 2022. Setelah mencari referensi tentang cara pembunuhan, DDS akhirnya memutuskan untuk membunuh dengan racun.
Sebelum menjalankan aksinya, DDS sempat mencari informasi mengenai beberapa kasus pembunuhan dengan racun yang terjadi sebelumnya. Beberapa kasus itu, misalnya, pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib, pembunuhan dengan sate yang dicampur sianida di Yogyakarta, serta pembunuhan Mirna Salihin dengan sianida di Jakarta.
”Ide untuk meracuni ini muncul setelah melihat apa yang terjadi pada kasus kematian Munir, kasus sate sianida di Yogyakarta, serta kasus kopi sianida yang menewaskan korban Mirna Salihin di Jakarta,” ujar Sajarod dalam konferensi pers, Selasa (6/12/2022).
Kasus pembunuhan yang dilakukan DDS itu terjadi di Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Magelang. Dalam kasus itu, ada tiga korban meninggal, yakni pasangan suami istri Abbas Ashar (58) dan Heri Riyani (54) serta anak sulung mereka, Dhea Chairunnisa (24). Abbas dan Riyani adalah ayah dan ibu dari DDS, sedangkan Dhea adalah kakak kandung pelaku.
Menurut Sajarod, sebelum menjalankan aksinya, DDS beberapa kali membeli racun secara daring. Pada 17 November, dia membeli racun jenis arsenik sebanyak 20 gram secara daring.
Ide untuk meracuni ini muncul setelah melihat apa yang terjadi pada kasus kematian Munir, kasus sate sianida di Yogyakarta, serta kasus kopi sianida yang menewaskan korban Mirna Salihin di Jakarta. (Ajun Komisaris Besar M Sajarod Zakun)
Setelah itu, pada 23 November, DDS mencoba meracuni keluarganya dengan mencampur arsenik ke dalam dawet yang dibelinya. Dawet bercampur racun itu kemudian diminum oleh ayah, ibu, kakak, dan paman pelaku yang saat itu menginap di rumah.
Namun, upaya pembunuhan tersebut gagal. Semua anggota keluarga yang meminum dawet hanya mengalami gejala mual, muntah, dan diare.
Setelah itu, DDS kembali mencari informasi tentang racun mematikan. Dia akhirnya memutuskan untuk membeli racun dengan jenis kalium sianida. Racun dengan berat sekitar 100 gram itu dikirimkan dalam dua kali pengiriman paket.
Setelah semua racun sianida diterima, DDS kemudian melakukan aksinya pada 28 November. Dia berencana mencampurkan racun tersebut ke kopi dan teh yang biasa disajikan sang ibu untuk seluruh anggota keluarga setiap pagi.
Setelah memasukkan racun, DDS lalu duduk dan menyaksikan ayah, ibu, dan kakaknya menghabiskan minuman yang telah dicampur racun tersebut. Setelah semua anggota keluarganya menghabiskan minuman dan meninggalkan meja makan, dia lalu mencuci semua gelas dan sendok yang dipakai.
Ketika para korban mulai mengalami reaksi keracunan, DDS pun memberikan pertolongan sekadarnya. Dia juga sigap membersihkan muntahan para korban. Untuk membuat alibi, dia langsung menelepon paman dan asisten rumah tangga keluarganya untuk mengabarkan peristiwa tersebut.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Magelang Ajun Komisaris Setyo Hermawan mengatakan, sejak awal, polisi sudah mencurigai DDS sebagai pelaku pembunuhan itu. Selain karena sikapnya yang tenang saat para korban dibawa ke rumah sakit, kecurigaan makin menguat karena semua tempat kejadian perkara sudah dibersihkan.
Selain itu, DDS juga menolak pengungkapan penyebab kematian dengan cara otopsi jenazah korban. Kecurigaan itu pun terbukti benar. Dalam perjalanan untuk dimintai keterangan di Markas Polresta Magelang, DDS mengakui perbuatannya.
Saat konferensi pers di Markas Polresta Magelang, Selasa (6/12/2022), DDS tetap mengaku bahwa pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh motif sakit hati. Dia mengaku sudah memendam kebencian pada keluarganya sejak duduk di bangku SMA.
”Sejak dulu, saya selalu dianaktirikan. Orangtua selalu memperlakukan saya berbeda, tidak sama dengan cara mereka memperlakukan kakak saya,” ujar DDS.
DDS juga mengaku sering mengajukan protes atas perlakuan berbeda yang diterimanya. Namun, dia menyebut, orangtuanya tidak memberikan tanggapan secara positif. Di sisi lain, DDS mengaku membenci kakaknya karena sang kakak sering mengadukan perilaku DDS kepada ayah dan ibunya.
Setelah lulus SMA, DDS mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap. Pada tahun 2021, dia mencoba berinvestasi dengan memakai dana sekitar Rp 400 juta dari orangtuanya. Namun, investasi tersebut tidak membuahkan hasil yang sepadan.
Orangtua DDS pun terus mendesak pengembalian uang tersebut. Karena kesulitan mengembalikan uang, ditambah rasa kebencian yang muncul sejak lama, DDS akhirnya memutuskan untuk membunuh keluarganya.