Kisah Pemuda di Magelang yang Gelap Mata hingga Meracuni Keluarga
Sakit hati bisa mendorong orang menjadi gelap mata hingga tega menyakiti orang terdekatnya. Hal itu pula yang terjadi pada DDS (22), pemuda asal Magelang yang tega meracuni orangtua dan kakaknya hingga meninggal.
Oleh
REGINA RUKMORINI, MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Sakit hati bisa mendorong orang menjadi gelap mata hingga tega menyakiti orang-orang terdekatnya. Hal itu pula yang terjadi pada DDS (22), pemuda asal Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Gara-gara sakit hati, DDS tega meracuni tiga anggota keluarganya hingga meninggal.
Mereka yang menjadi korban adalah pasangan suami istri Abbas Ashar (58) dan Heri Riyani (54) serta anak sulung mereka, Dhea Chairunnisa (24). Abbas dan Riyani adalah ayah dan ibu dari DDS, sedangkan Dhea adalah kakak kandung pelaku.
Ketiga korban meninggal di rumah mereka di Dusun Prajenan, Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Magelang, Senin (28/11/2022). Tak berselang lama setelah kejadian tersebut, polisi menangkap DDS yang mengakui telah meracun ayah, ibu, dan kakak kandungnya.
Dalam keterangannya kepada polisi, DDS mengaku sudah dua kali mencoba meracuni orangtua dan kakaknya. Percobaan pertama dilakukannya pada Rabu (23/11/2022). Saat itu, dia mencoba meracuni keluarganya dengan racun jenis arsenik ke dalam minuman dawet. Namun, upaya itu gagal membunuh tiga anggota keluarganya.
”Karena hanya mencampurkan dalam takaran sedikit, racun yang diminum oleh tiga anggota keluarga tersebut hanya menimbulkan efek mual dan muntah saja,” kata Pelaksana Tugas Kepala Kepolisian Resor Kota Magelang Ajun Komisaris Besar Sajarod Zakun.
Meski demikian, DDS yang merupakan anak bungsu di keluarganya itu tak jera. Pada Senin (28/11) pagi, dia kembali meracuni keluarganya. Dalam kesempatan itu, dia mencampurkan dua sendok sianida ke dalam tiap gelas teh dan kopi yang diminum anggota keluarganya. Ayah, ibu, dan sang kakak pun tewas setelah mengonsumsi minuman yang bercampur racun itu.
Saat diperiksa polisi, DDS mengaku melakukan pembunuhan karena merasa sakit hati. Dia merasa diperlakukan tidak adil karena disuruh menafkahi keluarga, sedangkan kakaknya tidak. Padahal, DDS tidak memiliki pekerjaan.
Pembunuhan dengan racun yang menewaskan tiga orang dari satu keluarga itu langsung mengagetkan masyarakat sekitar. Para tetangga pun terkejut, terlebih ketika mengetahui DDS kemudian diamankan polisi sebagai tersangka.
Anwari (74), tetangga korban, mengaku terguncang dan sedih saat mengetahui kejadian tersebut. Apalagi, Anwari telah mengenal salah seorang korban, yakni Heri Riyani, sejak kecil. Oleh karena itu, baginya, para korban pembunuhan itu sudah seperti keluarga.
Anwari juga mengenang, semasa kecil, DDS adalah anak yang baik, pintar, dan disayang keluarga. Dia menambahkan, setelah lulus SMA, DDS mengalami kecelakaan cukup parah hingga membuat dia dirawat selama tiga bulan di rumah sakit.
Saat itu, Anwari menyaksikan bahwa relasi di antara anggota keluarga tersebut sangat erat dan dekat. Ketika itu, Abbas, Riyani, dan Dhea merawat dan menunggui DDS secara intensif di rumah sakit.
”Dulu, tiga anggota keluarganya intens merawat DDS selama tiga bulan di rumah sakit. Tapi, sekarang dia membalas dengan menghabisi ayah, ibu, dan kakak kandungnya hanya dalam hitungan menit,” ujar Anwari, yang jatuh pingsan saat pemakaman korban karena shocked.
Kepala Desa Mertoyudan Eko Sungkono mengatakan, pembunuhan itu sangat menggemparkan seluruh warga di lingkungan sekitar. Dia menyebut, banyak tetangga tak menyangka DDS tega menghabisi anggota keluarganya. Apalagi, saat kecil, DDS dikenal sebagai anak yang sopan dan penurut.
Hingga SMA, DDS juga dikenal dekat dengan warga sekitar dan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Namun, semua berubah ketika kemudian dia mengalami kecelakaan.
Menurut penuturan sejumlah tetangga, DDS tidak melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Namun, mereka juga tidak mengetahui secara jelas aktivitas DDS karena dia kemudian jarang berada di rumah.
Agus Kustiardi (58), kakak Heri Riyani, juga mengaku tak tahu secara jelas aktivitas apa yang sebenarnya dijalani DDS. Agus hanya pernah mendengar dari Riyani bahwa DDS kerap meminta uang untuk berbagai keperluan dan kegiatan yang dilakukannya.
Dulu, tiga anggota keluarganya intens merawat DDS selama tiga bulan di rumah sakit. Tapi, sekarang dia membalas dengan menghabisi ayah, ibu, dan kakak kandungnya hanya dalam hitungan menit. (Anwari)
”Banyak alasan yang diajukan dia (DDS) untuk meminta uang. Salah satu cerita yang saya dengar, ibunya sempat mengeluh karena harus membayar uang Rp 32 juta per bulan untuk membiayai kursus yang dijalani DDS,” tutur Agus, yang mengaku tak tahu kursus apa yang dijalani DDS.
Oleh karena itu, Agus pun membantah keterangan DDS yang mengaku harus menanggung beban pengeluaran keluarga. ”Dalam keseharian, justru pelaku yang merongrong perekonomian keluarga karena terus menerus meminta uang,” ungkap dia.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho, mengatakan, pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga terdekat biasanya dipicu sejumlah faktor, misalnya perebutan warisan atau kecemburuan karena perlakuan berbeda di antara anggota keluarga.
Menurut Hibnu, apabila tak bisa dikomunikasikan dengan anggota keluarga lain untuk diselesaikan, masalah-masalah itu bisa membuat seseorang menjadi gelap mata. ”Bisa jadi pelaku merasakan ada komunikasi yang terputus. Oleh karena itu, dia menganggap tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah selain dengan membunuh,” ungkapnya.
Sosiolog dari Universitas Muhammadiyah Magelang, Kanthi Pamungkas Sari, mengatakan, kegagalan berkomunikasi dalam keluarga memang bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, komunikasi di antara anggota keluarga sangat penting agar semua masalah bisa dibicarakan dengan baik-baik.
Menurut Kanthi, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam keluarga, yaitu pola interaksi, struktur peran, dan struktur kekuasaan. Pola interaksi yang dimaksud adalah membiasakan diri menjadi pendengar dan pendukung bagi anggota keluarga yang lain.
Struktur peran berkait dengan peran orangtua dan anak yang bisa berubah seiring waktu dan pertambahan usia. Sementara itu, struktur kekuasaan berkait dengan upaya untuk mengarahkan anggota keluarga menuju ke arah yang positif.
Kanthi menyebut, perlu komitmen kuat dari semua anggota keluarga untuk menjalankan tiga hal tersebut secara terus-menerus. ”Perlu diingat, menjalankan kehidupan berkeluarga tidak semata-mata bermakna menikah, punya anak, dan mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan saja,” tuturnya.
Bisa jadi pelaku merasakan ada komunikasi yang terputus. Oleh karena itu, dia menganggap tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalah selain dengan membunuh. (Hibnu Nugroho)