Daya Beli Masyarakat Rendah, Pedagang Berharap Harga Kebutuhan Pokok Stabil Jelang Natal dan Tahun Baru
Pedagang pasar di Kupang berharap harga bahan pokok tetap stabil menjelang Natal dan Tahun Baru 2023. Harga saat ini saja masyarakat sulit menjangkaui, apalagi dinaikkan lagi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Daya beli masyarakat Kota Kupang di bawah standar, pedagang pasar dan konsumen pun berharap tidak terjadi kenaikan lagi menjelang Natal dan Tahun Baru kali ini meski harga beberapa bahan pokok sudah mulai naik. Kondisi harga sejumlah bahan kebutuhan pokoksaat ini sudah sulit dijangkau. Kelangkaan minyak tanah sejak dua pekan terakhir, pun makin memperburuk kehidupan warga.
Sejumlah pedagang yang ditemui di Pasar Naikoten, Kota Kupang, Senin (5/12/2022), menyebutkan belum terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok secara signifikan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) kali ini.
Tini Ndale (40), misalnya, mengatakan, harga relatif stabil, tetapi beberapa komoditas unggulan mulai sulit didapatkan, seperti beras.
Menurut dia, harga beras masih bisa dijangkau meski paling rendah Rp 10.000 per kg. Itu harga lama yang dipaksakan untuk tetap bertahan. Namun, pedagang makin sulit mendapatkan beras.
”Kami harap, pekan depan, pedagang secara mudah mendapatkan beras sehingga harga yang ada tetap bertahan,” kata pemilik kios Jaya Bersama ini.
Tini mengakui, dirinya mengikuti perkembangan harga di Pulau Jawa melalui media massa. Hampir semua komoditas pasar harganya bergerak naik. Akan tetapi, wilayah di luar Jawa, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), harganya masih stabil. Stok bahan pokok yang ada, stok lama. Jika di Pulau Jawa harganya sudah bergerak naik, di daerah-daerah pun akan naik.
Pedagang pun mengakui dalam posisi serba salah. Mau menaikkan harga, tidak semua konsumen bisa berbelanja, tidak menahan harga punakan mengalami kerugian karena kenaikan itu terjadi dari distributor.
Daya beli rendah
”Yang berbelanja paling berpenghasilan tetap, seperti pegawai negeri sipil, pengusaha, dan karyawan swasta. Harga yang ada saat ini saja masyarakat sulit berbelanja. Daya beli masyarakat rendah. Mungkin terendah saat ini,” kata Tini.
Sejak Oktober-awal Desember 2022, hampir semua bahan kebutuhan pokok harganya relatif stabil. Selain beras, minyak goreng pun demikian.
Garga minyak goreng merek Masku, misalnya, Rp 38.000 per 2 liter, dan merek Sania Rp 18.000 per liter.Tepung terigu harganya berkisar Rp 17.000-Rp 30.000 per kg. Hari-hari biasa, terigu jarang diminati, tetapi mendekati Nataru pasti diminati konsumen.
Harga bumbu dapur pun relatif stabil. Bawang putih harganya Rp 30.000 per kg, bawang merah Rp35.000 per kg, jahe Rp 75.000 per kg, merica Rp 20.000 per ons,jinten Rp 25.000 per ons, dan pala 1 biji Rp 5.000. Hampir semua jenis bumbu dapur ini didatangkan dari luar NTT.
Hanya bawang merah bisa diproduksi di sejumlah daerah, tetapi terbatas. Kabupaten Malaka, misalnya, petanisempat memproduksi bawang merah sampai 110 ton tahun 2018.
Sebanyak 45 ton di antaranya diekspor ke Timor Leste. Namun, ketika anggaran pengadaan bibit bawang merah senilai Rp 10 miliar dikorup, budidaya bawang pun hilang bersama lenyapnya kasus korupsi tersebut.
”Informasi dari distributor, kenaikan itu terjadi karena stok dari sumber produksi menipis. Mestinya ketika stok cukup, hargaturun. Tetapi, malah harga terus naik. Setelah hari raya Natal dan Tahun Baru, mestinya harga tetap, bukan malah naik,” katanya.
Jika diJawa harga bahan kebutuhan pokok naik, di Kota Kupang pun dalam waktu dekat harganya akan naik. Kenaikan itu sulit dihindari karena bermula dari pusat produksi.
Dikhawatirkan, daya beli masyarakat kian terpuruk. Saat ini saja ibu-ibu rumah tangga yang datang belanja tidak dalam jumlah besar. Mereka hanya mampu berbelanja 1kg beras Rp 10.000, gula pasir 1 kg Rp 15.000, sayur sawi satu ikat sekitar 5 ons dihargai Rp 5.000. Ada pula yang hanya belanja 2 butir telur senilai Rp 3.000,1 potong tempe Rp 5.000, dan beras 0,5 kg senilai Rp 5.000.
”Saat saya ajak bicara, mereka bilang punya anak lima, ada yang tujuh. Kalau belanja seperti itu, siapa yang makan dan siapa tidak. Itu yang saya lihat, dan sebagian saya layani selama ini,” kata Matilde.
Beda dengan pejabat atau orang berduit. Mereka belanja dalam jumlah besar. Daging ayam, daging sapi, babi, dan ikan. Beras pun 2-3 karung masing-masing 20 kg.
Informasi dari distributor, kenaikan itu terjadi karena stok dari sumber produksi menipis.
Halimah (45), pedagang telur di Pasar Oebobo, Kota Kupang, menyebutkan, harga telur mulai naik. Itu terjadi dari tingkat distributor. Sebelumnya, enam papan telur masing-masing 30 butir dijual ke pedagang Rp 310.000, kini naik menjadi Rp 355.000. Pedagang menjual di tingkat konsumen dengan harga Rp 68.000-Rp 70.000 per30 butir.
Agustina Nogo (49), warga kelurahan Kolhua, Kota Kupang, berharap harga bahan pokok tidak naik lagi. Jika harga barang terus bergerak naik, sementara penghasilan suaminya sebagai tukang bangunan tidak pernah naik, ia kesulitan mengatur keuangan rumah tangga.
Dia mempertanyakan terkait setiap hari raya datang, harga barang-barang selalu naik. Kondisi ekonomi seperti sekarang, dengan daya beli masyarakat yang terus merosot, tidak sewajarnya menaikkan harga barang.
”Saya pikir, kuncinya ada di pemerintah. Jika pemerintah tegas, pengusaha dan pedagang pun tidak memanfaatkan kesempatan dalam kesulitan ini,” kata lulusan Fakultas Ekonomi Undana Kupang ini.
Pedagang di pasar Oebobo juga mengeluhkan kesulitan mendapatkan minyak tanah dalam dua pekan terakhir. Mince Maran (37), misalnya, mengatakan, pihaknya selama ini menyediakan minyak tanah di kiosnyasampai 50 jeriken, masing-masing 5 liter. Kini, satu jeriken pun tidak tersedia.
”Informasi di media lokal tiga hari lalu, pemerintah sudah mencukupi minyak tanah, tetapi kami masih kesulitan mendapatkannya,” kata Maran.
Jika pengecer saja kesulitan mendapatkan minyak tanah, apalagi kunsumen. Informasi itu menyebutkan, setiap kepala keluarga hanya bisa membeli 1 jeriken atau 5 liter minyak tanah.