Minyak Goreng Mahal, Satu Seloki untuk Goreng Beberapa Kali
Sebelum dan sesudah kebijakan minyak goreng satu harga, harga minyak goreng kemasan di Nusa Tenggara Timur sudah mahal. Dengan kisaran harga Rp 20.000–Rp 25.000 per liter, warga sudah terbiasa mengirit penggunaannya.
Ny Elisabeth Seno (54) sedang menunjukkan minyak goreng kemasan merek Selfie di kios bahan pokok miliknya di Pasar Naikoten, Kupang, Senin (28/3/2022). Minyak goreng kemasan 1 liter dijual Rp 25.000 per kemasan, 2 liter Rp 50.000 per kemasan, dan jeriken 5 liter Rp 135.000 per jeriken untuk semua merek.
Sebelum kebijakan mengenai minyak goreng satu harga diterapkan, pedagang sudah mendatangkan minyak goreng kemasan ke kios-kios milik mereka. Minyak itu dibeli dengan harga Rp 20.000–Rp 25.000 per liter. Mereka terpaksa menyimpan minyak goreng itu di kios masing-masing dan baru dikeluarkan setelah pemerintah kembali mencabut kebijakan satu harga, yakni Rp 14.000 per liter. Namun, harga minyak goreng masih mahal, yakni Rp 25.000 per liter.
Elisabeth Seno (54), perempuan asal Toraja, Sulawesi Selatan, yang menikah dengan pria Sabu, Nusa Tenggara Timur, itu sedang merapikan barang dagangan di kios ”Pasti Jaya”, di Pasar Naikoten Kupang, Senin (28/3/2022). Minyak goreng kemasan diletakkan paling depan, dekat jalan. Minyak goreng ukuran 250 mililiter dijual Rp 10.000 per botol, 1 liter Rp 25.000 per kemasan, 2 liter Rp 55.000 per kemasan, dan Rp 135.000 per jeriken isi 5 liter. Harga ini berlaku untuk semua merek.
Saat ditanya soal kelangkaan minyak goreng saat ini, perempuan tiga anak ini begitu kecewa. Ia menilai pemerintah terlalu mengintervensi soal harga pasar.Dengan nada tinggi, ia menekankan, mekanisme pasar tidak bisa diatur pemerintah, apalagi dengan ancaman tidak menerbitkan isin usaha bagi pedagang jika minyak goreng itu tidak dijual dengan harga Rp 14.000 per liter. ”Kok sampai ancam segala. Mereka paham mekanisme pasar atau tidak,” katanya.
Menghindari kerugian yang besar, Seno terpaksa menyimpan sekitar 100 kemasan minyak goreng berbagai merek di kios itu sejak 27 Februari 2022. Ia mengaku, minyak goreng berbagai merek itu dibeli dengan harga bervariasi, Rp 25.000–Rp 30.000 per kemasan, masing-masing 2 liter. Sementara minyak goreng 1 liter dibeli dengan harga Rp 17.000–Rp 22.000 per kemasan.
”Coba tanya semua pedagang minyak goreng di kios-kios di pasar ini. Mereka tidak mau rugi. Tidakmungkin, minyak goreng yang tadinya kami beli dengan harga Rp 20.000 per liter dijual dengan Rp 14.000 ke konsumen. Siapa yang mau tanggung kerugian itu,” kata Seno.
Baca juga : Stok Minyak Goreng Mulai Langka di Kota Kupang
Kebijakan itu mestinya diawali dengan survei langsung di lapangan, bertemu dengan pedagang dan pengusaha. Keberadaan minyak goreng di tangan konsumen tidak serta merta begitu saja. CPO (minyak kelapa sawit mentah) menjadi minyak goreng membutuhkan proses panjang dan butuh biaya besar. Harga minyak goreng yang berlaku di pasar sebelum kebijakan satu harga diturunkan sudah diperhitungkan biaya dari hulu sampai hilir.
Karena itu, lulusan diploma tiga Akuntansi Kupang ini meminta pemerintah agar tidak perlu intervensi soal harga minyak goreng. Pengusaha telah berjuang dengan susah payah menghadirkan miyak goreng di pasar. Itu perlu disyukuri.
”Sekitar 15 Maret 2022, pemerintah mencabut kebijakan minyak goreng satu harga. Saya dan teman-teman pedagang kios di pasar ini pun mengeluarkan minyak goreng kemasan yang kami simpan di kios masing-masing. Namun, saya pajang beberapa kemasan saja karena konsumen tidak mungkin belanja semua. Juga untuk menghindari kelangkaan minyak goreng di kios ini selama stok dari Jawa belum tiba di Kupang,” tutur Seno.
Ia pun mengaku tertawa ria saat mengikuti berita di media televisi. ”Ketika pemerintah memberlakukan satu harga, minyak goreng mendadak hilang di pasaran. Setelah kebijakan itu dicabut, migor pun memenuhi kios-kios,” ujarnya. Seno menyebutkan, informasi di media televisi itu sesuai dengan apa yang dilakukan para pedagang di pasar-pasar. Mungkin sikap pedagang itu terjadi di seluruh provinsi, bahkan se-Indonesia.
Baca juga: Stabil, Harga Bahan Pokok di Kota Kupang
Pedagang lain, Ny Halimah (45), asal Bone, Sulawesi Selatan, di Pasar Tradisional Oeba, Kupang, mengatakan, jika harga Rp 14.000 itu berlaku di Indonesia timur bisa dibenarkan karena daya beli masyarakat di wilayah itu masih rendah. Namun, pemerintah perlu subsidi sehingga pengusaha tidak rugi.
”Itu bisa diatur, jenis minyak goreng mana yang diprioritaskan untuk wilayah Indonesia timur yang disubsidi. Tetapi, perlu pengawasan sehingga tidak disalahgunakan,” kata Halimah.
Satu botol ini bisa pakai satu pekan. Minyak goreng masih mahal, biar satu seloki (satu gelas) dipakai goreng beberapa kali.
Kelangkaan minyak goreng terjadi lebih dari satu bulan terakhir akibat dari penyimpanan oleh pedagang dan pengusaha. Minyak goreng itu diadakan sebelum pemerintah menetapkan satu harga di seluruh provinsi. Mereka tidak mau rugi besar hanya demi menaati kebijakan satu harga.
”Saya heran, polisi mendatangi kios-kios dan gudang milik pengusaha kemudian menggerebek mingak goreng di situ dengan alasan menimbun minyak goreng. Apa hubungannya, kecuali itu minyak goreng subsidi. Syukur, kami masih menyediakan minyak goreng melayani masyarakat,” tutur Halimah.
Halimah juga kecewa dengan pernyataan Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kota Kupang bahwa ada sekitar 50.000 liter minyak goreng curah tersebar di pasar-pasar di Kota Kupang. Pernyataan itu hanya hitungan di atas meja. Sebab, sudah hampir dua tahun terakhir minyak goreng curah tidak ditemukan di pasar-pasar tradisional di Kupang.
Baca juga: Elpiji 12 Kg Tembus Angka Rp 265.000 Per Tabung, Warga Beralih ke Minyak Tanah
Ia mengatakan, pekan lalu anggota staf Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi memasang spanduk berisikan ”Minyak goreng curah Rp 14.000 atau Rp 15.000 per liter. Di mana minyak goreng itu. Pasang spanduk itu hanya khayalan saja. Sengaja dipajang, difoto untuk laporan ke pusat,” tuturnya.
Mengapa pemda tidak bertanya langsung kepada pedagang soal ketersediaan minyak goreng curah. ”Lho, Presiden saja jauh-jauh di Jakarta masih sempatkan waktu bertemu pedagang, menanyakan harga barang. Kok, pemda di sini, tidak pernah bertemu dengan pedagang, menampung aspirasi soal kelangkaan minyak goreng, dan kenaikan sejumlah harga bahan pokok akhir-akhir ini,” kata ibu tiga anak ini.
Ia mempertanyakan data soal minyak goreng curah ribuan liter yang dirilis pemda ke media massa. ”Saya baca di media online informasi soal minyak goreng curah itu. Mereka bilang ada sekitar 50.000 liter minyak goreng curah di pasar-pasar di kota ini, dijual dengan harga Rp 14.000 per liter. Itu tidak benar. Kalau ada minyak goreng curah, saya juga mau beli,” ujar istri Daeng Umar ini.
Ia membantah minyak goreng curah ditimbun karena produk jenis itu pun jarang diminati konsumen di Kupang. Tidak ada aksi borong minyak goreng dalam jumlah besar di Kupang seperti daerah lain. Biasanya, pedagang gorengan lebih banyak membutuhkan minyak goreng, tetapi mereka pun memilih yang kemasan. Hal ini dilakukan karena menggunakan minyak goreng curah membuat gorengan mereka tidak diminati konsumen.
Baca juga: Presiden Jokowi Akhirnya Tahu Beragam Harga Komoditas di Kota Kupang
Selain minyak goreng, tidak ada kenaikan harga bahan pokok lain yang signifikan. Harga beras masih stabil, yakni dari Rp 9.500 per kg-Rp 12.000 per kg, gula pasir Rp 15.000 per kg, tepung terigu Rp 13.000 per kg, dan minyak tanah Rp 5.000 per liter.
Harga-harga ini diprediksi mengalami kenaikan pekan depan, menjelang bulan suci Ramadhan.
”Tadi sales gula pasir, misalnya, sudah beri informasi, harga gula pasir sebelumnya Rp 645.000 per karung, 50 kg, naik menjadi Rp 687.000 per karung. Kita lihat saja, apakah kami masih bisa jual dengan harga Rp 15.000 per kg, atau harus naik,” kata Halimah.
Kenaikan itu bersumber dari Pulau Jawa, tempat banyak produk bahan pokok berasal. Jika di Jawa tidak menaikkan harga, pedagang di daerah seperti Kota Kupang pun tidak. Tidak banyak konsumen di Kupang atau NTT merayakan Ramadhan. Menaikkan harga pun tidak membawa manfaat bagi pedagang.
Harga itu naik kalau permintaan meningkat. Jika tidak ada permintaan, mengapa menaikkan harga. Tidak menaikkan harga pun barang jarang diminati konsumen. Daya beli rendah, sejumlah barang kedaluwarsa sehingga terpaksa dibuang, sepertisusu cair kental manis kalengan, tepung terigu, dan margarin.
Baca juga: Kebun Pisang di Lahan Kering di Pulau Timor
Gabriela Mangge (51), warga Liliba Kota Kupang, penjual gorengan, ditemui saat mencari minyak goreng di Pasar Penfui, Kupang, mengatakan, ia telah keliling lima pasar tradisional di Kupang, tetapi tidak menemukan minyak goreng murah. ”Harga masih tinggi, yakni Rp 20.000 per liter meski pemerintah sudah mencabut ketentuan satu harga itu. Saya cari minyak goreng curah Rp 14.000 per liter itu, tetapi tidak dapat,” kata Mangge.
Ia mengaku sudah hampir tiga pekan tidak menjual gorengan karena kesulitan mendapatkan minyak goreng murah. Ia pun tidak berani menaikkan harga gorengan karena bakal tidak diminati konsumen. ”Lebih baik beta istiharat jualan,” katanya.
Ny Hilaria Ose (43), ibu rumah tangga, mengatakan hanya mampu membeli minyak goreng ukuran 250 ml dalam kemasan botol dengan harga Rp 15.000 per botol. ”Satu botol ini bisa pakai satu pekan. Minyak goreng masih mahal, biar satu seloki (satu gelas) dipakai goreng beberapa kali,” kata Ose.