Proyek peningkatan fasilitas air bersih di desa transmigran di Kabupaten Lamandau, Kalteng, dibuat asal-asalan hingga bendungan jebol. Kejaksaan Negeri Lamandau memulai penyelidikan dugaan korupsi dalam proyek tersebut.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
NANGA BULIK, KOMPAS — Kejaksaan Negeri Lamandau, Kalimantan Tengah, menyelidiki kasus dugaan korupsi peningkatan fasilitas air minum bersih di desa transmigran di kabupaten tersebut. Kejaksaan menilai pembangunan fasilitas itu dibuat asal-asalan. Bahkan, bendungan yang merupakan bagian dari fasilitas itu sudah jebol dan tak bisa digunakan.
Proyek peningkatan fasilitas sumber air bersih (SAB) itu dilaksanakan di Desa Kahingai, Kecamatan Belantikan Raya, Lamandau, pada 2021. Kejaksaan melakukan gelar perkara dan memulai penyelidikan atas dugaan korupsi setelah melihat proyek yang dinilai dibuat asal-asalan sehingga tidak ada manfaat untuk masyarakat di desa tersebut.
”Proyek itu dikerjakan tidak sesuai adendum kontrak yang berlaku sehingga bendungan jebol dan rusak. Sampai saat ini, bendungan yang ada tidak bisa berfungsi,” ucap Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lamandau Yudi Adiananto, Kamis (1/12/2022).
Yudo menjelaskan, pihaknya telah mengumpulkan data dan melakukan pemeriksaan kepada sejumlah pihak. Setidaknya terdapat 40 orang yang diperiksa sebagai saksi dalam perkara tersebut, mulai dari kontraktor, konsultan pengawas, pejabat dari instansi terkait, hingga warga sekitar.
”Dari hasil penyelidikan lapangan, kami telah melakukan gelar perkara atau ekspose terkait dugaan tindak pidana korupsi dari pembangunan proyek tersebut,” kata Yudo.
Dari hasil gelar perkara, kata Yudo, kejaksaan menemukan bukti awal yang cukup dengan indikasi korupsi pada proyek SAB tersebut. Meski demikian, kejaksaan belum menetapkan tersangka dalam perkara tersebut.
Yudo menambahkan, kejaksaan sedang mendalami modus operasi dari pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Dia menyebut, terdapat pihak yang tidak melaksanakan pembangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga menyebabkan kerugian negara.
”Saat ini, penyelidikan yang dilakukan masih bersifat umum. Setelah terkumpul minimal dua alat bukti, kami akan segera munculkan nama tersangkanya,” ucapnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Lamandau Hendra Jaya Atmaja dalam pernyataan resmi melalui rilis mengungkapkan, setelah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, pihaknya menerima pengembalian uang terkait proyek tersebut dengan jumlah total Rp 754.324.000. Uang itu terdiri dari Rp 714.340.000 yang dikembalikan oleh kontraktor pelaksana dan Rp 39.984.000 dari konsultan pengawas.
Pengembalian uang tersebut dilakukan untuk pemulihan kerugian negara. Mereka yang menyerahkan uang tersebut, antara lain, adalah kontraktor pelaksana dengan inisial GJL dan konsultan pengawas dengan inisial AY. Meski begitu, proses penyelidikan tindak pidana korupsi tetap berjalan.
”Jika bukti sudah cukup, siapa saja dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana,” kata Hendra.
Proyek itu dikerjakan tidak sesuai adendum kontrak yang berlaku sehingga bendungan jebol dan rusak.
Desa Kahingai merupakan desa yang baru dibentuk tahun 2019. Baru empat tahun desa ini dibangun dan sudah diisi oleh setidaknya 100 keluarga asal Jawa Tengah. Kawasan itu kemudian disebut Satuan Permukiman Transmigrasi Desa Kahingai. Oleh karena itu, kebutuhan air bersih dan listrik sangat vital.
Salah satu tujuan dibentuknya desa ini adalah untuk mewujudkan program ketahanan pangan karena saat itu program food estate baru dimulai. Pembentukan desa baru itu dilakukan setelah moratorium transmigrasi dicabut Gubernur Kalteng Sugianto Sabran pada 2018.
Sebelumnya, moratorium transmigrasi diberlakukan pada 2013 dengan tujuan mengontrol program permukiman transmigrasi baru (Kompas, 12 Februari 2019).