Sirip dan Ekor Ikan Pari Dijual Tanpa Izin di Kaltara, Polisi Periksa Pedagang
Polisi mendapati pedagang ikan yang menjual tanpa izin sirip dan ekor ikan pari kering. Sebanyak 59 sirip dan 27 ekor pari kering diamankan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kepolisian Resor Bulungan, Kalimantan Utara, menangkap EW, seorang pedagang ikan yang juga menjual tanpa izin sirip dan ekor ikan pari kering. Penjual ikan tersebut diduga melanggar sejumlah aturan dalam pemanfaatan jenis ikan yang dilindungi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bulungan Inspektur Satu Muhammad Khomaini mengatakan, EW ditangkap di Tempat Penjualan Ikan (TPI) Jalan Pangkalan, RT 001 Desa Bunyu Selatan, Kecamatan Bunyu, Kabupaten Bulungan, Kaltara, Senin (28/11/2022). Polisi mendapati EW menjual puluhan sirip dan ekor ikan pari kering.
”EW tidak memiliki dokumen penjualan produk ikan yang dilindungi. Kami mengamankan 59 sirip dan 27 ekor pari,” ujar Khomaini saat dihubungi, Rabu (30/11/2022).
Dari pemeriksaan awal polisi, itu adalah bagian tubuh ikan pari lontar (Rhynchobatus australiae) dan ikan pari kikir (Glaucostegus thouin). Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, kedua satwa itu statusnya critically endangered atau sangat terancam punah.
Kepolisian saat ini masih memeriksa EW di Polres Bulungan untuk mengetahui rantai bisnis penjualan ikan yang dilindungi tersebut. Selain itu, kata Khomaini, pihaknya masih memastikan sudah berapa lama EW menjual bagian tubuh ikan pari itu dan dijual ke mana saja.
Harga bervariasi
Dari pemeriksaan awal, EW menjual sirip dan ekor ikan pari kering dengan harga bervariasi sesuai ukuran. Ia menjual dua bagian tubuh ikan itu di rentang harga Rp 10.000-Rp 90.000 dengan panjang 8-25 sentimeter.
Jika terbukti bersalah, EW terancam pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar. (Ronaldo Maradona)
Kepolisian juga berkoordinasi dengan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Kabupaten Bulungan untuk menggelar kasus dan menetapkan status tersangka EW.
Kapolres Bulungan Ajun Komisaris Besar Ronaldo Maradona mengatakan, EW diduga melanggar beberapa pasal. Pertama, EW diduga melanggar Pasal 92 jo Pasal 26 Ayat (1) UU No 45/2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31/2004 tentang Perikanan yang diubah dan ditambahkan dengan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja.
”Jika terbukti bersalah, EW terancam pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar,” kata Ronaldo.
Selain itu, EW juga diduga melanggar UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ia terancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Ikan pari menjadi salah satu komoditas perikanan yang punya nilai ekonomi tinggi, terutama pada bagian sirip. Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, bagian pari tersebut juga diminati pasar internasional.
Untuk melindunginya dari kepunahan, pemerintah punya serangkaian izin yang harus dimiliki bagi siapa pun yang mau berbisnis sirip dan ekor ikan pari.
Itu diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 61/2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang Tercantum dalam Appendiks CITES. CITES adalah Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora, perjanjian internasional mengenai perdagangan flora dan fauna agar tetap menjaga kelestariannya.