Penyintas gempa Cianjur masih ada yang menghuni tenda tak layak dan kekurangan air bersih serta fasilitas sanitasi memadai. Penyakit ISPA, diare, dan gastritis kini menjangkiti 2.791 warga terdampak bencana di sana.
CIANJUR, KOMPAS — Hingga hari keenam pascagempa, ada warga terdampak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengungsi di tenda tak layak, bahkan di kandang kambing. Sebagian penyintas tak memiliki akses ke air bersih dan sanitasi memadai. Akibatnya, ribuan korban bencana kini tertular berbagai penyakit.
Mimin (50), warga Kampung Sindangpalai RT 002 RW 002, Talaga, Cugenang, Cianjur, Sabtu (26/11/2022), menceritakan anaknya, Najla Jamila (11), gatal-gatal. Najla menunjukkan punggung tangannya yang terdapat titik-titik putih. Sesekali, anak perempuan itu juga batuk-batuk.
”Ketika malam, gatal ini semakin parah. Najla bahkan menggaruknya hingga berdarah. Kata sukarelawan kesehatan kemarin, ini bukan alergi,” kata Mimin.
Tim sukarelawan kesehatan sudah mengecek kondisi Najla di pengungsian. Petugas mengatakan, mereka belum memiliki obat untuk Najla dan akan dicarikan dulu.
Sanitasi buruk di antaranya dihadapi Muhaimin (50), warga RT 003 RW 004, Gasol, Cugenang. Toilet sementara di dekat tendanya hanya untuk mandi. ”Kalau mau buang air besar di sawah,” katanya.
Ivan Susanto (37) di Kampung Garogol, Cibulakan, Cugenang, kini menggunakan air PAM yang bocor dan tergenang di lubang aspal jalan untuk mandi sehari-hari.
”Setiap hari saya dan enam saudara bertahan dengan ini. Perempuan dan anak-anak di pengungsian, kerabat laki-laki di sini untuk membereskan rumah yang roboh,” katanya sambil mengumpulkan air di kubangan aspal kemarin.
Seadanya
Sebagian pengungsi terpaksa membangun tenda ala kadarnya. Di tanah lapang seluas 10 meter x 25 meter, tenda darurat warga RT 002 dan RT 004 RW 006, Desa Pakuon, Sukaresmi, didirikan.
Sekitar 500 orang tersebar di tenda-tenda yang cukup berdekatan di tanah lapang itu. Beberapa tenda berukuran 2 meter x 2,5 meter dibangun di atas tanah memanfaatkan terpal dan plastik. Satu pengungsian utama beratap plastik berdiri di atas kebun warga.
”Kalau nyuci-nyuci atau mandi, di kali,” kata Imas Nurhasanah (38), salah satu warga terdampak, kemarin.
Sungai kecil yang dimaksud berjarak sekitar 50 meter dari posko darurat warga. Arusnya yang tak cukup deras dimanfaatkan untuk mandi, cuci, ataupun buang hajat di antara sampah yang mengambang.
Kondisi tidak laik ditemukan pula di sejumlah posko mandiri milik warga di RT 003. Nur Nurijah (38) beserta 14 kerabat, misalnya, memanfaatkan kandang kambing untuk hunian sementara. ”Untungnya majikan yang menawarkan (kandang kambing) ini,” kata Nur.
Di atas lantai papan setinggi sekitar 40 sentimeter berukuran 5 meter x 2 meter itu, keluarga Nur tidur serta beraktivitas berhadapan dengan enam kambing.
Sukarelawan kesehatan
Dinas Kesehatan Cianjur mencatat 2.791 korban gempa kini terjangkit penyakit. ”Hingga saat ini 1.576 warga di pengungsian mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), 902 warga gastritis, dan 313 warga diare. Data ini dihimpun dari 12 kecamatan terdampak gempa Cianjur,” ujar Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur Isman Faisal.
Ia menyebutkan, penyakit-penyakit ini sering terjadi di pengungsian, utamanya pada kondisi lingkungan yang tidak bersih. Mayoritas juga terjadi pada anak-anak.
Dokter TNI AL, Ady Prasojo, juga rata-rata menangani pengungsi yang demam, batuk, diare, flu, lemas, dan mag. Penyakit tersebut terjadi akibat faktor cuaca, pola makan, makanan yang dikonsumsi, dan kurang istirahat.
Merespons hal ini, tim kluster kesehatan penanganan gempa menerjunkan 300 sukarelawan kesehatan, terdiri dari dokter umum, ahli gizi, bidan, dan dokter ortopedi.
Isman mengatakan, hingga saat ini ada 500 posko pengungsian. Untuk menutupi kekurangan sukarelawan, pihaknya memprioritaskan wilayah paling terdampak dengan jumlah pengungsi paling banyak.
Apabila tidak bisa identifikasi sidik jari atau gigi, kami memeriksa DNA. Sampelnya orangtua dan anak korban.
Sulit dikenali
Di luar masalah di pengungsian, pencarian korban hilang di Cianjur juga terkendala.
”Di awal, (jenazah) bisa (diidentifikasi) lewat visual karena tampak jelas. Ini (sekarang) mulai rusak sehingga akan mengarah pada tool (alat) yang lebih kompleks, seperti tes DNA yang butuh waktu, dana, dan sebagainya,” ungkap Kepala Biro Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigadir Jenderal (Pol) Nyoman Eddy di Cianjur.
Eddy mengimbau warga yang masih mencari anggota keluarga membawa data antemortem (sebelum kematian) ke Rumah Sakit Umum Daerah Sayang, Cianjur. Foto terakhir, terutama yang menunjukkan gigi, catatan medis jika korban pernah berobat ke dokter gigi, hingga rekam sidik jari di dokumen diminta dibawa serta.
”Apabila tidak bisa identifikasi sidik jari atau gigi, kami memeriksa DNA. Sampelnya orangtua dan anak korban,” ujarnya.
Kini tercatat ada 158 kantong jenazah korban gempa yang diidentifikasi. Sebanyak 134 jenazah sudah dikenali, yaitu 92 orang dewasa, 27 anak balita, dan 15 anak-anak.
Secara umum, Deputi III Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Mayor Jenderal Fajar Setyawan melaporkan jumlah korban meninggal akibat gempa menjadi 318 orang dan 14 orang masih hilang. Total ada 73.525 pengungsi di 16 kecamatan.
Pengamat Meteorologi Muda Subkoordinator Bidang Layanan Informasi Seismologi Teknik dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sigit Purnomo dalam jumpa pers melalui akun Youtube BNPB, Sabtu (26/11/2022), mengimbau petugas dan warga di lokasi bencana waspada karena hujan diprediksi akan terjadi selama tiga hari ke depan. Hujan dapat memicu longsor.