Setelah menjalani masa perawatan, Bestie kini memiliki berat badan 80 kilogram, naik 15 kilogram dibandingkan dengan saat pertama ditangkap.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BLANGKEJEREN, KOMPAS — Bestie, seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dari Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang sempat ”ditangkap” karena kerap terlibat konflik dengan manusia kini dilepaskan kembali ke alam. Dia dilepasliarkan ke rumah besar satwa lindung, yakni Taman Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Gayo Lues, Aceh, Jumat (25/11/2022).
Setelah pintu kandang besi dibuka, Bestie keluar dengan langkah mantap. Tidak terlihat keraguan meski berada di ”rumah” baru. Dalam hitungan menit, ”Si Raja Hutan” itu hilang ditelan ilalang.
Pelepasliaran Bestie dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di isu konservasi.
Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dipilih sebagai lokasi pelepasliaran dengan anggapan pakan alami untuk satwa pemangsa itu masih tersedia, seperti kambing hutan, rusa, kijang, dan babi hutan.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara Rudianto Saragih Napitu mengatakan, TNGL merupakan habitat harimau sehingga Bestie tidak akan sulit beradaptasi.
Warga melaporkan keberadaan Bestie kepada petugas lantaran kerap berinteraksi negatif. Ternak milik warga menjadi sasaran mangsa. Bestie dipancing untuk masuk ke kandang jebak.
Bestie ditangkap pada 31 Agustus 2022 di Desa Halaban, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. Saat pertama ditangkap, Bestie memiliki berat badan 65 kilogram serta detak jantung, pernapasan, dan suhu tubuh normal. Namun, ada luka pada ekor dalam penyembuhan.
Sebelum dilepaskan ke habitat, harimau itu harus diobservasi hingga diputuskan siap untuk dilepasliarkan. Persiapan pelepasliaran dilakukan di Sanctuary Harimau Sumatera di Barumun, Kabupaten Padang Lawas Utara.
Setelah menjalani masa perawatan, Bestie kini memiliki berat badan 80 kilogram, naik 15 kilogram dibandingkan dengan saat pertama ditangkap. ”Luka ekor sudah sembuh dan secara keseluruhan kondisi dalam keadaan sehat dan layak untuk dilepasliarkan,” kata Rudianto.
Lokasi Bestie dilepasliarkan merupakan zona inti Taman Nasional Gunung Leuser. Leuser merupakan habitat banyak satwa lindung, empat di antaranya gajah sumatera, orangutan sumatera, badak sumatera, dan harimau sumatera.
Namun, populasi empat satwa kunci itu menyusut drastis. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukkan harimau dalam kelompok satwa yang kritis atau selangkah lagi menuju kepunahan. Populasinya diperkirakan 500-600 ekor yang tersebar di hutan-hutan Pulau Sumatera.
”Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selalu berkomitmen untuk menyelamatkan satwa lindung yang terancam punah,” kata Rudianto.
Dari semua kasus perburuan, perkara perburuan dan perdagangan harimau paling banyak.
Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Blangkejeren Bidang Pengelolaan Taman Nasional (BPTN) Wilayah II Kutacane Ali Sadikin menuturkan, setelah pelepasliaran harimau tersebut ke kawasan TNGL, pihaknya akan memantau untuk memastikan tidak menjadi sasaran perburuan.
”Kami akan melakukan pemantauan melalui pemasangan kamera trap dan patroli sapu jerat di sekitar lokasi lepas liar Bestie,” kata Ali.
Perburuan menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap keberlangsungan hidup harimau sumatera. Berdasarkan data dari Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK), lembaga konsentrasi pada penegakan hukum kasus lingkungan, sejak 2019 hingga 2022, 19 harimau sumatera mati, sebagian besar karena perburuan.
Manajer Program LSGK Missi Muizzan mengatakan, sejak 2019 hingga 2022 ada kecenderungan kasus perburuan dan perdagangan naik. Misalnya, pada 2019 kasus yang ditangani 10 kasus, naik menjadi 11 kasus pada 2020. Setahun kemudian, 2021 naik menjadi 15 kasus.
”Dari semua kasus perburuan, perkara perburuan dan perdagangan harimau paling banyak,” kata Missi.