Lahan Terbatas, Warga Cianjur Dirikan Tenda Darurat di Area Pekuburan
Terbatasnya lahan membuat warga tidak memiliki banyak pilihan untuk mendirikan tenda darurat. Mereka pun terpaksa berbagi dengan makam pekuburan agar bisa mendirikan tempat tinggal darurat dan menunggu bantuan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Beberapa tenda darurat yang dibangun mandiri oleh warga terdampak gempa masih berdiri di tengah area pekuburan Kampung Rawacina, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Para pengungsi ini membutuhkan obat-obatan, listrik, hingga selimut beserta alas tidur yang hangat.
Yadin (60), warga RT 002 RW 016 Kampung Rawacina, tidur di tenda darurat selama dua malam terakhir. Tenda itu dia bangun sendiri. Rumahnya ambruk akibat gempa yang melanda sebagian Cianjur pada Senin (21/11/2022) dengan kekuatan M 5,6.
Di tenda terpal biru berukuran sekitar 5 meter x 5 meter, Yadin bersama 15 pengungsi lainnya berbagi tempat tidur. Sebagian tenda telah terisi tumpukan barang yang masih bisa diselamatkan. Mereka tidur beralaskan karpet yang telah bercampur dengan lumpur dan debu. Mereka tidur bersebelahan dengan beberapa makam.
”Ini terpal kami beli sendiri setelah gempa. Di sini ada tiga keluarga dan kami masih saudara. Kasihan anak-anak. Kalau malam mereka kedinginan karena tidur di tenda dan alas masih karpet yang kami ambil dari rumah. Sudah tidak ada area terbuka lain, jadi kami terpaksa di tengah kuburan,” ujarnya saat ditemui di tenda darurat, Rabu (23/11/2022) siang.
Kondisi di tenda semakin sulit dihadapi oleh Yadin dan yang lainnya saat hujan deras dan angin kencang. Posisi tenda juga hanya terpaut sekitar 4 meter dari bangunan yang hampir roboh sehingga setiap getaran gempa membuat mereka khawatir tertimpa reruntuhan.
Karena itu, Yadin berharap bantuan yang datang tidak hanya makanan instan dan minuman saja. Mereka juga membutuhkan penerangan seperti lampu darurat, obat-obatan untuk anak, hingga selimut dan alas tidur.
”Yang belum sampai ke kami itu obat-obatan untuk anak dan alas tidur yang membuat kami hangat. Kalau begini terus, saya khawatir anak-anak sakit. Saya tidak tahu harus tinggal di mana lagi,” ujarnya.
Beberapa saudara Yadin juga telah mengajaknya untuk tinggal bersama mereka. Namun, dia tidak memilih itu karena ada banyak barang yang belum diambil. Akta kelahiran, ijazah-ijazah, dan kartu keluarga miliknya masih tertimbun di puing-puing reruntuhan.
Omay (53), ketua RT 002 Kampung Rawacina, mengatakan, kondisi seperti Yadin juga dialami puluhan orang lainnya. Di kawasan tersebut, terdapat sekitar 50 orang yang memilih bertahan di dekat reruntuhan rumah mereka.
Selain itu, di tenda-tenda darurat ini masih belum ada dapur lapangan. Omay mengatakan, masyarakat di sana masih mengandalkan makanan instan sehingga dia berharap bantuan makanan bergizi, terutama untuk anak-anak.
Meskipun sekarang anak-anak masih sehat, nanti akan jadi lebih sulit kalau mereka mulai sakit.
”Di sini ada 163 jiwa yang terdampak. Sebagian sudah mengungsi di rumah keluarga mereka, tapi masih ada sekitar 50 orang di sini,” ucap Omay.
Dia pun berharap ada bantuan datang, terutama obat-obatan. ”Meskipun sekarang anak-anak masih sehat, nanti akan jadi lebih sulit kalau mereka mulai sakit,” ujarnya.
Para pengungsi masih tersebar di berbagai titik di 15 kecamatan yang mencapai 61.908 jiwa. Sementara itu, hingga Rabu sore, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan, korban jiwa akibat gempa mencapai 271 jiwa.
”Kami juga membantu para pengungsi untuk mendapatkan tenda yang lebih baik. Agar bantuan terdistribusi dengan baik, pelaporan dilakukan berjenjang. Jadi, setiap pagi setiap camat diharapkan bisa memberikan informasi kebutuhan logistiknya,” kata Suharyanto.