Hasi Riset Terkait SDA NTT harus Bermanfaat bagi Kesejahteraan Masyararakat
Hasil riset soal sumber daya alam NTT harus bisa bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Jangan disimpan di dalam laci atau perpustakaan kampus.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Hasil riset mestinya memberi dampak bagi kesejahteraan masyarakat di Nusa Tenggara Timur. Setiap daerah memiliki potensi sumber daya alam yang perlu diungkap dan dipahami masyarakat. Apalagi, riset itu menelan biaya yang tidak sedikit sehingga pemerintah daerah perlu terbuka menerima hasil penelitian dari perguruan tinggi.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat, saat melantik pengurus Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) NTT periode 2022-2025 di Kupang, Rabu (23/11/2022), mengatakan, peradaban sebuah daerah bisa maju karena kehadiran periset. Melalui riset, masyarakat tahu dan paham mengenai segala sesuatu yang ada di daerah ini.
”Tetapi, hasil riset harus bisa bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Itu, tidak bisa disembunyikan di laci meja atau di perpustakaan kampus. Biaya sebuah riset cukup mahal, maka hasil riset itu harus bisa didayagunakan bagi kepentingan masyarakat, apalagi riset itu sesuai dengan potensi daerah ini,” kata Laiskodat.
Periset harus inovatif dan kreatif agar hasil ide, gagasan, dan risetnya dapat berguna dan memberi dampak positif bagi peningkatan pembangunan ekonomi di daerah itu.
Hasil temuan periset itu mestinya dijelaskan kepada masyarakat secara rincisampai masyarakat paham sehingga dapat diaplikasikan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu kendala di NTT menurut Laiskodat adalah banyak orang pintar yang bisa membaca, menulis, dan mengerti, tetapi tidak bisa bekerja sesuai dengan hasil penelitian dan riset yang diraih itu.
Saat ini yang dibutuhkan di daerah itu adalah implementasi dari ilmu yang dipelajari. Selain itu, banyak juga orang NTT lulus dengan menyandang status yang terbaik.
Banyak sektor belum digali atau diungkap melalui riset. Pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, dan industr kerajinan. Jika sektor ini diriset dengan baik, provinsi dengan penduduk 5,4 juta jiwa ini bisa keluar dari kemiskinan dan persoalan kemanusiaan lainnya. Daerah ini bisa bersaing dengan provinsi lain.
Beretika dan profesional
Ketua Umum PPI Syahrir Ika berharap pengurus baru PPI NTT bisa menghasilkan periset Indonesia yang beretika, profesional, berdaya saing global, dan mendukung kemajuan dan kemandirian bangsa, khususnya berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat setempat.
Pengurus periset NTT bisa bekerja sama dengan Pemprov NTT di semua bidang sehingga semua kegiatan dipermudah dan bisa menghasilkan sesuatu bagi daerah ini.
”Saya tunggu karya-karya besar dari para periset NTT untuk NTT dan Indonesia,” katanya.
Menurut Syahrir, PPI sebelumnya disebut himpunan peneliti Indonesia (Hipenindo). Setelah era Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terbentuk Hipenindo berubah menjadi PPI. PPI bermitra dengan BRIN dalam menegakkan kode etik dan kode perilakuperiset.
PPI kemudian memperjuangkan terpenuhnya kesejahteraan perlindungan hukum dan HAM, dan hak intelektualis bagi periset, terkait tugas-tugas penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan hasil riset.
Seekor binatang Komodo di dalam kawasan TN Komodo tepatnya di Pulau Rinca. Komodo perlu dilakukan riset atau penelitian lebih lanjut terkait sejumlah penataan di dalam habitat Komodo. Dinas Pariwisata Labuan Bajo.
Dosen Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Nyoman Mahayasa mengatakan, perguruan tinggi telah menghasilkan sejumlah hasil penelitian yang sesuai kebutuhan masyarakat NTT. Akan tetapi, pemda tidak ingin mendukung dan memanfaatkan hasil-hasil penelitian itu. Peneliti Undana, misalnya, telah melakukan riset dan temuan soal lontar.
Menurut dia, dirinya sudah membuat riset soal buah lontar yang bisa diproses menjadi aneka kue dan makanan lain beraroma buah lontar. Selain itu juga dodol, tart, stik, dan sirup lontar.
”Terakhir penelitian saya tentang nira lontar yang bisa bertahan selama 6-8 bulan, dan lontar hibrida di Sabu Raijua. Semua hasil temuan itu sudah disampaikan ke pemda, tetapi tidak ditindaklanjuti sampai hari ini,” kata Nyoman.
Nyoman membawa sejumlah contoh fisik hasil riset untuk diperlihatkan kepada gubernur dan wali kota saat itu. Juga menjelaskan soal prospek hasil riset yang dilakukan itu.
Nira lontar, misalnya, meski terasa manis, tetapi tidak berdampak bagi para penderita diabetes, bahkan nira lontar itu berdampak baik bagi kesembuhan penderita diabetes.
Jika lontar hibrida itu dikembangkan di kabupaten yang selama ini bergantung hidup dari lontar, seperti Rote Ndao, Sabu Raijua, dan Sumba, itu sangat membantu masyarakat setempat. Mereka tidak lagi harus memanjat lontar dengan ketinggian sampai 25 meter dari permukaan tanah, tetapi cukup empat meter saja.
Tidak hanya soal lontar. Hasil penelitian lain terkait sumber daya alam NTT pun telah dilakukan Undana dan perguruan tinggi lain. Misalnya, tradisi menangkap paus di Lamalera, Lembata, kehidupan suku asli Boti di Timor Tengah Selatan yang terancam punah, dansejumlah permainan tradisional di NTT yang terancam punah.
Jika pejabat daerah mengatakan, hasil penelitian perguruan tinggi selama ini masuk di dalam laci dan perpustakaan, itu lagu lama. Perguruan tinggi sudah menghasilkan ratusan riset, tetapi tidak digunakankarena tidak sesuai dengan kepentingan atau program kerja pemda.
Saya tunggu karya-karya besar dari para periset NTT untuk NTT dan Indonesia. (Syahrir Ika)
Buktinya, riset soal minuman tradisional hasil fermentasi dari nira lontar, disebut ”sopi” atau arak, kemudian diteliti dosen Undana menjadi ”sophia”, diminati pemda. Minuman ”Sophia” diterima pemda karena penelitian itu sesuai permintaan.
”Sophia sekarang sudah dijual di toko-toko di Kota Kupang, dengan harga dari Rp 150.000 per botol sampai dengan Rp 2 juta per botol. Itu hasil kerja dosen Undana, tetapi atas permintaan pemda,” katanya.