PDAM Hadapi Kasus Korupsi, Warga Manado Keluhkan Buruknya Layanan Air Bersih
Para pelanggan layanan air bersih di Manado, Sulawesi Utara, mengeluhkan layanan serta kualitas air yang buruk. Komplain ini mencuat di tengah dugaan korupsi yang terjadi di perusahaan patungan milik PDAM Manado.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Para pelanggan layanan air bersih di Manado, Sulawesi Utara, mengeluhkan layanan serta kualitas air yang buruk. Komplain ini mencuat di tengah dugaan korupsi yang terjadi di PT Air Manado, perusahaan patungan yang dibuat oleh Perusahaan Daerah Air Minum Manado dengan sebuah perusahaan Belanda.
Keluhan muncul salah satunya dari Ungke Mambu (36), warga Kelurahan Teling Atas. Pasokan air ke tempat tinggalnya sering terhenti, terutama ketika memasuki musim hujan. Tak jarang pula air yang dikeluarkan sangat keruh karena bercampur lumpur.
”Memang betul-betul lumpur yang keluar. Empat hari lalu saat petugas datang untuk cek instalasi, ternyata banyak sampah plastik yang menyumbat pipa, bahkan di meteran. Si petugas itu mengakui, memang produksi sering terhambat saat musim hujan,” kata Ungke, Selasa (22/11/2022).
Layanan yang buruk juga ia rasakan ketika berupaya menghubungi kantor PDAM Manado, yang kini telah berubah nama menjadi PDAM Wanua Wenang. ”Tidak pernah diangkat. Operator selalu sibuk,” kata Ungke.
Terlepas dari layanan buruk, dosen Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Mercy Taroreh, mengatakan, air dari PDAM sangat berbau kaporit. Hal inilah yang membuat masyarakat tidak berminat berlangganan. ”Makanya banyak warga yang lebih suka pakai sumur bor,” ujarnya.
Menanggapi keluhan ini, Direktur Utama PDAM Wanua Wenang Meiky Taliwuna mengakui berbagai kelemahan yang ada pada pihaknya. Metode pengolahan air yang diterapkan pada perusahaan umum daerah itu masih konvensional, yakni menggunakan kaporit dan tawas.
Cara ini tak efektif ketika hujan deras melanda kota. Sebab, Sungai Tondano yang merupakan sumber pasokan air akan dipenuhi lumpur sedimen dan sampah dari permukiman di sepanjang bantaran sungai.
”Otomatis kalau dia keruh sekali, tawas dan kaporit tidak akan berpengaruh. Mau kita pakai satu ton pun tidak akan pengaruh. Karena itulah kita berhenti memproduksi air karena percuma juga,” kata Meiky.
Masalah lain yang menghambat adalah usia instalasi pengolahan air (IPA) yang sudah lebih dari setengah abad. Semua pipa yang digunakan saat ini terbuat dari besi sehingga diduga sudah berkarat dan bocor. Di samping itu, diduga banyak sekali sedimen yang tertumpuk di dalamnya.
Kapasitas distribusi pun menurun signifikan. Menurut Meiky, kapasitas distribusi pipa-pipa IPA PDAM Wanua Wenang sebenarnya 900 liter per detik, cukup untuk melayani 90.000 sambungan rumah. ”Tetapi karena sudah tua, sekarang mungkin hanya 500 liter per detik. Karena kebocoran dan lumpur yang mengendap, mungkin tinggal 125 liter per detik,” katanya.
Akibatnya, kini PDAM Wanua Wenang hanya melayani 18.000 sambungan, jauh dari kapasitas maksimalnya. Sewajarnya, kata Meiky, pihaknya harus bisa minimal melayani 70.000 pelanggan.
Karena itu, ia menyatakan, Pemkot Manado telah menjanjikan sebuah solusi. Mulai 2023, direncanakan akan ada pembangunan reservoir air baku. ”Jadi kalau hujan, kita tidak perlu ambil air dari sungai. Tinggal pakai air cadangan sehingga tetap bisa produksi,” katanya.
Kendati demikian, biaya yang dibutuhkan Meiky diperkirakan bisa mencapai Rp 100 miliar-Rp 200 miliar. Menurut dia, Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulut, instansi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), akan berkontribusi dengan mengganti pipa.
”Menurut rencana, akan dibangun juga IPA berkapasitas 200 liter per detik. Itu bisa menjangkau pelanggan sebanyak 15.000-20.000 orang,” katanya.
Korupsi
Pada saat yang sama, PDAM Wanua Wenang kini juga menjadi pihak terperiksa dalam dugaan korupsi di tubuh PT Air Manado. Perseroan itu merupakan hasil patungan dengan NV Waterleidingmaatschappij Drenthe (WMD) dari Belanda. PDAM memegang 49 persen sahamnya.
Menurut penyidikan Kejaksaan Tinggi Sulut, setelah PT Air Manado dibentuk pada 2007, seluruh aset PDAM Manado yang sebenarnya milik pemerintah daerah, dari mata air, IPA, hingga pegawai, dialihkan kepada PT Air Manado. Hal ini diduga menyebabkan kerugian sebesar Rp 55,96 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulut Theodorus Rumampuk mengatakan, dua orang telah ditahan. Yang pertama adalah FJT alias Ferro selaku ketua DPRD Manado periode 2005-2009 serta HCR alias Hanny sebagai Direktur Utama PDAM Manado yang menjabat ketika PT Air Manado dibentuk pada 2005-2007.
”Mereka diduga secara bersama-sama ataupun sendiri-sendiri melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan, yaitu melakukan tindak pidana korupsi dengan menyetujui kerja sama tanpa melalui kajian teknis. Karena itu, aset-aset milik PDAM Manado yang dibiayai APBD, APBN, dan hibah Bank Dunia beralih kepada pihak swasta, dalam hal ini PT Air Manado,” kata Theodorus.
Kendati demikian, Joko Trio Suroso, perwakilan NV WMD di Indonesia, menyatakan, tidak ada aset pemerintah yang hilang selama perjanjian kerja sama dengan PDAM Manado berlangsung. NV WMD justru memberikan pinjaman untuk PDAM Manado sebesar Rp 162 miliar untuk pembenahan internal perusahaan.
Sejak 2021, kerja sama telah diakhiri dengan kesepakatan pembayaran kembali pinjaman tersebut. Namun, hingga kini, kewajiban PDAM Manado, yang telah disepakati hanya Rp 54,3 miliar, tidak kunjung terbayar.
Terkait hal ini, Meiky mengaku tidak mengerti. ”Kita hormati saja proses hukum yang sedang berlangsung. Saya sendiri tidak terlalu mengerti karena baru setahun tiga bulan bertugas sebagai dirut. Lagi pula, kami juga pihak terperiksa,” katanya.