Truk ODOL dan Travel Gelap Diduga Masih Leluasa Melaju di Tol
Kecelakaan tabrak belakang terus berulang di jalan Tol Cikopo-Palimanan. Pengamat menilai penegakan hukum dan kewaspadaan pengendara dapat mencegah kasus tersebut terus terulang.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Penegakan hukum dan kewaspadaan pengemudi dapat mencegah kecelakaan tabrak belakang di ruas Tol Cikopo-Palimanan yang terus berulang. Kendaraan kelebihan muatan hingga travel gelap masih leluasa melintas di jalan tol.
”Penegakan hukum harus ditingkatkan untuk mencegah tabrak belakang, seperti penertiban ODOL (over dimension and over loading/kelebihan muatan dan dimensi),” ujar Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno saat dihubungi dari Cirebon, Jawa Barat, Rabu (16/11/2022).
Menurut dia, truk ODOL kerap terlibat kecelakaan tabrak belakang. Muatan yang berlebih mengakibatkan truk berjalan lamban atau kurang dari ketentuan minimal kecepatan di tol, yakni 60 kilometer per jam.
Kendaraan ODOL pun acap kali ditabrak dari belakang oleh mobil pribadi yang melaju di atas batas maksimal 100 km per jam.
Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah seharusnya memastikan kendaraan ODOL tidak melintas di jalan raya, terutama tol. Apalagi, pemerintah pernah menargetkan zero (nol) ODOL tahun 2023.
”Tapi, ODOL batal dilarang. Pasti akan banyak korban tabrak belakang dan biaya kerusakan jalan tol semakin tinggi,” ujarnya.
Penegakan hukum untuk mencegah tabrak belakang, lanjutnya, juga berupa penertiban travel gelap atau angkutan umum ilegal berpelat hitam.
”Setiap hari diperkirakan ratusan angkutan pelat hitam melintas di Tol Cipali. Ini tidak bisa terdeteksi dengan tilang elektronik. APH (aparat penegak hukum) harus mencegahnya,” tuturnya.
Djoko menilai, lemahnya penegakan hukum dapat memicu terulangnya peristiwa tabrak belakang di Tol Cipali.
Pada Selasa (15/11) subuh, misalnya, minibus Luxio bernomor polisi B 1346 FRR menabrak bagian belakang truk berpelat B 9106 KYZ di Kilometer 139+400, wilayah Indramayu. Akibatnya, tiga orang tewas dan tujuh orang terluka.
Berdasarkan penyelidikan polisi, minibus berpelat hitam yang mengangkut 10 penumpang itu diduga travel gelap. Polisi juga menduga kelalaian sopir menjadi penyebab kecelakaan.
”Sopirnya mengantuk. Padahal, kecepatannya tinggi,” kata Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Indramayu Ajun Komisaris Angga Handiman.
Gap kecepatanPelaksana Tugas Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Angkutan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengatakan, jalan tol memiliki medan yang cenderung lurus dan mulus. Tanpa kewaspadaan, pengemudi bisa memacu kendaraannya lebih 100 km per jam.
Tabrak belakang pun tak terhindarkan saat pengendara lepas kendali dan menghantam truk ODOL dengan kecepatan maksimal 40 km per jam. Artinya, ada ketimpangan kecepatan sekitar 60 km antara mobil pribadi dan truk.
Padahal, lanjutnya, idealnya gap kecepatan antara kendaraan yang satu dan yang lainnya sekitar 30 km per jam.
”Semakin besar gap kecepatannya, semakin kecil waktu pengendara untuk bereaksi terhadap kendaraan di depannya sehingga terjadi tabrak belakang,” ujarnya.
Pihaknya bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional akan membuat riset terkait tabrak belakang di jalan tol tahun depan.
Haelly Lusiawatie, Corporate Communication and CSR Department Head Astra Tol Cipali, dalam keterangannya, mengimbau pengguna jalan agar berhati-hati dengan kecepatan maksimal 100 kilometer per jam dan minimal 60 km per jam.
”Apabila hujan, kecepatan maksimal 70 km per jam,” ujarnya.
Pihaknya berupaya mencegah kasus tabrak belakang. Selain memasang imbauan agar pengendara rehat saat lelah, pengelola tol juga membuat speed reducer mengurangi kecepatan kendaraan.
Pihaknya bersama kepolisian dan Kementerian Perhubungan juga melakukan penindakan ODOL dan pengecekan kecepatan kendaraan.
Sepanjang 2019-2021, Astra Tol Cipali mencatat 170 nyawa melayang akibat tabrak belakang di tol sepanjang 116,7 km itu. Angka ini sekitar 76 persen dari total korban jiwa karena kecelakaan di Cipali. Faktor manusia, seperti mengantuk dan melebihi batas kecepatan, mendominasi penyebab kecelakaan di tol itu.