Terlena Jalan Tol Mulus, Nyawa Taruhannya
Jalan Tol Trans-Jawa telah mempercepat pengiriman barang dan jasa hingga mengungkit perekonomian daerah. Namun, jalan bebas hambatan ini juga bisa mengirimkan pesan duka.
Kehadiran Jalan Tol Trans-Jawa telah mempercepat pengiriman barang dan jasa hingga mengungkit kesejahteraan daerah. Namun, jalan bebas hambatan ini juga rentan membawa duka lebih singkat. Butuh peran berbagai pihak menjaga nadi ekonomi dan manusianya tetap berdetak bersama.
Kabar duka kembali datang dari Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), Senin (19/9/2022). Kecelakaan di Kilometer 135+900, merenggut tiga nyawa dan 16 lainnya luka-luka. Penyebabnya, minibus Elf bernomor polisi BE 7031 VA yang melaju dari arah Jakarta ke Indramayu menabrak truk yang ada di depannya. Dari penyelidikan, sopir yang juga tewas, diduga mengantuk. Kemungkinan besar dia kelelahan karena sudah berkendara sejak sehari sebelumnya.
Beberapa hari selanjutnya, Sabtu (24/9), giliran ruas Semarang-Solo di Jawa Tengah Km 438, yang menelan korban. Lima tewas dan tujuh terluka. Penyebab serupa di Cipali. Sebuah minibus menghantam belakang truk. Meskipun lokasinya berbeda, rentetan insiden itu terjadi di Tol Trans-Jawa.
Baca juga: Indonesia Darurat Kecelakaan Lalu Lintas
Sejauh ini, Tol Trans-Jawa adalah infrastruktur perhubungan darat paling fenomenal yang pernah dibuat bangsa ini. Panjangnya mencapai 1.023 km, membentang dari Merak, Banten hingga Probolinggo, Jawa Timur. Tol yang dirancang sejak empat dekade lalu ini diresmikan pada akhir 2018. Sejak itu, kehadirannya menjadi tumpuan banyak manusia. Keberadaannya dengan cepat menjadi urat nadi Indonesia.
Selain mampu memangkas waktu dan jarak tempuh, jalur ini juga menghubungkan berbagai pusat industri. Cirebon, misalnya, kini terkoneksi dengan Bandara Internasional Jabar Kertajati, Majalengka, dan Pelabuhan Patimban di Subang. Perekonomian daerah pun terungkit di sepanjang daerah yang dilintasinya.
Akan tetapi, rentetan kecelakaan menjadi fakta yang sulit diabaikan. Tol bisa memberikan kegembiraan sekaligus duka. Selain tabrak belakang, kecelakaan bahkan bisa hadir lewat asap tebal menutupi jarak pandang pengemudi.
Tabrak belakang
Di Tol Cipali, kecelakaan di KM 135+900 bukan yang pertama. Tercatat 870 mobil pribadi dan 336 kendaraan besar pernah terlibat tabrakan dalam kurun 2019-2021.
Tingkat fatalitasnya pun tinggi. Dalam tiga tahun itu, sebanyak 170 nyawa melayang akibat tabrak belakang. Angka ini sekitar 76 persen dari total korban jiwa karena kecelakaan di Cipali. Kondisi bagian depan kendaraan yang hancur mencerminkan kerasnya hantaman.
Wisnu Hariadi, Investigator Lalu Lintas Angkutan Jalan di Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menilai, tingginya fatalitas tabrak belakang akibat pelanggaran kecepatan. Laju mobil, misalnya, bisa mencapai 160-200 km per jam, melebihi aturan 100 km per jam.
Tak waspada, pengendara bisa terlena dengan trek lurus jalan tol. "Sebelum ada tol, Jakarta-Surabaya lebih 24 jam. Sekarang, orang bangga kalau bisa 10 jam. Kami yang mendengar itu miris,” ucapnya.
Sebaliknya, truk, terutama mengangkut beban dan dimensi berlebih (overdimension and overload/ODOL), hanya melaju maksimal 50 km per jam. Padahal, aturannya, minimal kendaraan di jalan tol melaju sekitar 60 km per jam.
“Perbedaan kecepatan ini lebih 100 km per jam. Kalau terjadi tabrak belakang, dampaknya bisa fatal,” ucapnya.
Risiko hantam belakang kian besar ketika sopir mengantuk. Sebagian besar olah tempat kejadian perkara menunjukkan, persneling mobil yang menabrak berada di angka lima atau paling tinggi. Kelalaian itu juga tampak dari ketiadaan bekas rem di sekitar lokasi kejadian.
Mitigasi
Semuanya bukan tanpa mitigasi. Pengelola Tol Cipali mengaku sudah menambah fasilitas keselamatan. Marka speed reducer yang bisa mengurangi kecepatan hingga pemasangan sling baja (wire rope)untuk mencegah kendaraan menyeberang jalur, sudah terpasang.
Pengelola juga memasang kamera pengintai atau CCTV di setiap 1 km. Teknologi pengukur beban (WIM) yang terintegrasi dengan alat pengukur dimensi kendaraan (light detection ranging/Lidar) juga terdapat di Gerbang Tol Palimanan. Fungsinya, mencegah ODOL lewat.
“Dengan berbagai upaya, kami sudah mengurangi blank spot (titik rawan kecelakaan) dari 14 titik tahun lalu jadi 10 titik,” ujar Prayogi Setyo Pratomo, Department Head Traffic Astra Tol Cipali.
Titik itu, antara lain, tersebar dari Subang-Cikedung, yang berjarak sekitar 120 km dari Jakarta. Dengan jarak itu, tidak heran bila pengemudi yang alpa beristirahat mudah mengantuk ketika tiba di sana.
Sosialisasi juga disampaikan lewat buku saku panduan berkendara. Pada Kamis (29/9) buku itu dibagikan untuk pengemudi di Cipali. Di sana, disebutkan, kehilangan konsentrasi 1 detik bisa membuat mobil tak terkendali 16,7 meter. Itu sebabnya, kendaraan yang tabrakan biasanya terlebih dahulu oleng, bahkan menyeberang jalur.
Penegakan hukum pun dilakukan. Direktur Operasional Astra Tol Cipali Agung Prasetyo juga bekerja sama dengan polisi dan Kementerian Perhubungan untuk menindak ODOL dan pelanggar batas kecepatan. Pihaknya berharap pengemudi lebih waspada karena 86 persen kecelakaan di Cipali dipicu faktor manusia.
Bahkan, negara juga melalui UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga membatasi waktu berkendara maksimal 8 jam sehari. Dengan catatan, pengendara harus beristirahat minimal 30 menit jika mengemudi setiap 4 jam. Sayangnya, aturan ini belum sepenuhnya berjalan atau diketahui.
“Hanya saja, masalah bukan hanya di pengemudi, tetapi juga korporasinya. Apakah perusahaan sudah mengelola kendaraan dengan baik ?” ujar Ajun Komisaris Besar Ardiyaningsih, Kepala Seksi Inventarisasi dan Identifikasi Rekayasa Lalu Lintas Manajamen Operasional dan Rekayasa Direktorat Keamanan dan Keselamatan Korps Lalu Lintas Polri.
Perusahaan angkutan, misalnya, harus menyediakan sopir cadangan jika perjalanan jauh hingga memasang rear underrun protection (RUP) atau perisai belakang. Perisai ini menghindari kendaraan masuk ke kolong truk saat tabrak belakang. Batas muatan juga harus dipatuhi.
Ketua Harian Himpunan Profesi Pengemudi Indonesia (HPPI) Eddy Suzendi mengatakan, sopir belum terlindungi sepenuhnya. “Mereka tidak bisa menolak atau bahkan tidak tahu apakah truk yang dibawa melebihi muatan atau tidak. Kalau tidak jalan, sopir enggak dapat uang,” ucapnya.
Eddy mendorong pemerintah dan pengelola angkutan fokus mengedukasi sopir dan memfasilitasi pendidikan khusus untuk peningkatan kompetensi pengemudi. Sertifikat kompetensi itu, lanjutnya, jadi daya tawar sopir sekaligus ancaman jika yang bersangkutan melanggar.
Terkait ini, di Jawa Timur, pemda setempat mengklaim telah mengawasi manajamen keselamatan angkutan. Dinas Perhubungan Jatim mengembangkan sistem informasi manajemen keselamatan berbasis aplikasi atau laman internet melalui http://smkdigital.dishub.jatimprov.go.id/login/.
Penyelenggara angkutan wajib mengisi aplikasi itu secara rutin untuk mendapatkan sertifikat atau persetujuan secara administratif terkait pelaksanaan manajemen keselamatan, dari muatan hingga teknis kendaraan. “Kalau tidak mengisi dan melapor, mereka tidak mendapat sertifikat kelaikan sebagai salah satu syarat untuk perjalanan,” kata analis kebijakan keselamatan angkutan jalan Dishub Jatim, Arjani Hia Putra.
Seperti pandemi
Berbagai mitigasi itu diharapkan dapat mencegah kecelakaan di Jalan Tol Trans-Jawa, bahkan jalan di berbagai daerah. Apalagi, kecelakaan lalu lintas di negeri ini menelan banyak korban. Kemenhub mencatat, pada 2017-2021, terjadi 533.700 kasus dan 134.700 orang meninggal.
Artinya, rata-rata setiap hari terjadi 293 kecelakaan dengan jumlah kematian mencapai 74 jiwa atau tiga nyawa melayang tiap jam! Statistik itu cuma kalah dari pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 hingga kini dengan 6,426 juta kasus dan mengakibatkan kematian 158.057 jiwa.
“Situasi kecelakaan seperti pandemi,” kata Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno.
Oleh karena itu, lanjutnya, semua pihak perlu bekerja sama menekan angka kecelakaan seperti saat menghadapi wabah Covid-19. Apalagi, kerap kali kecelakaan lalu lintas tidak sekadar terkait relasi pengguna dan pengelola tol. Penyebabnya dinamis dan tidak mudah ditebak. Kasus asap tebal yang memicu kecelakaan di ruas Pejagan-Pemalang KM 253 Brebes harus jadi pelajaran. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengingatkan pentingnya mengantisipasi faktor eksternal, seperti kebakaran di sekitar jalan tol.
Korban kecelakaan bukan statistik. Mereka punya suami, istri, anak, orangtua, dan kerabat yang memiliki masa depan lebih panjang.
Tidak hanya jadi tumpuan keluarga, pengendara juga turut mengembangkan ekonomi daerah. Mereka termasuk dalam lebih 1 juta kendaraan yang melintasi Tol Trans-Jawa setiap tahun. Oleh karena itu, semua pihak harus menjaga nadi perekonomian di Tol Trans-Jawa terus hidup sembari memastikan jantung pengendara tetap berdetak secara bersamaan.
Baca juga: Menutup Mata pada ”Pandemi” Kecelakaan