Meskipun tidak mengungsi, warga kesulitan memenuhi kebutuhan pangan. Untuk menjamin kebutuhan pangan warga terpenuhi, pemerintah memasok ke kantor desa. Selanjutnya aparatur desa yang meneruskan kepada warganya.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
KARANG BARU, KOMPAS — Banjir di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh sebagian besar telah surut, terutama kawasan hulu dan tengah. Namun, sebaliknya di kawasan hilir, pesisir, masih tergenang. Bahkan, tujuh desa masih terisolasi.
Juru Bicara Pemkab Aceh Tamiang Agusliayana Devita, yang dihubungi dari Banda Aceh, Jumat (11/2/2022), mengatakan, banjir kali berlangsung sangat lama dari biasanya. Di daerah hulu seperti Kecamatan Tenggulun dan daerah tengah seperti Karang Baru dan Kuala Simpang telah surut.
”Di daerah hilir Kecamatan Bendahara, Banda Mulia, dan Seruway masih tergenang. Ada tujuh desa yang terisolasi, harus ditembus dengan perahu,” kata Devita
Tiga kecamatan itu berada di pesisir, berbatasan dengan laut. Sungai (Krueng) Tamiang melintasi kecamatan tersebut dengan muara berada di Kecamatan Bendahara. Sungai Tamiang meluap pada 31 Oktober 2022 karena mengalami kenaikan debit air setelah diguyur hujan deras berhari-hari.
Devita mengatakan, meski ketinggian air mencapai 1 meter, warga di tujuh desa itu belum mengungsi. Mereka bertahan lantaran rumah mereka umumnya rumah panggung. Devita menyebutkan 60 persen rumah di kawasan pesisir berkonstruksi rumah panggung.
”Kawasan itu memang rawan banjir, tidak hanya luapan sungai, tetapi juga banjir rob,” kata Devita.
Meskipun tidak mengungsi, warga kesulitan memenuhi kebutuhan pangan. Untuk menjamin agar kebutuhan pangan warga terpenuhi, pemerintah memasok ke kantor desa. Selanjutnya aparatur desa yang meneruskan kepada warganya.
Menurut Devita, banjir kali ini berlangsung lebih panjang. Biasanya dua hingga empat hari banjir telah benar-benar surut, tetapi kali banjir berlangsung lebih dari 10 hari. Bahkan, banjir menggenangi jalan nasional. Selama lima hari transportasi Aceh-Sumatera Utara lumpuh.
Sebanyak 7.700 rumah warga di dalam 12 kecamatan tergenang. Sebanyak 29.000 lebih warga mengungsi. Ini menjadi bencana banjir terbesar setelah banjir bandang 2006.
Hingga Jumat (11/11/2022) aktivitas belajar mengajar masih libur.
Kini warga yang berada di hulu dan tengah telah kembali ke rumah untuk membersihkan rumah dari lumpur banjir. Namun, dapur umum masih dibuka agar kebutuhan pangan korban tetap terpenuhi saat warga sedang fokus menata tempat tinggal.
Pemkab Aceh Tamiang belum menghitung nilai kerugian dampak banjir. Kerugian ditimbulkan karena kerusakan infrastruktur publik, sawah, tambak, dan kerusakan rumah.
Banjir juga membuat aktivitas pendidikan berhenti total. Sebanyak 122 sekolah terendam. Hingga Jumat (11/11/2022), aktivitas belajar mengajar masih libur. ”Para sukarelawan sedang membersihkan sekolah,” kata Devita.
Banjir membuat banyak fasilitas dan perlengkapan sekolah rusak. Para siswa yang rumahnya tergenang juga kehilangan buku dan perlengkapan lain. Siswa-siswa di Aceh Tamiang membutuhkan bantuan perlengkapan sekolah.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto saat meninjau lokasi banjir di Bendahara mengatakan, beberapa titik tanggul yang jebol harus segera diperbaiki agar banjir susulan bisa dicegah.
Meski demikian, perbaikan tanggul tidak menjadi solusi jangka panjang karena saat debit air Sungai Tamiang bertambah, banyak titik meluap. Normalisasi sungai dan pemulihan hutan di kawasan hulu dinilai dapat menjadi bagian solusi menekan potensi banjir.
Sebelumnya Direktur Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin mengatakan, hujan bukan penyebab tunggal bencana banjir di Aceh. Menurut dia, kerusakan daerah aliran sungai dan deforestasi pada kawasan hulu mempercepat terjadi banjir.
Kehilangan tutupan hutan membuat air hujan dengan cepat mengalir ke sungai. Dalam waktu yang sama kondisi sungai yang dangkal, tanggul tidak tersedia, dan infrastruktur pembuangan air tidak memadai mempercepat banjir.