Jelang Pilpres 2024, Moeldoko: Polarisasi Pasti, tetapi Jangan Terpecah
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menganggap polarisasi merupakan fenomena biasa dalam pemilihan presiden. Namun, ia berharap, polarisasi tidak berujung pada perpecahan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai, polarisasi merupakan fenomena biasa dalam pemilihan presiden. Namun, pihaknya meminta berbagai elemen masyarakat tidak terpecah seperti pemilu sebelumnya. Perpecahan akan mengganggu stabilitas politik dan ekonomi di tengah upaya pemerintah memulihkan perekonomian.
”Pastilah ada polarisasi. Tetapi, polarisasi yang ter-manage (terkelola). Bagaimana itu? Intinya jangan sampai polarisasi itu menuju pada perpecahan,” ujar Moeldoko terkait dampak Pemilihan Presiden 2024 dalam acara Tablig Akbar Majelis Kiai dan Santri Pembangunan Cirebon di Goa Sunyaragi, Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (9/11/2022).
Menurut Moeldoko, polarisasi adalah fenomena politik yang terjadi di mana pun, termasuk Indonesia hingga Amerika Serikat. Namun, lanjutnya, dampak pemilu jangan sampai berujung pada disintegrasi bangsa. ”Belum ada terlihat (potensi perpecahan). Cuma, kita punya pengalaman empiris pada pemilu yang lalu. Itu jadi pelajaran bagi kita semua,” katanya.
Pada Pilpres 2014 dan 2019, publik terbelah antara pendukung Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Meskipun Presiden Jokowi dan Prabowo kini berada dalam satu kabinet beberapa tahun terakhir, masih ada perpecahan di masyarakat. Di media sosial, misalnya, label ”cebong” dan ”kampret” atau ”kadrun” melekat pada kedua kubu hingga kini.
Kondisi tersebut, lanjutnya, tidak boleh berlanjut karena tidak nyaman bagi masyarakat. Di hadapan sejumlah kiai, nyai, dan ratusan santri sore itu, Moeldoko mengajak berbagai pihak menghindari kontestasi tidak sehat, seperti politik adu domba menjelang Pilpres 2024. Terlebih lagi, masih banyak hoaks dan disinformasi terkait politik yang menyebar di medsos.
Menurut mantan Panglima TNI itu, perpecahan saat pemilu dapat mengganggu stabilitas politik dan ekonomi. Padahal, kondisi tersebut bakal mengganggu jalannya investasi, termasuk dari luar negeri. Investasi, lanjutnya, dapat membuka lapangan pekerjaan bagi 2,5 juta angkatan kerja setiap tahun. Dengan begitu, perekonomian Indonesia terus bertumbuh.
”Jangan sampai, kita sudah membangun bagus, nanti disabilitas (politik dan ekonomi) terjadi, mundur lagi. Ini yang tidak kita inginkan,” ujar Moeldoko yang diangkat menjadi Pembina Majelis Kiai dan Santri Pembangunan Cirebon. Padahal, selama ini, pemerintah telah membangun berbagai infrastruktur, seperti jalan tol dan bandara.
Infrastruktur tersebut, lanjutnya, bertujuan memangkas ongkos logistik di Indonesia yang lebih mahal sekitar 25 persen dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia Tenggara. Pemerintah juga telah berupaya mempermudah perizinan bagi investor melalui Undang-Undang Cipta Kerja. ”Semua upaya ini agar anak-anak kita dapat pekerjaan yang layak,” katanya.
Ketua Dewan Pembina Majelis Kiai dan Santri Pembangunan Cirebon KH Musthofa Aqiel Siroj mengimbau kalangan pesantren turut menjaga suasana kondusif menjelang Pilpres 2024. ”Kalau mau menjaga, kita harus mencintai bangsa ini. Kita sudah menikmati nyamannya beribadah di Indonesia. Di Timur Tengah sana yang konflik susah beribadah,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga meminta partai politik menjaga suasana politik tetap kondusif menjelang Pemilu 2024. Stabilitas politik penting untuk membantu mempercepat pemulihan ekonomi sekaligus menghadapi ancaman resesi pada 2023 (Kompas, 1/11/2022).