Soal Bagan Aliran Uang Tambang Ilegal Ismail Bolong, Polda Kaltim Nyatakan Tak Benar
Video Ismail Bolong yang mengaku menyetor sejumlah uang kepada petinggi Polri belum ada kejelasan. Kini, muncul bagan aliran uang tambang ilegal Ismail Bolong ke sejumlah pejabat di Polda Kaltim dan petinggi Polri.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Setelah beredar video Ismail Bolong yang mengaku menyetor sejumlah uang ke petinggi Polri, kini beredar bagan alur penyerahan uang koordinasi tambang ilegal yang disalurkan oleh Ismail Bolong. Sejumlah nama pejabat di Polda Kaltim dan pejabat Polri ada di dalam bagan tersebut. Polda Kaltim menyatakan informasi itu tidak benar.
Terdapat dua bagan yang beredar di grup Whatssap dan media sosial, laiknya bagan yang kerap dikeluarkan Polri. Di sisi kiri atas bagan itu terdapat logo Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, sedangkan di sisi kanan atas terdapat logo unit Pengamanan Internal Polri.
Bagan pertama diberi judul ”Aliran Uang Koordinas dari Para Penambang Batu Bara Ilegal di Wilayah Hukum Polda Kaltim”. Bagan itu menjabarkan aliran uang dari pemodal dan penambang ilegal di Kaltim, salah satunya Ismail Bolong, ke tujuh pejabat di Polda Kaltim. Bagan itu mencatat ada penerimaan uang koordinasi tambang ilegal Rp 30 miliar yang diberikan dalam tiga termin, yakni Oktober, November, dan Desember 2021.
”Yang jelas, Propam Polda Kaltim tidak mengeluarkan itu. Yang jelas tidak benar (informasi dan bagan itu),” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kaltim Yusuf Sutejo, Selasa (8/11/2022).
Adapun bagan kedua menggambarkan alur uang koordinasi tambang ilegal dari Ismail Bolong ke Kabareskrim Polri Agus Andrianto. Bagan itu mencantumkan ada tiga kali uang yang diberikan Ismail Bolong dengan total nilai Rp 6 miliar.
Alur itu sesuai dengan pernyataan Ismail Bolong yang beredar beberapa hari ini. Namun, setelah video pertama beredar, muncul lagi video Ismail Bolong yang mengklarifikasi bahwa video pertama tidak benar.
Dalam video kedua pun Ismail Bolong mengaku membuat pernyataan dalam video pertama karena ia dipaksa atau dalam tekanan Hendra Kurniawan yang saat itu menjabat Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri.
Tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim, dan Bareskrim Polri karena ada uang koordinasi dari para pengusaha tambang batubara ilegal.
Sebelumnya Hendra adalah anak buah mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo. Hendra diberhentikan secara tidak hormat karena terlibat kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kompas sudah berupaya menghubungi Komjen Agus dan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo untuk mengklarifikasi pernyataan Ismail yang bersesuaian dengan bagan yang beredar. Namun, belum ada jawaban dari keduanya.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Albertus Wahyurudhanto, saat dihubungi, Minggu, mengatakan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Agus. Dalam komunikasi itu, Agus membantah seluruh pernyataan Ismail dan memintanya untuk membuktikan seluruh pernyataannya tersebut (Kompas.id, 6/11/2022).
Simpang siurnya informasi mengenai video Ismail Bolong, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Samarinda Fathul Huda Wiyashadi menuntut kepolisian segera mengusut pernyataan Ismail Bolong tersebut. Selain itu, ia meminta kasus ini diproses hingga ke akar-akarnya secara transparan.
”Banyak sekali kerugian negara dan warga akibat tambang ilegal di Kaltim. LBH Samarinda sudah melaporkan banyak tambang ilegal sejak 2018, tetapi belum ada yang tuntas kasusnya,” kata Fathul.
Menurut dia, ini momentum pemerintah dan kepolisian untuk menjawab keraguan publik terkait asumsi yang beredar selama ini, yakni adanya dugaan beking atau perlindungan tambang ilegal dari aparat di Kaltim atau tempat lain.
”Presiden Joko Widodo dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo perlu turun tangan. Ismail Bolong menyebut nama perwira tinggi. Isu adanya perang bintang di internal kepolisian penting diungkap kebenarannya dan diselesaikan. Jangan sampai publik dan negara dirugikan,” kata Fathul.
Sementara itu, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi Iwan Sumule mendatangi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri pada Senin (7/11/2022) siang. Mereka membawa berkas yang mereka dapatkan yang berisi laporan hasil penyelidikan dari Biro Paminal Polri yang telah selesai pada Maret 2022.
Isi dari laporan hasil penyelidikan itu, di antaranya, adalah bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batubara ilegal. Namun, tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim, dan Bareskrim Polri karena ada uang koordinasi dari para pengusaha tambang batubara ilegal.