UU Cipta Kerja, OSS, dan Nasib Tenaga Kontrak Jadi Bahasan Apeksi
Pertemuan Apeksi kembali membahas berbagai hal yang menjadi persoalan bersama, di antaranya implementasi UU Cipta Kerja hingga penghapusan tenaga kontrak. Butuh solusi tepat agar tak menimbulkan gejolak di daerah.
MAKASSAR, KOMPAS — Rapat Kerja Teknis Nasional yang diselenggarakan Apeksi akan membahas sejumlah permasalahan yang dihadapi kota. Tiga diantaranya adalah penerapan Undang-Undang Cipta Kerja, Online Single Submission atau OSS, dan penghapusan tenaga kontrak.
Hal ini dikatakan Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang juga Wali Kota Bogor, Bima Arya, saat memberikan sambutan pada pembukaan Rakernis Apeksi di Makassar, Senin (7/11/2022). Pertemuan ini dihadiri lebih dari 60 pemerintah kota se-Indonesia, serta sejumlah pejabat kementerian dan perwakilan sejumlah perusahaan. Pertemuan akan berlangsung hingga Rabu (9/11/2022).
”Presiden memberikan target pertumbuhan ekonomi, target investasi, birokrasi yang memudahkan investasi, serta target akselerasi untuk recovery ekonomi. Pertanyaannya, sejauh mana target tadi kompatibel dengan UU dan pelaksanaannya. Apeksi harus sampaikan evaluasinya bahwa hari ini terjadi berbagai persoalan terkait implementasi OSS dan implementasi UU Cipta Kerja di lapangan,” kata Bima.
Bima menerima banyak keluhan dari wali kota yang mengatakan lebih baik zaman dulu saat semua hal bisa diselesaikan sendiri dan lebih cepat di daerah. Banyak pemerintah kota yang mengeluh ketika tiba-tiba muncul tempat hiburan yang lokasinya tidak sesuai hingga menimbulkan gejolak sosial. Banyak pula pengusaha yang mengeluh karena birokrasi yang berbelit.
”Dalam pertemuan ini kita bisa menyampaikan keluhan terkait UU Cipta Kerja dan OSS, apakah efektif dan apakah bisa berjalan di lapangan seperti yang seharusnya. Inilah mengapa pertemuan ini penting. Apalagi, tiga tahun ke depan adalah masa transisi dan juga ada ancaman resesi serta tahun politik,” tambah Bima.
Persoalan lain yang tak kalah pelik adalah soal penghapusan tenaga kontrak. Bima mengatakan, hal ini berpeluang berdampak pada lumpuhnya pelayanan publik. Hal ini juga bisa menimbulkan gejolak di daerah. Persoalan ini bukan sekadar perihal akomodasi politik.
Dalam pertemuan ini kita bisa menyampaikan keluhan terkait UU Cipta Kerja dan OSS, apakah efektif dan apakah bisa berjalan di lapangan seperti yang seharusnya. Inilah mengapa pertemuan ini penting.
”Tak mudah bagi kita kembalikan begitu saja tenaga honorer bidang pendidikan, kesehatan, keamanan. Ini bukan saja soal hajat hidup orang banyak agar mereka bisa hidupi keluarganya, tapi juga pelayanan publik jangan sampai terganggu. Di banyak kota, tenaga honorer di kelurahan sangat membantu pelayanan. Persoalan ini butuh formula yang pas,” katanya.
Menurut Bima, di satu sisi pemerintah kota paham bahwa UU harus dilaksanakan. ”Tapi, sudah sering disampaikan bahwa hal ini adalah kesalahan kolektif. Kita banyak teledornya, tapi di kementerian juga banyak hal yang perlu dievaluasi. Kalau sesuai jadwal, tahun depan adalah pelaksanaanya (penghapusan tenaga kontrak). Maka, publik akan lumpuh pelayanannya. Kita harus cari solusi agar tak terjadi kebuntuan dan gejolak,” katanya.
Bima mengingatkan bahwa tiga tahun ke depan adalah masa transisi. Rencana pembangunan jangka panjang akan selesai 2025. Dalam masa transisi ini juga terdapat tahun politik yang di antaranya ditandai penjabat yang akan mengisi pemerintahan. Dalam catatan Apeksi, tahun ini ada 18 penjabat di kota, tahun depan 44, dan tahun 2024 sebanyak 84. Hal ini juga harus menjadi perhatian pusat.
Sementara itu, Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto mengatakan, pertemuan ini menghadirkan berbagai pihak yang terkait termasuk kalangan pengusaha.
”Ini adalah ajang mempertemukan inspirasi sekaligus membahas berbagai persoalan bersama. Kekompakan kita dan pencapaian titik temu atas berbagai persoalan, semoga bisa membuat Indonesia lebih tangguh menghadapi resesi dan krisis,” katanya.