Viral Video Setor Uang Tambang ke Polisi, Publik Desak Pengusutan
Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim mendesak reformasi besar-besaran di tubuh kepolisian, terutama terkait beking polisi dalam kejahatan tambang ilegal. Mereka juga mendesak penegakan hukum hingga ke akarnya.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Beredar video di grup Whatsapp yang merekam pernyataan seseorang bernama Ismail Bolong yang mengaku sebagai anggota polisi sekaligus sebagai pengepul batubara tanpa izin di Kalimantan Timur. Ia menyatakan beberapa kali menyetor uang ke seorang perwira tinggi Polri. Polda Kaltim masih mendalami kebenaran video tersebut.
Video itu beredar sejak Jumat (4/11/2022) malam dan terus dibagikan hingga Sabtu (5/11/2022) siang. Video berdurasi 2 menit 33 detik itu merekam setengah badan seorang pria mengenakan baju hitam. Video yang diterima Kompas seperti sudah mengalami pengeditan, berupa pemotongan (cropping) di sisi kiri dan kanan.
Pria itu seperti sedang membaca tulisan di lembaran kertas yang tak terlihat jelas dalam video. Ia memperkenalkan diri sebagai Ismail Bolong dan mengaku berpangkat ajun inspektur polisi satu (Aiptu), bintara tingkat dua di kepolisian dengan nomor registrasi pokok (NRP) 76040298. Berikut verbatim pernyataan Ismail Bolong dalam video tersebut :
Selamat malam, Jenderal. Mohon izin, nama saya Ismail Bolong, pangkat Aiptu, NRP 76040298. Saat ini saya berdinas di Satintelkam Polresta Samarinda.
Izin menyampaikan, terkait adanya penambangan batubara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batubara yang berasal dari konsesi tanpa izin. Dan, kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin penambangan di daerah Desa Santan Ulu, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kukar (Kutai Kartanegara), wilayah hukum Polres Bontang sejak bulan Juli 2020 sampai dengan November 2021.
Dalam kegiatan pengumpulan batubara ilegal ini, tidak ada perintah dari pimpinan, melainkan atas inisiatif pribadi saya. Oleh karena itu, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang saya lakukan.
Keuntungan yang saya peroleh dari pengumpulan dan penjualan batubara berkisar sekitar Rp 5 miliar-Rp 10 miliar setiap bulannya. Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan (menyebut nama petinggi Polri dan jabatannya) dengan memberikan uang sebanyak tiga kali, yaitu pada September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.
Uang tersebut saya serahkan langsung kepada (menyebut nama petinggi Polri yang sama) di ruang kerja beliau setiap bulannya sejak Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus yang saya serahkan langsung ke ruangan beliau. Sedangkan untuk koordinasi ke Polres Bontang, saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung kepada (menyebut nama pejabat di Polres Bontang) di ruangan beliau.
Saya mengenali saudara Tan Paulin dan pernah menjual batubara ilegal yang telah saya kumpulkan kepada Saudari Tan Paulin sejak bulan Juni 2020 sampai bulan Agustus 2021. Demikian yang dapat saya sampaikan, terima kasih, Jenderal.
Berdasarkan penelusuran Kompas, video yang sama pernah ditampilkan dalam diskusi ”Mengungkap Persekongkolan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang” yang diselenggarakan kelompok yang menamakan diri Kolaborasi Peduli Indonesia (Kopi) di Jakarta Selatan, 3 November lalu. Terdapat ketidakkonsistenan keterangan Ismail terkait penyerahan uang.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kaltim Komisaris Besar Yusuf Sutejo belum mau bicara banyak terkait video yang beredar itu. Kompas bertanya kepada Yusuf, apakah benar Ismail Bolong adalah anggota kepolisian di Polresta Samarinda seperti pengakuannya dalam video tersebut. Selain itu, kami juga menanyakan apa tindakan Polda Kaltim dengan beredarnya video itu.
”Masih didalami,” ujar Yusuf singkat melalui pesan Whatsapp, Sabtu (5/11/2022).
Adapun nama Tan Paulin yang disebut Ismail Bolong pernah menjadi perbincangan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Dalam pertemuan 13 Januari 2022 itu, anggota Komisi VII DPR, Muhammad Nasir, menanyakan kepada Arifin tentang Tan Paulin yang disebutnya sebagai ”Ratu Batubara Kaltim”.
Tan Paulin dituding mengambil hasil tambang tanpa melaporkan kepada pemerintah. Tak lama berselang, Tan Paulin melalui kuasa hukumnya saat itu, Yudistira, menyangkal tudingan tersebut. Yudistira menyatakan kliennya memegang izin usaha pertambangan operasi produksi atau IUP-OP dalam berbisnis batubara di Kaltim.
Lantas, siapa Ismail Bolong? Dalam penelusuran Kompas, Ismail Bolong tercatat sebagai Ketua Pengurus Kerukunan Keluarga Masyarakat (KKM) Bone Kaltim. Dalam unggahan terakhir di akun Facebook KKM Bone Kaltim pada 28 Oktober 2022, wajah Ismail Bolong masih terpampang dalam pamflet ucapan Hari Sumpah Pemuda ke-94. Di dalam situs web kkmbkaltim.com, wajah Ismail Bolong juga terpampang di beranda.
Selain itu, Ismail Bolong juga tercatat sebagai Ketua Persatuan Tinju Amatir Indonesia (Pertina) Kaltim. Dalam situs resmi Pemprov Kaltim (kaltimprov.go.id), Ismail Bolong dilantik pada 27 Januari 2022 sebagai Ketua Pertina Kaltim masa bakti 2021-2025. Itu terdapat dalam arsip berita Humas Pemprov Kaltim berjudul ”Hadiri Pelantikan Pengprov Pertina Kaltim, Wagub Minta Majukan Prestasi Tinju Benua Etam”.
Kasus tambang tak berizin atau tambang ilegal bukan hal baru di Kaltim. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mencatat, terdapat 151 titik aktivitas tambang ilegal di seluruh Kaltim. Kendati demikian, hanya tiga kasus yang terpantau sedang dalam proses hukum hingga saat ini.
Setelah video Ismail Bolong beredar, Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim yang terdiri dari sejumlah akademisi, organisasi non-pemerintah, dan warga sipil lain, mendesak kepolisian serius menangani kejahatan lingkungan tambang ilegal.
Herdiansyah Hamzah, perwakilan koalisi, mengatakan, pengakuan Ismail Bolong ini telah mengurai keterlibatan aparat kepolisian dalam kejahatan tambang ilegal. Ini, katanya, hal yang sebenarnya telah diduga publik sejak lama, yakni adanya keterlibatan atau beking dari aparat penegak hukum sendiri.
”Kabar mundurnya Ismail Bolong sebagai polisi bukan berarti kasus ini berhenti. Atas nama hukum dan keadilan, hukum harus ditegakkan. Kejahatan tambang ilegal harus diungkap. Oleh karena itu, Ismail Bolong berikut nama-nama aparat kepolisian, baik yang disebut maupun yang tidak disebut, yang terlibat dalam kejahatan ini, harus diproses hukum sesegera mungkin,” kata Herdiansyah dalam pernyataan sikap koalisi yang dikirim ke Kompas.
Oleh karena itu, Ismail Bolong berikut nama-nama aparat kepolisian, baik yang disebut maupun yang tidak disebut, yang terlibat dalam kejahatan ini, harus diproses hukum sesegera mungkin. (Herdiansyah Hamzah)
Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim juga tak serta-merta memercayai pernyataan Ismail Bolong yang mengaku melakukan kejahatan atas inisiatif pribadi. Menurut Herdiansyah, koalisi percaya tambang ilegal ini dilakukan secara bersama-sama. Untuk itu, koalisi mendesak kepolisian untuk mengungkap kasus ini hingga ke akar-akanya.
Koalisi juga meminta adanya reformasi besar-besaran dalam tubuh kepolisian, terutama berkaitan dengan keterlibatan anggota polisi dalam bisnis tambang ilegal.
”Dan reformasi tersebut hanya bisa dimulai dengan cara membersihkan anggota-anggotanya terlebih dahulu yang selama ini terlibat dalam kejahatan tersebut. Sanksi tegas harus dijatuhkan!” katanya.
Jika kejahatan tambang ilegal dan keterlibatan polisi tak ditangani serius, koalisi menyerukan kepada masyarakat untuk menyatakan mosi tidak percaya kepada aparat kepolisian.