Pembangunan Jembatan Layang Panorama I Sitinjau Lauik Jadi Prioritas Kementerian PUPR
Kementerian PUPR memprioritaskan pembangunan flyover atau jembatan layang di tikungan Panorama I untuk menyelesaikan masalah keselamatan dan keamanan pada Jalur Sitinjau Lauik di Kota Padang, Sumatera Barat.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memprioritaskan pembangunan flyover atau jembatan layang pada Panorama I untuk menyelesaikan masalah keselamatan dan keamanan di Jalur Sitinjau Lauik di Kota Padang, Sumatera Barat. Jembatan layang itu ditargetkan selesai dalam dua tahun dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha.
Jalur Sitinjau Lauik merupakan jalur utama kendaraan pengangkut hasil bumi dan bahan pokok dari arah timur Sumbar, seperti Dharmasraya dan Jambi menuju Pelabuhan Teluk Bayur dan ibu kota Sumbar.
”Saya ke sini ingin memastikan Jalur Sitinjau Lauik. Mudah-mudahan akan segera kami tangani karena memang selalu menjadi masalah,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) M Basuki Hadimuljono di sela-sela kunjungannya ke Jalur Sitinjau Lauik, Rabu (2/11/2022).
Basuki mengatakan, ada tiga hal yang akan ditangani untuk meningkatkan keselamatan di Jalur Sitinjau Lauik. Ketiganya adalah penanganan tikungan tajam di Panorama I, Panorama II, dan penanganan kondisi geologi di jalur tersebut.
”Prioritasnya adalah Panorama I (dibanding Panorama II), akan segera kami tangani. Salah satu alternatifnya, kami ingin (membangun) flyover seperti Kelok Sembilan yang sudah kami tangani,” kata Basuki.
Basuki melanjutkan, bangunan flyover Panorama I sedang didesain dan akan ditinjau kembali. Saat melihat desain awal, Basuki meminta sedikit perbaikan pada outlet-nya untuk menghindari satu tikungan sebelum menuju Panorama II. Besaran biayanya masih dihitung.
”Dalam dua tahun ini, kami coba tangani Panorama I dulu. (Untuk skema pembiayaan) mungkin dengan kerja sama pemerintah dan badan usaha supaya yakin ini akan selesai 2024. Salah satu yang berminat Hutama Karya, tetapi belum diputuskan,” ujarnya.
Target selesai 2024 itu, kata Basuki, tergantung pembebasan tanah dan hutan. Pengusulan pembebasan kawasan hutan oleh gubernur, sedangkan Kementerian PUPR akan merekomendasikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Insya Allah seperti Kelok Sembilan, tidak masalah. Ini untuk keselamatan masyarakat. Kami tidak akan merusak hutan itu,” kata Basuki.
Adapun di tikungan Panorama II, lanjut Basuki, lalu lintas memang relatif tersendat, tetapi tidak sampai mogok. Oleh sebab itu, sebelum ditangani permanen, sementara diperbaiki geometri jalannya.
Gubernur Sumbar Mahyeldi, yang ikut mendampingi Menteri Basuki, mengatakan, pemerintah provinsi akan membantu kebutuhan kementerian. ”Pasti didukung karena ini permintaan kami. Ini memang pekerjaan kami, didukung menteri dan DPR. Nanti soal hutan, kami koordinasi, mana kewenangan provinsi, mana kewenangan menteri (LHK),” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi V DPR, Athari Gauthi Ardi, berterima kasih kepada Kementerian PUPR yang mengupayakan pembenahan longsor dan tikungan tajam di Jalur Sitinjau Lauik. ”Saya sebagai anggota DPR, mitra menteri, ikut memperjuangkan flyover ini,” ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar Medi Iswandi, Sabtu (18/6/2022), mengatakan, pemerintah provinsi sebelumnya mengusulkan perbaikan Jalur Sitinjau Lauik, terutama di Panorama I dan II, karena rawan kecelakaan dan kemacetan. Frekuensi kecelakaan di jalur itu rata-rata 50 kali setahun.
Sebelumnya, opsi pembangunan flyover batal karena keterbatasan anggaran negara. Walakin, belakangan opsi itu kembali dipilih, tetapi dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha.
Sejalan pembangunan flyover Panorama I, Kementerian PUPR juga menangani longsoran atau runtuhan material di sejumlah titik di Jalur Sitinjau Lauik. Basuki meminta Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumbar lebih ofensif menangani tebing yang runtuh, tidak sekadar membersihkan longsoran.
Basuki meminta BPJN memetakan kondisi geologi teknik detail di bagian atas tebing. Menurut dia, longsoran atau runtuhan itu pasti terjadi karena air. Tidak hanya dari hujan, tetapi juga air yang ada di drainase. Sebab, ia melihat di bagian bawah ada talang air besar buatan Belanda sehingga diperkirakan banyak air di bagian atas.
”Itu harus diatur betul drainasenya. Untuk bisa mengatur drainase, harus punya peta geologi yang detail, tidak hanya (pemantauan dengan kamera) drone. Saya minta kepala balai melakukan pemetaan itu 1-2 bulan ini. Didesain. Tahun 2023, kami tangani,” katanya.
Untuk penanganan tebing runtuh, kata Basuki, salah satunya bisa dengan memasang jaring-jaring untuk menahan batu dengan paku-paku agar tidak jatuh. Jaring-jaring itu nantinya bisa pula ditanami tumbuhan penahan. ”Jadi, tidak sekadar membuat beton untuk menahan runtuhan, tetapi juga penanganan supaya tidak runtuh,” ujarnya.
Beberapa bulan terakhir, longsor atau runtuhan tebing terjadi di sejumlah titik Jalur Sitinjau Lauik. Kondisi itu mengakibatkan kemacetan lalu lintas, terutama saat hujan deras. BPJN Sumbar sedang menangani titik-titik tersebut, termasuk membuat batu bronjong.