Tuntut Memasukkan Pasal Pembunuhan dalam Tragedi Kanjuruhan, Aremania Demo Kejari Kota Malang
Aremania menilai berkas penyelidikan yang dikirim Polres Malang terkait Tragedi Kanjuruhan masih jauh dari lengkap.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Ratusan Aremania berunjuk rasa di depan Kejaksaan Negeri Kota Malang, Senin (31/10/2022), menuntut agar berkas penyelidikan yang dikirim Kepolisian Resor Malang terkait Tragedi Kanjuruhan dikembalikan ke polisi. Mereka menilai berkas perkara tersebut masih jauh dari lengkap, dan Aremania meminta dimasukkannya pasal pembunuhan berencana dalam kasus tersebut.
Unjuk rasa digelar di depan kantor Kejari Malang. Aremania berharap, aspirasi mereka akan diteruskan ke Kejaksaan Tinggi Jatim. Saat ini penyelidikan kasus dilakukan oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur.
”Kami turun ke jalan untuk memastikan adanya keadilan bagi saudara-saudara kami. Kami berharap jika memang penyelidikan itu belum tuntas, biar dituntaskan,” kata Anto Baret, salah seorang Aremania yang turun ke jalan saat itu.
Dalam tuntutan yang dibacakan selama unjuk rasa, ratusan orang itu meminta empat hal. Pertama, agar kejaksaan berbuat adil dalam kasus Tragedi Kanjuruhan. Kedua, agar ditambahkan Pasal 338 dan Pasal 340, yaitu pasal pembunuhan dan pembunuhan berencana dalam penyelidikan kasus Tragedi Kanjuruhan.
Kami turun ke jalan untuk memastikan adanya keadilan bagi saudara-saudara kami.
Tuntutan ketiga adalah meminta kejaksaan mengembalikan berkas dari Polres Malang karena dinilai tidak lengkap. Sementara tuntutan keempat adalah meminta kejaksaan memastikan bahwa semua pihak atau petugas yang terkait dengan penembakan tragedi Kanjuruhan bisa diadili.
”Kami meminta agar berkas penyelidikan tidak dinilai P-21 terlebih dahulu. Tapi, dikembalikan agar bisa ditambahkan pasal pembunuhan dan pembunuhan berencana, serta agar ada tersangka baru,” kata Muhammad Anwar, Aremania asal Lowokdoro, Malang. P-21 merupakan kode bahwa berkas penyelidikan dinilai sudah lengkap saat dilimpahkan ke kejaksaan. Menurut Anwar, aksi arek-arek (anak-anak) Malang kali itu merupakan salah satu bentuk tekanan publik untuk mendukung penuntasan kasus Tragedi Kanjuruhan.
Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 terjadi seusai laga antara Arema FC dan Persebaya Surabaya. Saat itu, terjadi bentrokan suporter dengan aparat keamanan hingga terjadi penembakan gas air mata ke tribune penonton. Setidaknya 700-an orang menjadi korban tragedi tersebut dan sebanyak 135 orang meninggal.
Hingga kini, polisi menetapkan enam tersangka yang dianggap paling bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Mereka adalah Ahmad Hadian Lukita (Direktur Utama Liga Indonesia Baru/LIB selaku penyelenggara Liga I), Abdul Haris (Ketua Panitia Pelaksana Arema), Komisaris Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Operasi Polres Malang), Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang), AKP Hasdarwan (Komandan Kompi Brimob Polda Jatim), dan Suko Sutrisno (Security Steward).
Terkait permintaan Aremania untuk mengembalikan berkas penyelidikan ke polisi, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Malang Edy Winarko mengatakan bahwa ia sudah berkomunikasi dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. ”Kami sudah komunikasi dengan Kejati. Mohon waktu untuk tindaklanjutnya. Semoga perkara cepat selesai dan sesuai aspirasi kawan-kawan,” kata Edy.
Adapun dalam kasus Tragedi Kanjuruhan, Kuasa Hukum Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) Imam Hidayat mengatakan bahwa Polda Jatim memberitahunya bahwa ekshumasi jenazah dua korban Tragedi Kanjuruhan akan digelar pada 5 November 2022 di Kabupaten Malang. ”Polda Jatim sudah memberi tahu saya dan ekshumasi akan dilakukan 5 November 2022. Semoga ini akan menjadi bukti baru dalam kasus ini. Mari kita sama-sama kawal kasus ini,” katanya.
Sebelumnya, keluarga korban sempat menarik izin untuk ekshumasi jenazah dua anaknya, diduga karena merasa tertekan. Saat ini, keluarga DA sudah didampingi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Mereka mendapatkan perlindungan melekat.