Penguatan dengan pendampingan dan pemberian kesempatan berkarya dilakukan terhadap penyandang disabilitas sehingga mereka menjalani dan menikmati kehidupan secara bermartabat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Negara dan bangsa jangan lelah untuk memberdayakan penyandang disabilitas. Penguatan dengan pendampingan dan pemberian kesempatan berkarya sehingga penyandang disabilitas menjalani dan menikmati kehidupan secara bermartabat.
Demikian diutarakan Menteri Sosial Tri Rismaharini dalam seminar nasional ”Bersama Mendampingi Difabel, Karya Nyata Pembentukan Karakter Dalam Enterpreneurship” di Universitas Katolik Darma Cendika, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/10/2022).
”Penyandang disabilitas bukan kaum tidak berdaya, melainkan dapat dimaksimalkan potensinya,” kata Risma, mantan Wali Kota Surabaya itu. Disabilitas membatasi seseorang untuk menjalani kehidupan, tetapi bukan berarti tak berdaya atau tidak bisa berbuat sesuatu.
Dengan pendampingan, pelatihan, pemberian kesempatan, dan permodalan, penyandang disabilitas mampu berbuat luar biasa. Risma mencontohkan, program pengadaan tongkat cerdas di Kementerian Sosial didukung dan dibuat secara penuh oleh penyandang disabilitas. Alat itu dibuat oleh dan untuk penyandang disabilitas.
Tongkat cerdas itu sedang disempurnakan sehingga sensitif terhadap udara tercemar, asap, api, dan air untuk kemudian mengirim getaran dan suara peringatan kepada pengguna. Alat ini dilengkapi dengan GPS atau pemancar lokasi dan bersumber energi dari baterai yang bertenaga surya.
”Ini tantangan bagi teknokrat untuk menyempurnakan alat bantu dengan teknologi tinggi sehingga dapat menjamin keselamatan dan keamanan penyandang disabilitas dalam perjalanan atau kegiatan,” ujarnya.
Saat dipercaya menjadi menteri sosial, menurut Risma, kebijakan pertama ialah mengubah orientasi anggaran dari fisik ke program pendampingan mendukung penyandang disabilitas. Dengan program itu, penyandang disabilitas dapat menjalani kehidupan dengan baik dan tidak lagi diperlakukan diskriminatif, apalagi tidak adil.
Penyandang disabilitas bukan kaum tidak berdaya, melainkan dapat dimaksimalkan potensinya. (Tri Rismaharini)
”Kami juga terus mendorong masyarakat tidak menempuh pemasungan kepada penyandang disabilitas mental,” kata Risma. Lebih dari 4.500 kasus pemasungan terhadap seseorang telah diatasi. Penyandang disabilitas mental bisa disembuhkan dengan perawatan dan penanganan medis secara rutin.
Kepala Dinas Sosial Jatim Alwi mengatakan, pihaknya memaksimalkan unit pelaksana teknis daerah untuk meningkatkan program pemberdayaan penyandang disabilitas. Selain itu, ada pula bantuan ekonomi senilai Rp 300.000 per individu dan bantuan alat bantu mobilitas (kursi roda, tongkat) dengan keyakinan dapat menunjang kehidupan penyandang disabilitas.
”Pemberdayaan dengan pelatihan kerja atau kewirausahaan diyakini dapat menjamin keberlangsungan hidup dan masa depan penyandang disabilitas,” kata Alwi.
Kepala Pusat Studi Layanan Disabilitas Universitas Negeri Surabaya Budiyanto mengapresiasi banyak lembaga dan perusahaan yang tetap membuka dan memberi kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk bekerja dan berkarya. ”Output atau produk dan layanan dari penyandang disabilitas juga luar biasa, tidak kalah bahkan banyak yang lebih baik daripada mereka yang tidak disabilitas,” katanya.
Untuk itu, lanjut Budiyanto, jangan lagi ada sikap diskriminatif atau pembedaan terhadap penyandang disabilitas. Kebijakan diskriminatif dipandang tidak beradab dan tidak manusiawi.