Belum semua pelaksana kebijakan memahami penyandang disabilitas. Hal ini dapat berdampak ke pemenuhan hak penyandang disabilitas yang tidak optimal.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
DOKUMENTASI HUMAS PT KERETA COMMUTER INDONESIA
Fasilitas khusus bagi penyandang disabilitas, ramp portable.
JAKARTA, KOMPAS — Belum semua pelaksana kebijakan pemerintah memiliki perspektif disabilitas. Hal ini akan berdampak ke implementasi kebijakan yang tidak efektif dan tidak terpenuhinya hak penyandang disabilitas. Peran organisasi masyarakat sipil pun penting untuk memastikan penyandang disabilitas dilibatkan secara bermakna dalam penyusunan hingga implementasi kebijakan.
Hal ini sesuai dengan kajian Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) pada 2021 terhadap 10 kabupaten/kota di Indonesia. Salah satu pendiri HWDI, Maulani Agustiah Rotinsulu, mengatakan, rata-rata dinas di daerah belum mengerti konsepsi penyandang disabilitas.
Menurut dia, interpretasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas belum sampai ke pemerintah tingkat kabupaten/kota. Ini dapat berpengaruh ke peraturan daerah yang tidak akomodatif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas di kemudian hari.
”Masyarakat kita ada di daerah sehingga implementasi (UU Penyandang Disabilitas) memang harus dilakukan pemerintah kabupaten/kota. Implementasi itu pun harus bisa dirasakan (manfaatnya) bagi masyarakat penyandang disabilitas di sana,” kata Maulani yang juga Sekretaris Jenderal Forum Penyandang Disabilitas ASEAN, di Jakarta, Kamis (20/10/2022), pada Pertemuan Tingkat Tinggi Antarpemerintah Asia Pasifik dalam Implementasi Dasawarsa Penyandang Disabilitas (HLIGM-FRPD).
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Sekretaris Jenderal Forum Penyandang Disabilitas ASEAN sekaligus salah satu pendiri Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Maulani Agustiah Rotinsulu, di Jakarta, Kamis (20/10/2022), pada Pertemuan Tingkat Tinggi Antarpemerintah Asia Pasifik dalam Implementasi Dasawarsa Penyandang Disabilitas (HLIGM-FRPD).
Menurut Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Indonesia Rachmita Maun Harahap, belum semua daerah mengimplementasikan UU Penyandang Disabilitas. Salah satu alasannya karena terkendala Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terbatas. KND pun mendekati pemda dan setuju mengupayakan tambahan anggaran daerah untuk kepentingan penyandang disabilitas.
”Kami akan terus melakukan advokasi. Namun, ini harus dilakukan semuanya secara bersama-sama, termasuk organisasi (penyandang disabilitas). Kami tidak bisa bekerja sendiri,” katanya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Indonesia Rachmita Maun Harahap di Jakarta, Kamis (20/10/2022), pada Pertemuan Tingkat Tinggi Antarpemerintah Asia Pasifik dalam Implementasi Dasawarsa Penyandang Disabilitas (HLIGM-FRPD).
Pelaksana kebijakan didorong agar mengadopsi perspektif peka disabilitas. Sebelumnya, penyandang disabilitas dipandang sebagai obyek amal. Dengan terbitnya UU Penyandang Disabilitas, difabel kini dipandang sebagai subyek yang berhak atas perlindungan hukum dan memiliki hak asasi.
Itu sebabnya, pembentukan kebijakan pemerintah butuh pelibatan bermakna dari penyandang disabilitas. Ini agar kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan difabel.
”Disabilitas itu beragam sehingga pendekatannya pun beragam. Kita tidak bisa membuat definisi (disabilitas) jika tidak menanyakan kebutuhan dan berkonsultasi ke penyandang disabilitas,” ujar Maulani. ”Melibatkan penyandang disabilitas tidak sekadar mengundang kami duduk, tapi setelahnya suara kami tidak dipertimbangkan. Libatkan kami dengan mendengar,” ujarnya.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Penyandang tunadaksa saat hadir dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional 2019 di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (1/12/2019).
Menurut anggota KND, Risnawati Utami, keterlibatan bermakna para penyandang disabilitas masih terbatas. Padahal, hal ini diamanatkan dalam Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD) yang telah diratifikasi 47 negara dari total 53 negara anggota Komisi Ekonomi dan Sosial Asia Pasifik Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCAP). Indonesia termasuk negara yang meratifikasi CRPD.
Adapun pelibatan difabel bisa diwakilkan organisasi penyandang disabilitas. Organisasi tersebut dapat membantu pemerintah mengidentifikasi kebutuhan para difabel hingga menjabarkan hak difabel yang masih diabaikan negara.
Di sisi lain, menurut Deputy Chief Executive Officer Perlindungan Sosial, Disabilitas, dan Kelompok Rentan Kementerian Dalam Negeri Tonga Luísa Manuofetoa, penerapan program perlindungan sosial di negaranya tidak bisa dilakukan sendiri. Pemerintah pun bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas.
”Kebutuhan penyandang disabilitas mencakup banyak hal, seperti air, kesehatan, dan sanitasi. Kami sadar bahwa ujung tombak penerapanperlindungan sosial adalah kementerian, kemudian organisasi masyarakat sipil dan mitra-mitra pembangunan lain,” ucap Manuofetoa.