Longsor di Majene Kian Parah, Jalur Trans-Sulawesi Terputus
Longsor yang terjadi di jalur Trans-Sulawesi di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, kian parah. Setelah empat titik longsor awal dibersihkan, muncul titik longsor baru yang menyebabkan kerusakan lebih parah.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Longsor yang terjadi di jalur Trans-Sulawesi di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, kian parah. Setelah empat titik longsor awal dibersihkan, muncul titik longsor baru yang menyebabkan kerusakan lebih parah. Saat ini, jalur Trans-Sulawesi di lokasi longsor sama sekali tak bisa dilewati.
Longsoran baru itu terjadi di Dusun Sangiang, Desa Onang, Kecamatan Tubo Sendana, Majene. Pada Kamis (27/10/2022) malam, tebing di sisi jalan di wilayah tersebut mengalami longsor. Panjang badan jalan yang tertutup material longsoran itu lebih dari 100 meter dengan ketinggian hingga lebih 15 meter.
Hingga Jumat (28/10/2022), jalur yang menghubungkan setidaknya lima provinsi di Pulau Sulawesi tersebut putus total. Dibandingkan beberapa kejadian serupa sebelumnya, longsor kali ini disebut cukup parah.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Majene Ilhamsyah, saat dihubungi Jumat siang, mengatakan, butuh waktu setidaknya dua hari untuk membersihkan material longsor yang menutupi badan jalan. Namun, pembersihan tepat waktu hanya bisa dilakukan jika cuaca mendukung.
”Sekarang ada lima alat berat yang dikerahkan di lokasi. Pembersihan masih dilakukan, tetapi kelihatannya butuh waktu. Jika cuaca mendukung dan tidak hujan, mungkin dua hari bisa dibersihkan. Saat ini, antrean kendaraan cukup panjang dari kedua sisi,” kata Ilhamsyah.
Lumpuhnya jalur Trans-Sulawesi itu tidak hanya berdampak bagi penumpang dan pengguna kendaraan. Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, ada ratusan kendaraan truk logistik, termasuk kendaraan pengangkut bahan bakar minyak, yang mobilitasnya terhambat akibat longsor. Selain itu, moda transportasi umum juga ikut terdampak.
Akibatnya, banyak penumpang yang memilih turun dari kendaraan lalu naik perahu kecil atau ketinting. Perahu itu membawa mereka ke bagian jalan yang tidak tertutup longsor. Di sana, mereka berganti kendaraan untuk melanjutkan perjalanan. Jalur yang longsor itu berada antara tebing dan laut.
Jika cuaca mendukung dan tidak hujan, mungkin dua hari bisa dibersihkan. (Ilhamsyah)
Sofyan (40), pengemudi truk yang membawa beras, mengaku sudah terjebak sejak Kamis malam. Sofyan sedang dalam perjalanan membawa beras dari Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menuju Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
”Harusnya siang ini saya sudah di Palu lalu lanjut ke Buol. Namun, sejak semalam, saya harus tinggal di sini. Bukan hanya waktu yang terbuang, melainkan juga biaya. Sejak malam sampai siang ini, saya sudah habis Rp 200.000 untuk makan dan minum kopi bersama kernet. Kalau hari ini jalan belum terbuka, berarti makin banyak biaya yang keluar,” kata Sofyan.
Rahman (43), sopir angkutan Polewali Mandar-Mamuju Tengah, juga bernasib sama. Rahman yang membawa 8 penumpang itu terpaksa menghentikan perjalanan karena adanya tanah longsor. Mereka pun harus menunggu hingga jalan terbuka agar bisa melanjutkan perjalanan.
Rahman menuturkan, biasanya dia membawa penumpang dari Mamuju Tengah ke Polewali Mandar dengan ongkos Rp 150.000 per orang. Di Polewali Mandar, Rahman biasanya menginap satu malam lalu berangkat lagi keesokan harinya dengan membawa penumpang ke Mamuju Tengah. Pendapatan dari usaha angkutan ini dia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar cicilan mobil.
”Kalau begini, pasti terganggu semua. Kebutuhan harian dan cicilan mobil terganggu. Padahal, menunggu seperti ini juga membuat saya harus mengeluarkan ongkos lebih untuk makan dan minum,” ujar Rahman.
Sementara itu, Polda Sulawesi Barat telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat, terutama pengguna jalan, terkait longsor yang terjadi. Untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan, masyarakat diminta menunda perjalanan untuk sementara waktu.