Ciayumajakuning Entrepreneur Festival Dorong Ekonomi Hijau Digital
Ciayumajakuning Entrepreneur Festival kembali hadir. Ajang itu turut mendorong penerapan ekonomi hijau dan digitalisasi bagi pelaku usaha mikro kecil menengah di Jawa Barat bagian timur.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon menggelar Ciayumajakuning Entrepreneur Festival ketujuh. Ajang itu turut mendorong penerapan ekonomi hijau dan digitalisasi bagi pelaku usaha mikro kecil menengah di Jawa Barat bagian timur.
Ciayumajakuning (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) Entrepreneur Festival atau CEF berlangsung pada Jumat-Minggu (28-30/10/2022) di Grage Mall Cirebon. Sebanyak 88 pelaku UMKM dari Ciayumajakuning turut serta dalam acara ini.
Sejumlah UMKM binaan Kantor Perwakilan BI Cirebon itu berorientasi pada lingkungan, seperti batik pewarna alam Ciwaringin dan aneka produk daur ulang. Ini sesuai dengan tema CEF, ”Ekonomi Hijau Digital untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi di Ciayumajakuning yang Berkelanjutan”.
”Ekonomi sekarang tidak hanya sekadar membangun pabrik, tetapi harus tetap concern pada isu-isu lingkungan,” ujar Kepala Kantor Perwakilan BI Cirebon Hestu Wibowo. Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan.
Menurut dia, ekonomi hijau bisa menjadi jawaban atas ancaman perubahan iklim, krisis energi, dan krisis pangan yang melanda dunia. ”Makanya, UMKM kami kenalkan bahwa ekonomi hijau ke depan adalah solusi di tengah masa pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19,” katanya.
Ekonomi hijau juga tidak bisa dilepaskan dari digitalisasi yang berkembang pesat kini. Transaksi oleh pelaku usaha dan pelanggan, misalnya, bisa menggunakan pembayaran nontunai. Selain tidak memakai uang kertas, transaksi juga tidak mengharuskan pembeli dan penjual bertemu.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong UMKM di Ciayumajakuning menerapkan ekonomi hijau, seperti pengurangan penggunaan plastik dalam produksi dan pemasaran. BI Cirebon juga terus memperluas pembayaran nontunai via Standar Kode Respons Cepat Indonesia atau QRIS.
Hingga kini, sebanyak 420.014 gerai dalam pasar, instansi, hingga supermarket di Ciayumajakuning telah memanfaatkan QRIS. Transaksi nontunai di wilayah itu kini mencapai Rp 16,3 triliun dengan volume15,11 juta kali atau meningkat 8 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Hestu menuturkan, BI Cirebon mendukung pengembangan UMKM yang menerapkan ekonomi hijau berbasis digital. Selain membantu promosi dan pendampingan produk, pihaknya juga mempertemukan pelaku UMKM dengan perbankan untuk permodalan dan pebisnis via CEF.
”UMKM ini memiliki resiliensi di tengah permasalahan ekonomi global,” ucapnya. Persoalan itu, kenaikan harga bahan bakar hingga inflasi yang tinggi di sejumlah negara. Meski demikian, penyaluran kredit UMKM di Ciayumajakuning justru tumbuh 31 persen pada Juli 2022.
Deputi Kepala Perwakilan BI Jabar Jefri Dwi Putra menambahkan, transisi ke arah ekonomi hijau terus terjadi di Jabar. Sejak 2017 hingga 2020, misalnya, sebanyak 37 perusahaan di provinsi itu, termasuk di Ciayumajakuning, telah memiliki sertifikat industri hijau atau SIH.
Pengembangan ekonomi hijau itu, lanjutnya, telah menghemat energi senilai Rp 3,5 triliun dan air senilai Rp 228,9 miliar pada 2019. BI Jabar juga telah mengembangkan ekosistem ketahanan pangan terintegrasi yang ramah lingkungan, inklusif, dan berbasis digital di Jabar selatan.
Anggota DPR Komisi XI, Jefry Romdonny, mengatakan, perubahan iklim sudah terjadi. Kondisi ini berdampak pada persoalan energi dan pangan. ”Salah satu upaya meminimalkan degradasi lingkungan adalah meningkatkan kapasitas UMKM yang ramah lingkungan,” katanya.
Kondisi pandemi Covid-19 dua tahun terakhir juga turut mempercepat pemanfaatan digitalisasi, termasuk pemasaran daring. Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah dan sejumlah pihak mendukung pelaku usaha beradaptasi dengan prinsip ekonomi hijau berbasis digital.
Muhammad Suja’i, pengelola Gallery Batik Ciwaringin, mengatakan, CEF turut meningkatkan pemasaran produknya. Bahkan, karya batik dengan warna alam itu sudah dipamerkan di Amerika Serikat. Pelanggan di luar negeri, katanya, lebih memperhatikan produk yang ramah lingkungan.
Suja’i berharap masyarakat dan pemerintah daerah terus mendukung pengembangan batik Ciwaringin. ”Banyak yang merasa batik ini mahal, termasuk pemda. Padahal, pembuatannya memang rumit. Batik ini juga ramah lingkungan dan ramah bagi perajin,” katanya.