Pandemi Covid-19, Pembayaran Nontunai QRIS di Cirebon Meningkat
Pembayaran nontunai melalui Standar Kode Respons Cepat Indonesia atau QRIS di wilayah Cirebon, Jawa Barat, meningkat setahun terakhir. Pandemi Covid-19 turut mendorong transaksi digital.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pembayaran nontunai melalui Standar Kode Respons Cepat Indonesia atau QRIS di wilayah Cirebon, Jawa Barat, meningkat signifikan selama pandemi Covid-19. Selain mengurangi kontak fisik, sistem pembayaran digital itu juga lebih aman dan transparan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Cirebon Bakti Artanta mengatakan, penggunaan QRIS di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan melonjak setahun terakhir. ”Peningkatannya mencapai 140 persen,” ucapnya, Selasa (19/10/2021), di Kota Cirebon.
Hingga September 2019, sebanyak 227.916 mitra gerai atau merchant di Cirebon dan sekitarnya telah memanfaatkan QRIS. Angka ini melonjak dibandingkan akhir 2020, yakni 94.965 mitra gerai.
”Kami optimistis target 254.980 merchant pengguna QRIS di wilayah Cirebon tercapai tahun ini,” lanjutnya. Terlebih lagi, pengguna QRIS tersebar di pedagang kaki lima, tempat parkir, kafe, ritel, mal, dan koperasi milik TNI.
Menurut Bakti, pengembangan QRIS menunjukkan, masyarakat mulai memahami pentingnya pembayaran nontunai di tengah pandemi Covid-19. Dengan QRIS, pengguna tidak lagi harus melakukan kontak fisik atau memegang uang kertas.
Karantina uang
”Uang kartal itu masih ada kemungkinan tersimpan virus lima sampai tujuh hari. Makanya, kami selalu melakukan karantina untuk uang tersebut,” ujarnya. Pengguna QRIS juga lebih aman dari risiko peredaran uang palsu.
Bagi pelaku usaha, QRIS bakal mempermudah pencatatan keuangan. Kanal pembayaran nontunai dari berbagai aplikasi uang elektronik itu, menurut Bakti, juga menjadi nilai plus bagi perbankan yang akan memberikan modal usaha.
QRIS ini solusi cerdas bagi masyarakat dan pemerintah. (Bakti Artanta)
Untuk instansi pemerintah, pemanfaatan QRIS lebih akuntabel dan transparan. Kebocoran pajak dari parkir, misalnya, bisa dicegah karena transaksi terekam di sistem. ”QRIS ini solusi cerdas bagi masyarakat dan pemerintah,” lanjut Bakti.
Meski demikian, menurut dia, mengubah sistem pembayaran dari tunai ke nontunai tidak mudah dan membutuhkan waktu. ”Ini perubahan mindset (pola pikir), kebiasaan sehari-hari. Apalagi, ekosistem digitalnya belum terbentuk,” ungkapnya.
Itu sebabnya, dukungan berbagai pihak dibutuhkan untuk mengembangkan pembayaran secara digital. Pemerintah daerah, menurut dia, bisa menyisihkan beberapa persen gaji aparatur sipil negara berupa uang digital untuk kemudian bertransaksi via QRIS.
Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati terus mendorong perluasan dan percepatan pembayaran digital. Salah satunya dengan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah di sektor pajak, uji kendaraan, hingga parkir. ”Ini juga dapat mendukung tata kelola dan optimasilasi pendapatan daerah,” katanya.