Pengurangan Pupuk Bersubsidi Ancam Produksi Pangan Sulsel
Petani Sulsel berharap pemerintah bisa meninjau kembali kebijakan subsidi pupuk. Selisih harga pupuk subsidi dan nonsubsidi yang cukup lebar bisa jadi ancaman bagi produksi pangan di sentra penghasil beras nasional itu.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sulawesi Selatan M Yunus mengatakan, pengurangan pupuk bersubsidi bisa mengancam produksi pangan di wilayah sentra penghasil beras tersebut. Selisih harga pupuk subsidi dan nonsubsidi yang cukup jauh bisa membuat petani kesulitan menanam padi secara optimal.
Hal ini dikatakan Yunus di Makassar, Sulsel, Rabu (26/10/2022). Menurut dia, saat ini petani hanya bisa mendapatkan pupuk bersubsidi sebanyak 40 persen dari total kebutuhan pupuknya. Adapun sisanya, yakni 60 persen, harus dipenuhi petani dari pupuk nonsubsidi.
Dengan kondisi tersebut, Yunus mengungkapkan hanya ada dua kemungkinan, yakni produksi turun atau pendapatan petani kian tergerus. ”Memang alhamdulillah sejauh ini masih bagus hasilnya, baik hasil panen maupun penjualan. Masih bisa disyukuri. Tapi, tetap saja petani berharap jatah pupuk bersubsidi bisa ditambah,” katanya.
Dia menambahkan, ke depan, seiring dengan kebutuhan hidup dan harga-harga yang juga naik, petani bisa saja bersikap masa bodoh. Ini akan menjadi ancaman bagi produksi ataupun produktivitas pangan di daerah lumbung beras nasional ini.
Dia mencontohkan, pupuk urea harga subsidinya Rp 115.000 per zak, tapi harga nonsubsidi mencapai sekitar Rp 300.000. Selisih ini terlalu besar untuk ditanggung petani. Sementara, harga gabah walaupun naik, juga tidak tinggi. Saat ini harga gabah kering panen di tingkat petani mencapai Rp 4.500-Rp 5.000 per kilogram.
”Yang terjadi hanya ada dua kemungkinan. Petani bersikap masa bodoh dengan menggunakan pupuk seadanya sehingga pasti berdampak pada produksi. Kalau mereka tetap menggunakan pupuk dan membeli pupuk nonsubsidi, dampaknya pada pendapatan mereka,” katanya.
Yunus mengatakan, persoalan pupuk ini menjadi keresahan petani di tengah masuknya musim hujan sekaligus akan dimulainya musim tanam di beberapa daerah. Dia berharap pemerintah meninjau kembali soal subsidi ini.
Sebelumnya, dalam Rapat Optimalisasi Penyerapan Gabah Cadangan Beras Pemerintah (CBP) bersama pihak Bulog, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman mengatakan, pangan adalah fondasi bagi daerah ini. Selama ini, Sulsel masih menjadi salah satu daerah utama penghasil beras dengan surplus yang disuplai ke provinsi lain di Indonesia.
Untuk cadangan, sejak 2019, Sulsel juga membuat kebijakan khusus tentang pangan. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penguatan Cadangan Gabah atau Beras. Regulasi itu mensyaratkan minimal 10 persen dari total produksi padi untuk diserap oleh Perum Bulog.
Berdasarkan data Bulog Sulselbar, saat ini total pengadaan beras mencapai 202.490 ton, terdiri dari CBP 181.771 ton dan untuk perdagangan komersial sebanyak 20.719 ton. Adapun stok beras saat ini mencapai 133.198 ton, di mana 125.250 ton untuk CBP dan komersial sebanyak 7.948 ton.
Sementara, berdasarkan data Badan Pangan Nasional, potensi panen di Sulsel untuk September 2022 sebesar 640.618 ton, pada Oktober sebanyak 264.068 ton, dan November sebanyak 183.221 ton. Setiap tahun Sulsel rata-rata surplus di atas 1 juta ton beras.