Ketulusan Hati Biarawati Merawat Pasien Kusta
Lebih kurang 26 tahun terakhir, para biarawati Katolik merawat sekitar 1.000 orang dengan kusta. Mereka memberikan diri seutuhnya untuk menyembuhkan orang dengan kusta yang "terbuang".
Ruang perawatan masih beberapa langkah di depan, aroma obat sudah menyengat, menembus masker berlapis yang menutupi hidung. Di sudut ruangan itu pada Oktober 2022, Suster Maria Verona (53) sedang mengobati jari kaki Lukas (60) yang nyaris buntung termakan mycobacterium leprae atau bakteri penyebab kusta.
Tangan kiri Verona menahan tumit sambil tangan kanannya mengoles obat cair pada luka yang mengeluarkan bau tak sedap.
Biarawati itu tak canggung, tak khawatir tertular, juga tak merasa jijik dengan luka menganga yang hanya dua jengkal tangan di hadapan wajahnya itu. Ia terus ngobrol dan sesekali melempar candaan ke Lukas yang meringis menahan perih.
Selesai mengoles obat, Verona lalu membaluti luka dengan perban. "Luka hampir kering jadi jangan banyak bergerak dulu. Kurangi jalan-jalan. Sebentar lagi sembuh biar bisa pulang kumpul lagi dengan keluarga. Pasti sudah rindu mereka, " ujarnya sambil mengelus punggung kaki Lukas yang hanya tersisa dua jari itu.
Kaki kanan Lukas cacat. Tiga jari lain, yang juga dimakan bakteri leprae sudah putus beberapa tahun lalu, jauh sebelum ia dirawat di tempat itu, Rumah Sakit Kusta Bunda Pembantu Abadi. Letaknya di Desa Naob, Kecamatan Noemuti Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Naob terpencil di pedalaman Pulau Timor, sekitar 180 kilometer utara Kota Kupang, Ibu Kota NTT. Waktu tempuh dengan mobil sekitar 6 jam lantaran sebagian ruas jalan ke sana rusak berat dan masih berupa jalan tanah.
Saat musim hujan, kendaraan tak bisa melintas. Padahal, rumah sakit itu merupakan satu-satunya rumah sakti kusta di Pulau Timor.
Di tempat itu, Verona bersama belasan biarawati berkerudung mengabdikan diri bagi orang dengan kusta. Tergabung dalam Kongregasi Puteri Reinha Rosari (PRR), sebuah tarekat Katolik, mereka memulai dengan perawatan dari rumah ke rumah sambil sosialisasi di pasar tradisional setempat. Misi bagi orang-orang terbuang itu dimulai tahun 1996.
Naob bak perkampungan tempat sebagian orang dengan kusta dari berbagai tempat dibuang ke sana. Perlakuan ini mirip dengan pembuangan orang dengan kusta ke Pulau Molokai di Kepulauan Hawaii, Amerika Serikat. Kisah nyata itu pernah diangkat dalam film berjudul Molokai: The Story of Father Damien.
Siapa yang peduli? Saya tidak lagi dianggap seperti manusia. Sangat hina (Lukas)
Sejak 26 tahun lalu, biarawati Katolik di Naob bergumul bersama pasien dengan berbagai cara penanganan. Bermula pelayanan dari rumah ke rumah, seiring waktu, para suster membangun klinik pada 1997, kemudian berubah menjadi panti rehabilitasi tahun 1998.
Selepas itu naik level menjadi rumah sakit kusta pada tahun 2007.
Baca juga: Meleburkan Bersama Orang Kusta
Layanan gratis
Banyak pasien termasuk Lukas dijemput langsung dari tempat tinggal mereka. Stigma lingkungan membuat penderita mengasingkan diri ke kebun atau tempat yang jauh dari permukiman. Mereka memilih memendam penyakit itu.
"Siapa yang peduli? Saya tidak lagi dianggap seperti manusia. Sangat hina, " ujar Lukas.
Lukas berasal dari Oepoli, sebuah perkampungan di sisi barat Pulau Timor. Awal Januari 2022, ia dijemput tim rumah sakit yang dipimpin Suster Maria Krisanti. Tim berangkat dari Naob ke Oepoli dengan waktu tempuh lebih dari satu hari. Mereka mendapati Lukas dengan kondisi tubuh penuh luka dan sebagian jari kaki sudah putus.
Lukas telah lama menderita. Bakteri penyebab kusta menggerogoti hampir seluruh tubuh, termasuk menyerang sarafnya sehingga jari tangannya tak bisa ditekuk lagi. Lukas menjalani rawat inap di rumah rumah sakit itu. Ia harus minum obat kusta setiap hari selama satu tahun, menjalani terapi jari tangan, dan pengobatan luka kaki.
Kini, kondisinya membaik. Luka mulai kering dan jari tangan perlahan kembali lentur. Hasil pemeriksaan bakteri tahan asam pada kulit menunjukkan bakteri penyebab kusta berkurang hingga di bawah 1 persen. Saat pemeriksaan awal, konsentrasi bakteri di atas 7 persen. Perkiraan dokter, setelah satu tahun, konsentrasi bakteri sudah 0 persen.
Lukas hanyalah satu dari sekitar 50 orang pasien kusta yang menjalani perawatan pada Oktober 2022. Setiap pekan, selalu saja ada yang datang atau pergi setelah sembuh. Satu pasien paling cepat satu tahun menjalani perawatan. Namun ada yang dirawat bertahun-tahun karena luka dan harus menjalani amputasi.
"Ada yang sembuh dan memilih tidak pulang sampai meninggal. Kami makamkan di sini karena keluarga tidak datang. Semua yang dirawat di sini tidak dipungut biaya, " kata Suster Maria Alexia, penanggung jawab di Rumah Sakit Kusta Bunda Pembantu Abadi.
Operasional rumah sakit itu didukung oleh tarekat PRR serta bantuan dari para donatur. Untuk tenaga kesehatan, manajemen rumah sakit mengirim para suster untuk studi ilmu kesehatan kulit. Selain itu juga merekrut tenaga dari luar kendati banyak yang tidak betah bekerja di sana. Kini di sana ada dua dokter, sepuluh perawat, satu apoteker, dan satu fisioterapis.
Tak berjarak
Para suster di Naob menganggap pasien adalah keluarga mereka. Semangat ini yang diwariskan mendiang Mgr Gabriel Manek, pendiri tarekat PRR. Gabriel dikenal sebagai sosok yang memberi diri bagi orang dengan kusta di NTT. Setiap hari, para suster ngobrol bersama hingga makan bersama pasien.
Secara teori, pasien kusta yang sudah minum obat sangat kecil kemungkinan menularkan ke orang lain. Namun, para suster tetap membentengi diri dengan rutin mengonsumsi makanan bergizi dan minum vitamin.
"Sejauh ini, dari kami belum ada yang tertular. Kami punya keyakinan bahwa Tuhan melindungi kami yang bekerja untuk pasien kusta," kata Alexia.
Sejak tahun 1996, lebih kurang 1.000 orang kusta berhasil sembuh dari tempat itu. Banyak yang sudah kembali berbaur dengan lingkungan, dan sesekali mereka datang memberi semangat kepada pasien yang masih dirawat. "Para suster melayani pasien tanpa melihat latar belakang. Saya anggap ini rumah saya, " kata Ustaz Abdul Malik yang pernah dirawat di Naob.
Di luar mereka yang dirawat di Naob, masih banyak yang belum tertolong. Menurut data Dinas Kesehatan NTT, pesien kusta di NTT sekitar 400 orang per tahun. NTT masuk sepuluh besar provinsi dengan kasus terbanyak.
Sejauh ini, dari kami belum ada yang tertular. Kami punya keyakinan bahwa Tuhan melindungi kami yang bekerja untuk pasien kusta (Alexia)
Sementara itu, data Kementerian Kesehatan menyebutkan, per Januari 2022, sebanyak 13.487 pasien kusta di Indonesia. Secara global, Indonesia urutan ketiga setelah India dan Brazil.
Deteksi dini sangat penting dalam penyembuhan kusta. Alexia berpesan, apabila menemukan bercak pada kulit, segeralah memeriksakan ke fasilitas kesehatan terdekat agar ditangani.
"Rumah di Naob ini selalu terbuka bagi siapa saja. Kami dengan senang hati menerima orang dengan kusta yang mencari pertolongan. Kami ada untuk mereka, " ujar perempuan paruh baya itu.
Baca juga: Cinta di Sekeliling Orang dengan Kusta