Maria Krisanti PRR dan Maria Gabriella PRR Melebur Bersama Orang Kusta
Suster Maria Krisanti PRR dan Suster Maria Gabriella PRR memberi diri bagi orang kusta. Mereka melebur bersama orang-orang terbuang itu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Suster Maria Krisanti PRR dan Suster Maria Gabriella PRR bersama para suster dan imam Katolik berarak masuk kapela. Di tengah musim kemarau panjang yang melanda Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, gerimis tiba-tiba turun. Percikan air dari langit itu seperti berkat Tuhan untuk mereka yang meleburkan diri bersama orang kusta selama puluhan tahun. Saat hendak memasuki pintu kapela, beberapa orang tua dengan pakaian adat Timor menyambut arakan itu. Seorang tetua adat berbicara dalam bahasa daerah Dawan, menyampaikan syukur atas pengabdian Krisanti, Gabriella, dan semua orang yang telah merawat orang kusta di tempat itu, di Rumah Sakit Kusta Bunda Pembantu Abadi di Desa Naob, Kecamatan Noemuti Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara.
Jumat (15/7/2022) itu, Krisanti dan Gabriella membagi kebahagiaan bersama para pasien kusta, petugas medis, biarawati, dan ratusan warga di pedalaman Pulau Timor itu. Krisanti merayakan ulang tahun membiara yang ke-25 dan Gabriella merayakan ulang tahun membiara ke-60. Krisanti kini berusia 54 tahun, sedangkan Gabriella 79 tahun.
Datang juga para undangan termasuk mereka yang pernah berobat di sana. Satu-satunya rumah sakit kusta di Timor Barat itu berada jauh di pedalaman dengan kondisi jalan rusak parah. Dari Kupang, ibu kota Provinsi NTT, melewati jalan nasional Timor Raya sejauh 168 kilometer, kemudian berbelok ke dalam sejauh 12 kilometer.
Ketika musim hujan, jalur itu tidak bisa dilewati. Krisanti menjadi perawat orang kusta terlama di tempat itu, sejak mulai dibuka sampai saat ini. Tahun 1996, saat bergabung dengan Kongregasi Puteri Reinha Rosari (PRR), ia dipercaya menjadi pembantu perawat. Mereka memulai dengan perawatan dari rumah ke rumah, serta sosialisasi di pasar tradisional terdekat.
”Tahun itu, di sini masih hutan. Jalan kaki berkilo-kilometer mendatangi pasien. Di dekat sini dahulu ada perkampungan orang kusta. Para penderita dibuang oleh keluarga, dan dikumpulkan di satu tempat. Ada juga yang diasingkan keluarga ke kebun, pinggir sungai, dan di atas bukit batu yang sulit ditembus,” kata Krisanti.
Seiring waktu, komunitas PRR di Naob mendirikan klinik pada tahun 1997, panti rehabilitasi tahun 1998, dan kemudian bermetamorfosis menjadi rumah sakit kusta pada 2007. Lebih dari 1.000 pasien yang berobat di sana berhasil sembuh dan kembali membaur bersama keluarga dan masyarakat.
Sebagai anak asli suku Timor, Krisanti mengaku terbantu menjalankan misi itu. Dengan modal bahasa Dawan, ia bisa masuk hingga pedalaman untuk menjemput orang kusta, lalu membawa mereka ke rumah sakit. Meski demikian, tak jarang ada perlawanan dari penderita ataupun keluarga. Mereka masih menganggap bahwa kusta adalah penyakit kutukan yang sulit disembuhkan.
Tak menyerah
Krisanti tidak menyerah. Bagi dia, orang kusta wajib diselamatkan. Selama 25 tahun, ia mengabdikan diri bagi orang kusta dan menjadi teman bagi orang kusta. ”Semua orang datang dan pergi dari tempat ini, tetapi saya masih setia di sini. Saya tidak berpikir untuk meminta dipindahkan dari sini,” ujarnya.
Tahun itu, di sini masih hutan. Jalan kaki berkilo-kilometer mendatangi pasien. Di dekat sini dahulu ada perkampungan orang kusta. Para penderita dibuang oleh keluarga, dan dikumpulkan di satu tempat. Ada juga yang diasingkan keluarga ke kebun, pinggir sungai, dan di atas bukit batu yang sulit ditembus.
Sementara Gabriella merupakan suster perdana di Kongregasi PRR. Kongregasi itu didirikan Uskup Gabriel Manek pada 15 Agustus 1958 saat ia memimpin Keuskupan Larantuka. Salah satu misi dari kongregasi itu ialah merawat orang kusta. ”Sebab, Uskup Gabriel Manek sangat mencintai orang kusta,” kata Gabriella.
Gabriella merupakan perawat terlama orang kusta dari kongregasi itu. Ia pernah bekerja merawat orang kusta di Lembata, Flores, Naob, dan pedalaman Pulau Timor lainnya. Kini, ia menghabiskan masa senjanya di Jakarta. Saat perayaan 60 tahun membiara di Naob, ia masih datang menjumpai pasien di ruang perawatan.
Gabriella berpesan kepada penerusnya dan tim medis dari kaum awam yang ikut merawat orang kusta agar terus melayani dengan hati. Memberi diri bagi orang kusta adalah pekerjaan mulia. Memanusiakan mereka yang diasingkan, bahkan dibuang oleh keluarga dan lingkungan sekitar. Suster Maria Alexia PRR, penanggung jawab di Rumah Sakit Umum Kusta Bunda Pembantu Abadi Naob, mengatakan, sosok Krisanti dan Gabriella menjadi panutan bagi mereka. Hampir seluruh waktu dari kedua sosok ini diberikan untuk orang kusta ”Sebuah totalitas yang tak ternilai harganya,” ucap Alexia. Mereka pun bertekad untuk terus memberikan pelayanan terbaik bagi orang kusta. Rumah sakit itu kini didukung 3 dokter, 9 perawat, 1 bidan, 2 fisioterapis, 1 analis, 1 farmasi, dan 1 ahli gizi.
Pelayanan gratisPara tenaga medis itu terdiri dari biarawati dan awam. Mereka berasal dari berbagai latar belakang. Menurut Alexia, pelayanan bagi orang kusta akan terus berlanjut mengingat masih banyak penderita yang harus diselamatkan.
”Masih banyak orang yang tidak tahu kalau mereka sedang menderita penyakit itu. Ada juga yang sembunyi karena takut dikucilkan. Yang pasti, jika seseorang itu sudah minum obat, potensi menularkan kepada orang lain sangat minim. Makanya, mari berobat di Naob,” katanya.
Pelayanan bagi pasien di rumah sakit itu gratis. Namun, jika ada pasien yang memerlukan perlakuan khusus, seperti ruangan dan pelayanan tambahan, bisa dikenai biaya. Itu pun jauh di bawah standar biaya rumah sakit pada umumnya.
”Sebenarnya masih bisa dilayani secara gratis, tetapi biasanya dari pihak pasien meminta untuk membayarnya,” kata Alexia.
Seorang tokoh agama Islam hadir dalam perayaan sukacita bersama Krisanti dan Gabriella. Ia mengalungkan sehelai selendang ke leher Krisanti, mencium tangannya, lalu keduanya berpelukan.
”Saya dahulu pernah menjalani perawatan di sini sampai sembuh. Mereka melayani dengan hati,” kata lelaki yang mengenakan sarung dan peci itu. Ia datang ke Naob mengendarai sepeda motor selama 4 jam.
Nama Krisanti dan Gabriella selalu ada di hati orang yang pernah mereka rawat sampai sembuh dari penyakit kusta. Keduanya meleburkan diri bersama orang kusta selama berpuluh-puluh tahun. Mereka bisa melakukan itu karena keduanya memandang orang kusta adalah sahabat mereka. Mereka melebur di tengah-tengah orang kusta yang diasingkan keluarga dan lingkungan.