Kasus Aktif PMK di Jabar Capai 1.932 Hewan, Pemerintah Dorong Vaksinasi Ternak
Berdasarkan data BNPB, capaian vaksinasi di Jabar kurang dari 2 persen. Pemberian vaksinasi terus dikejar untuk melindungi ternak di Jabar yang mencapai 12 juta ekor tersebut.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Hewan ternak yang terpapar penyakit mulut dan kuku atau PMK di Jawa Barat masih menyentuh ribuan kasus. Pemerintah diharapkan mengejar target vaksinasi untuk 12 juta total populasi hewan ternak di Jabar untuk mengurangi persebaran.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal TNI Suharyanto memaparkan, hingga Oktober ini, temuan kasus aktif PMK di Jabar mencapai 1.932 hewan. Kabupaten Sumedang menjadi wilayah terbanyak dengan temuan 481 kasus, lalu menyusul Sukabumi sebanyak 392 kasus.
”Sudah ada 10 kabupaten dan kota di Jabar yang zero cases (tidak ada kasus) dan sebagian mendekati 100 kasus. Saya ingin, yang mendekati 100 ini sudah selesai dalam waktu dekat,” ujar Suharyanto kepada peserta Rapat Koordinasi Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku di Bandung, Jabar, Jumat (21/10/2022).
Sementara itu, dari data sebaran nasional, kasus aktif PMK se-Indonesia mencapai 70.243 kasus, dengan jumlah kasus tertinggi berasal dari Jawa Timur. Provinsi ini menyumbang kasus aktif 37.202 hewan ternak.
Menurut Suharyanto, salah satu upaya untuk menekan laju sebaran penyakit yang menyerang hewan ternak, seperti sapi dan kambing, ini adalah dengan vaksinasi. Namun, pencapaian vaksinasi di Jabar masih minim.
Berdasarkan catatan BNPB paparan Suharyanto, pencapaian vaksinasi PMK di Jabar baru 199.220 ekor. Jumlah ini setara dengan 1,65 persen dari total populasi hewan ternak yang mencapai 12 juta ekor.
Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja mengklarifikasi capaian minim tersebut. Dia menyebut, selama ini petunjuk pelaksanaan vaksinasi hanya ditujukan pada sapi dan kerbau, sementara jumlah hewan ternak di Jabar didominasi sapi dan domba.
Menurut Setiawan, jumlah domba dan kambing di Jabar lebih dari 10 juta ekor, sementara sapi dan kerbau di angka kurang dari 1 juta ekor. Karena itu, untuk mengatasi ketertinggalan ini, pihaknya akan menerapkan vaksinasi yang serupa pada kambing dan domba.
”Saya coba luruskan, jadi dijuklak (petunjuk pelaksanaan) awal, vaksin itu ditujukan pada vaksin dan kerbau, sedangkan kami (Jabar) dominan domba dan kambing. Kalau memang sekarang juklak itu bisa untuk kambing dan domba, ke depan kami akan menyesuaikan dengan BNPB,” ujarnya saat ditemui seusai rapat koordinasi.
Suharyanto berujar, vaksinasi ini menjadi penting untuk membentuk kekebalan dalam hewan ternak. Apalagi, efikasi atau kebermanfaatan vaksin bagi hewan mencapai lebih dari 90 persen.
Adanya kemampuan ini, lanjut Suharyanto, menjadi jaring pengaman dalam penerapan biosecurity (ketahanan hayati). Prosedur untuk pencegahan penularan penyakit ini diterapkan mulai dari memastikan kebersihan kandang hingga memantau lalu lintas hewan ternak.
”Dengan kemampuan vaksin ini, herd immunity (kekebalan kelompok) hewan ternak akan terbentuk. Jadi, meskipun nantinya biosecurity jebol, hewan ternak telah terlindungi dari virus karena vaksinasi,” ujarnya.
Untuk mengatasi ketertinggalan tersebut, Suharyanto meminta Jabar meningkatkan jumlah petugas dengan mengerahkan tim gabungan. Dosis vaksin yang ada pun diharapkan bisa segera dihabiskan sehingga pemerintah bisa menyediakan stok berikutnya.
”Kami berikan target dalam satu bulan ke depan sehingga Jabar tidak tertinggal dengan daerah-daerah lain. Ketersediaan vaksin tidak masalah, ada 500.000 dosis, dan kami targetkan habis satu sampai dua minggu ke depan,” ujarnya.