Diduga Korupsi Dana Penyidikan, Kapolsek dan Kanit Reskrim di Medan Dicopot
Kasus dugaan pelanggaran oleh polisi di Kota Medan, Sumatera Utara, kembali muncul. Seorang kapolsek dan kanit reskrim dicopot karena diduga terlibat korupsi anggaran penyidikan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kasus dugaan pelanggaran oleh polisi di Kota Medan, Sumatera Utara, kembali muncul. Setelah tiga polisi dipecat karena terlibat perampokan sepeda motor, kini seorang kepala kepolisian sektor dan kepala unit reserse kriminal di Medan dicopot dari jabatannya karena diduga melakukan korupsi anggaran penyidikan sebesar Rp 31 juta.
Dua anggota kepolisian yang dicopot itu adalah Kepala Polsek Pancur Batu Komisaris Eriyanto dan Kanit Reskrim Polsek Pancur Batu Ajun Komisaris Amir Sitepu. ”Iya benar, keduanya dicopot untuk pemeriksaan (dugaan penyelewengan dana penyidikan),” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi, Jumat (14/10/2022).
Pencopotan keduanya dilakukan Kepala Polda Sumut Inspektur Jenderal Panca Putra Simanjuntak melalui Surat Telegram Nomor ST/140/X/KEP/2022 yang ditandatangani Kepala Biro Sumber Daya Manusia Polda Sumut Komisaris Besar Benny Bawensel.
Dalam surat itu disebutkan, keduanya dimutasi ke Pelayanan Markas Polda Sumut dalam rangka pemeriksaan. Keduanya akan menjalani pemeriksaan dugaan penyelewengan dana penyidikan sebesar Rp 31 juta pada Juni 2022. Uang yang seharusnya dibagikan kepada penyidik itu ditahan oleh kedunya. Uang itu baru dibagikan setelah sejumlah anggota kepolisian menyatakan keresahannya.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Medan Komisaris Besar Valentino Alfa Tatareda mengatakan, pencopotan Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Pancur Batu itu merupakan arahan dari Kapolda Sumut. Kapolda Sumut juga menunjuk Ajun Komisaris Noorman Haryanto Hasudungan untuk mengisi jabatan kapolsek Pancur Batu. Sementara itu, jabatan kanit reskrim hingga kini masih kosong.
Secara terpisah, Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi, Medan, Redyanto Sidi, mengatakan, dalam beberapa waktu belakangan Polda Sumut tampak melakukan bersih-bersih di jajarannya. Redyanto berharap, upaya itu terus dilakukan untuk membersihkan institusi dari oknum yang selama ini menyalahgunakan wewenangnya.
”Bila perlu, pengelolaan anggaran penyidikan di seluruh polsek di jajaran Polda Sumut harus dievaluasi. Mungkin saja ini sudah umum terjadi, tetapi anggota tidak berani memprotes,” kata Redyanto, yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum Humaniora itu.
Redyanto menyebut, meskipun jumlah anggaran yang diselewengkan tidak terlalu besar, dampak dari penyelewengan itu bisa sangat signifikan karena berkaitan dengan anggaran penegakan hukum. ”Jika anggaran penyidikannya saja sudah diselewengkan, proses penyidikan yang dilakukan anggota tentu patut dipertanyakan,” katanya.
Oleh karena itu, Redyanto mendorong agar penggunaan anggaran penyidikan diawasi secara lebih ketat. Selain itu, saluran pengaduan bagi anggota kepolisian juga harus dibuat. Sebab, mekanisme yang ada saat ini dinilai membuat anggota tidak punya ruang untuk mengadukan pemimpinnya yang melakukan penyelewengan.
Penindakan anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran pidana cukup gencar dilakukan Polda Sumut belakangan ini. Sebelumnya, tiga anggota Satuan Sabhara Polrestabes Medan, yakni Brigadir Kepala Ari Galih Gumilang, Bripka Firman Bram Butar-Butar, dan Brigadir Satu Haris Kurnia Putra, juga dipecat karena terlibat dalam komplotan perampokan sepeda motor.
Meskipun jumlah anggaran yang diselewengkan tidak terlalu besar, dampak dari penyelewengan itu bisa sangat signifikan karena berkaitan dengan anggaran penegakan hukum.
Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri di Polda Sumut menjatuhkan sanksi administratif pemberhentian tidak dengan hormat terhadap ketiganya, Selasa (11/10/2022). Mereka juga menjalani proses hukum pidana di Polrestabes Medan. Selain terlibat perampokan, ketiganya juga penyalah guna narkoba.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Medan, Maswan Tambak, mengatakan, tindakan para polisi yang seharusnya melindungi masyarakat, tetapi justru menjadi pelaku kejahatan, sangat melukai rasa keadilan masyarakat. Menurut Maswan, perlu reformasi budaya hukum di kepolisian.