Sedikitnya 178 dari 1.300-an nelayan di Sidoarjo, Jawa Timur, menerima voucer pembelian solar bersubsidi. Bantuan diharapkan meringankan beban melaut di tengah kenaikan harga bahan bakar minyak.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Sedikitnya 178 dari 1.300-an nelayan di Sidoarjo, Jawa Timur, menerima voucer pembelian solar bersubsidi. Dengan bantuan itu, para nelayan diharapkan tetap dapat melaut di tengah kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM yang berdampak signifikan terhadap biaya operasional mereka.
Penyaluran bantuan dampak kenaikan harga BBM itu diterima secara simbolis oleh lima nelayan dari Desa Gisik Cemandi, Kecamatan Sedati, di Pendopo Delta Wibawa, Sidoarjo, Senin (10/10/2022). Adapun nilai bantuan yang diterima Rp 150.000 per bulan selama tiga bulan atau total Rp 450.000.
Salah satu nelayan penerima voucer, Abdul Kholik (55), menambahkan, kenaikan harga BBM, terutama solar bersubsidi, berdampak signifikan. Kenaikan harga tersebut memicu naiknya biaya operasional sebesar 30-40 persen karena berimbas pada komponen biaya lainnya, seperti naiknya harga suku cadang perahu.
”Bantuan voucer BBM ini dapat meringankan beban nelayan. Apalagi hasil tangkapan tidak menentu karena faktor cuaca yang tidak bersahabat,” kata Kholik.
Ketua Kelompok Nelayan Desa Gisik Cemandi Sukarji mengatakan, untuk melaut atau mencari ikan di laut dibutuhkan minimal 10 liter solar setiap hari. Kebutuhan solar sebagai bahan bakar mesin perahu tersebut bisa sampai 60 liter per hari jika jarak tempuh menuju ke lokasi penangkapan ikan lebih jauh lagi.
”Namun, karena saat ini cuacanya kurang baik, yakni terjadi angin kencang, para nelayan melaut di dekat muara sungai. Hasil tangkapannya kerang, ikan, dan udang,” ujar Sukarji.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Sidoarjo Tarina Handaningrum mengatakan, pemberian voucer pembelian solar bersubsidi bagi nelayan diserahkan kepada 178 orang dari total 1.300-an orang di wilayahnya.
Hal itu dilakukan untuk memastikan para penerima bantuan tidak menerima bantuan sosial lain, seperti program dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemprov Jatim, serta Kementerian Sosial. Total terdapat 319 nelayan di Sidoarjo yang menerima bansos dampak kenaikan harga BBM dari Pemprov Jatim. Bentuknya berupa subsidi pembelian BBM senilai Rp 150.000 selama empat bulan.
”Pemkab Sidoarjo benar-benar berhati-hati dan melakukan verifikasi data penerima ini dengan saksama agar tidak terjadi tumpeng tindih penerima bansos. Pengecekan data dilakukan oleh dinas sosial,” ucap Tarina.
Asisten II Pemkab Sidoarjo Budi Basuki menambahkan, selain bantuan nelayan, pihaknya juga menyalurkan bansos untuk mengendalikan dampak kenaikan harga BBM kepada 61 sopir angkutan perdesaan, bantuan tunai untuk 2.206 masyarakat tidak mampu, serta bantuan tunai kepada 862 pengendara becak motor.
Selain itu ada program top up e-wallet kepada 2.244 pengemudi ojek daring, bantuan 3.000 kg pestisida kepada gabungan kelompok tani, bantuan bibit cabai untuk 18 kecamatan di Sidoarjo. Pemkab Sidoarjo juga menyalurkan bantuan bahan makanan pokok sebanyak 7.500 paket dan pulsa atau kuota internet kepada 930 pelaku usaha mikro.
”Total anggaran yang disiapkan untuk program bantuan dampak kenaikan harga BBM ini sebesar Rp 4,6 miliar. Uang itu diambilkan dari 2 persen dana transfer umum (DTU) yang diterima pemerintah daerah pada tahun berjalan,” ucap Budi.
Bansos itu diberikan sebagai jaring pengaman sosial masyarakat agar kondisi perekonomiannya tidak semakin buruk. Bantuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga taraf kesejahteraan mereka, serta mencegah bertambahnya pengangguran yang akan berdampak pada naiknya jumlah penduduk miskin.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali mengharapkan bantuan yang telah dikucurkan itu dapat meringankan beban warga yang terdampak inflasi ataupun kenaikan harga BBM. Pihaknya membuka lebar ruang aduan terkait penyaluran bantuan tersebut.
”Khususnya terkait penyaluran yang tidak tepat sasaran. Masyarakat bisa menghubungi call center 112. Demikian halnya dengan nelayan yang belum dapat bantuan bisa disampaikan. Nanti kami catat dan diusahakan dapat bantuan,” ucapnya.
Pemkab Sidoarjo terus melakukan verifikasi data warga yang berhak menerima manfaat bansos dan mendapatkan perlindungan sosial. Meski demikian, pihaknya juga harus menyesuaikan dengan kapasitas anggaran daerah agar program pembangunan lainnya tetap berjalan dengan baik.
Di lain pihak, Abdul Kholik, salah satu nelayan asal Sedati, mengaku kenaikan harga BBM saat ini sangat merugikan. Ia mengaku, sekali melaut setidaknya butuh 5-10 liter BBM. ”Kadang pulang tidak dapat ikan, belum lagi harga BBM naik,” keluhnya.
Sidoarjo merupakan daerah penyangga Surabaya, ibu kota Provinsi Jatim. Selain itu, Sidoarjo merupakan kota industri yang menjadi tujuan urbanisasi dari daerah lain. Pada saat pandemi Covid-19 tahun lalu, angka pengangguran di Sidoarjo berada di angka tertinggi di Jatim karena banyak industri memutuskan hubungan kerja dengan karyawan.
Untuk memulihkan situasi ekonomi lokal, Pemkab Sidoarjo melatih para korban PHK dan warga yang masuk kategori angkatan kerja produktif untuk berwirausaha. Mereka dibekali keterampilan menjadi peracik kopi atau barista, pijat refleksi, tata boga, dan tata busana. Selain itu, dialokasikan anggaran untuk pemberian pinjaman modal kerja dengan bunga ringan melalui badan usaha milik daerah PT BPR Delta Artha.