Unjuk Rasa Buruh Jatim Tolak Kenaikan Harga BBM Berlanjut, Tuntut Kenaikan UMR 13 Persen
Buruh di Jatim kembali berunjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak. Massa juga menuntut kenaikan upah minimum regional tahun 2022 sebesar 13 persen agar mampu mengatasi inflasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Ribuan buruh dari berbagai daerah di Jatim menggelar demo atau unjuk rasa, Senin (19/9/2022). Mereka menolak kenaikan harga BBM dan menuntut kenaikan upah pekerja melalui revisi surat keputusan Gubernur Jatim tentang UMK 2022.
SURABAYA, KOMPAS — Ribuan buruh atau pekerja dari berbagai daerah di Jawa Timur kembali berunjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM, Senin (19/9/2022). Massa juga menuntut kenaikan upah minimum regional tahun 2022 sebesar 13 persen dari sebelumnya 1,72 persen agar pekerja mampu mengatasi inflasi bahan kebutuhan pokok akibat naiknya harga BBM.
Unjuk rasa dipusatkan di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Aksi diikuti ribuan pekerja dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Kota Mojokerto, dan Pasuruan. Mereka menggunakan kendaraan roda dua, rombongan kendaraan roda empat, hingga menyewa kendaraan besar, seperti bus.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Jawa Timur Achmad Fauzi mengatakan, unjuk rasa melibatkan massa sebanyak 30.000 pekerja. Mereka terafiliasi dalam beberapa kelompok serikat pekerja atau serikat buruh. Meski demikian, seluruh pekerja sepakat menyuarakan aspirasinya menolak kenaikan harga BBM.
”Dampak kenaikan harga BBM ini sangat menyengsarakan kehidupan pekerja karena menyebabkan inflasi atau kenaikan harga bahan kebutuhan pokok,” ujar Fauzi.
Oleh karena itulah, pihaknya menuntut pemerintah pusat membatalkan kebijakan kenaikan harga BBM. Menurut dia, pemerintah harus menyubsidi harga BBM agar bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Alasannya, program subsidi BBM lebih berdampak signifikan dibandingkan dengan program subsidi pengendalian dampak kenaikan BBM yang saat ini mulai disalurkan.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Ribuan buruh dari berbagai daerah di Jatim menggelar demo atau unjuk rasa, Senin, (19/9/2022). Mereka menolak kenaikan harga BBM dan menuntut kenaikan upah pekerja melalui revisi surat keputusan Gubernur Jatim tentang UMK 2022.
Selain menuntut pembatalan kenaikan harga BBM, pekerja juga menuntut kenaikan upah minimal tahun 2022 sebesar 13 persen dari sebelumnya. Caranya dengan merevisi Surat Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/803/KPTS/2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jatim tahun 2022. Surat itu dikeluarkan tanggal 30 November 2021.
”Rata-rata kenaikan upah regional di Jatim saat itu hanya 1,72 persen sehingga jauh di bawah inflasi dan pertumbuhan ekonomi regional. Dengan adanya dampak kenaikan harga BBM saat ini, kondisi ekonomi pekerja semakin terpuruk,” kata Fauzi.
Salah satu pekerja dari Sidoarjo, Khoirul Ashar, mengatakan, dampak kenaikan harga BBM nyata membuat rakyat termasuk kelompok pekerja semakin sengsara. Namun, program bantuan pemerintah untuk pengendalian inflasi tidak bisa dinikmati secara merata. Kelompok pekerja bahkan sulit mendapatkan bantuan subsidi upah karena persyaratan yang rumit.
Kelompok pekerja bahkan sulit mendapatkan bantuan subsidi upah karena persyaratan yang rumit.
”Di wilayah Surabaya Raya, yakni Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, upah minimumnya sudah diatas Rp 4 juta per bulan sehingga tidak bisa memenuhi syarat penerima bantuan subsidi upah yang maksimal gajinya Rp 3,5 juta per bulan,” ucap Khoirul.
Dia menambahkan, di wilayah Surabaya Raya sebenarnya banyak pekerja paruh waktu dengan gaji kurang dari Rp 3,5 juta per bulan. Namun, mereka juga sulit mengakses bantuan subsidi upah karena tak memiliki BPJS Ketenagakerjaan. Mayoritas pekerja paruh waktu tak terdaftar sebagai peserta.
Bebas pajak
Pemerintah Provinsi Jatim mulai mencairkan atau menyalurkan program bantuan untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM. Salah satunya, membebaskan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk angkutan umum orang jenis mikrolet dan ojek daring.
Kebijakan tersebut diterapkan untuk seluruh angkutan umum orang jenis mikrolet dan ojek daring berpelat Jatim yang jatuh tempo mulai tanggal 19 September hingga 31 Desember 2022. Untuk mendapatkan insentif pajak nol rupiah tersebut, wajib pajak dapat mendaftarkan kendaraannya di Samsat setempat mulai 19 September hingga 15 Desember.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 ataupun akibat kenaikan harga BBM. Dia berharap kebijakan pembebasan pajak kendaraan ini memberikan dampak berantai (multiplier effect) terhadap kondisi ekonomi saat ini.
”Dalam kondisi ekonomi seperti ini, pemerintah akan selalu hadir untuk meringankan beban rakyat,” ujar Khofifah di Gedung Negara Grahadi. Minggu (18/9) malam.
Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama ini mengatakan, sektor transportasi menjadi salah satu yang sangat terdampak kebijakan penyesuaian harga BBM ini. Salah satunya menyebabkan kenaikan biaya transportasi sehingga terjadi kenaikan harga barang termasuk kebutuhan pangan.
”Pemerintah terus mengupayakan berbagai format intervensi agar beban masyarakat dapat terus diminimalisir, baik melalui bantuan langsung tunai maupun insentif pajak kendaraan yang diluncurkan,” katanya.
Melalui program ini, setidaknya terdapat 7.921 angkutan umum jenis mikrolet dan 24.192 ojek daring akan menikmati kebijakan insentif. Dengan adanya insentif tersebut, dampaknya terhadap pemerintah adalah berkurangnya potensi pajak yang diprediksi mencapai Rp 9,5 miliar.
Sementara itu, program pemutihan yang telah dilaksanakan sejak April hingga 30 September ini juga akan tetap berjalan hingga 15 Desember mendatang. Pemutihan ini meliputi pembebasan sanksi administratif PKB dan bebas bea balik nama kedua dan seterusnya.
”Pemutihan ini diharapkan tidak hanya berdampak pada keringanan beban wajib pajak, tetapi juga mendorong gairah wajib pajak kendaraan di Jatim, termasuk memacu registrasi kendaraan luar provinsi yang ada di Jatim,” tutur Khofifah.