Suara-Suara itu Masih Terdengar...
Trauma membekap para korban Tragedi Kanjuruhan. Meski secara fisik mereka tampak baik-baik saja, namun psikis mereka terganggu. Butuh waktu untuk memulihkan semua kesakitan itu.
Trauma membekap para korban Tragedi Kanjuruhan. Meski secara fisik mereka tampak baik-baik saja, namun psikis mereka terganggu. Butuh waktu untuk memulihkan semua kesakitan itu.
"Sampai sekarang saya seperti mendengar suara-suara. Suara orang minta tolong, mengaduh, teriak...," kata Irma (23), warga Kota Malang, pada Rabu (5/10/2022), kepada tim psikolog trauma healing Pemkot Malang di Posko Bencana Sosial Kanjuruhan di Balai Kota Malang.
Irma saat itu datang bersama calon suaminya, Chandra (23). Mereka berdua pada saat kejadian juga tengah menonton laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Meski keduanya selamat, namun mereka menyaksikan begitu banyak kepedihan. Kejadianitu rupanya terus mengurung ingatan Irma. Perempuan berkerudung itu datang ke posko, untuk mendapatkan pemeriksaan psikologis.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan
Saat datang, tatapan mata Irma lebih sering kosong. Beberapa kali, ia menengok ke arah Candra untuk memastikan keadaan baik-baik saja. Chandra saat itu tengah mengisi berkas pendaftaran untuk calon istrinya itu.
“Ditulis saja keluhan mbaknya seperti apa mas. Dibantu menulis,” kata petugas pada Chandra.
Siang itu, Irma diterima petugas dari Dinkes Kota Malang dan tim psikolog. Ia menjalani pemeriksaan awal seperti pengecekan tekanan darah, denyut nadi, dan pengecekan pernafasan.
"Sepulang dari stadion, ia tidak bisa tidur nyenyak. Katanya seperti terus mendengar suara-suara riuh di stadion saat itu. Seperti suara tembakan gas air mata, suara teriakan, jeritan, dan seterusnya," kata Chandra bercerita.
Chandra dan Irma datang dalam satu rombongan dengan jumlah total 10 orang. Mereka sebenarnya sudah bisa pulang pukul 22.00 WIB saat laga rampung. Hanya saja, mereka akhirnya terjebak dalam ‘kericuhan’ dan baru bisa keluar stadion pukul 03.00 WIB esok harinya.
Baca juga:Tragedi Sepak Bola di Malang, Penonton Tewas Capai 127 Orang
“Kami di tribune 6 sebenarnya tidak ada masalah. Hanya memang terdampak asap gas air mata. Kami tidak juga bisa pulang karena seorang di antara rombongan kami terpisah, dan kami mencarinya hingga pagi. Untungnya kami semua selamat,” kata Chandra.
Menurut Chandra, meski tragedi sudah berlalu empat hari, namun calon istrinya itu masih merasa mendengar 'suara-suara'. "Kami secara fisik tidak apa-apa. Tidak luka. Hanya saja beberapa hari setelah kejadian, teman saya itu panas. Kami pun periksa ke rumah sakit. Di sana ditemukan bahwa masih ada sisa efek gas air mata di saluran pernafasan. Dan kemudian dikasih obat," kata Chandra.
Namun hingga saat ini, menurut Chandra, Irma masih mengaku mendengar 'suara-suara'. Karenanya, pada Rabu (05/10/2022), Chandra mengajak calon istrinya itu untuk memeriksakan diri ke tim trauma healing di Balai Kota Malang.
Di hadapan tim psikolog, Irma tampak sepotong-potong menceritakan keluhannya. “Tidak, saya tidak sakit. Hanya saja saya seperti mendengar suara-suara," katanya pelan.
Ia diminta menjawab beberapa hal, dan kemudian diajak bercerita panjang lebar. Diduga, Irma mengalami trauma atas kejadian tersebut. Meski begitu, untuk mengetahui kadar trauma tersebut, harus dilakukan asesmen lebih lanjut.
Baca juga:Dampak “Tragedi Kanjuruhan”, Kompetisi Dihentikan Sepekan dan Hukuman Berat Menanti Arema
"Setiap yang datang melapor akan menjalani screening awal. Screening awal tersebut seperti pemeriksaan denyut nadi, nafas, hingga tensi. Jika secara fisik sehat, namun tetap merasakan tidak enak badan, maka pelapor akan diarahkan ke meja psikolog. Kalau semua sehat, namun ia merasa sakit, artinya secara psikis orang tersebut mengalami gangguan," kata Sururun Marfuah, psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Wilayah Jatim yang saat itu berjaga di posko.
Menurut Sururun, beberapa hari setelah kejadian traumatik (rata-rata seminggu setelahnya), orang bisa jadi mulai merasakan tanda-tanda gangguan psikologis. Oleh karena itu, masa-masa seperti sekarang ini, adalah masa di mana korban mendapatkan dukungan psikologis.
Orang mengalami tekanan psikologis, menurut Sururun, adalah karena mereka tidak bisa mengungkapkan atau memendamnya sendiri. Sehingga, jika perasaan terpendam itu bisa dilepaskan maka diharapkan langkah menuju pemulihan akan berjalan. Menurutnya, butuh waktu untuk kembali pulih seperti sedia kala.
“Untuk kasus massal seperti ini, teorinya, setelah screening awal, bisa dilakukan terapi berkelompok dalam satu kelas. Sehingga, saat ada temannya yang meluapkan emosi maka korban lain bisa melakukan hal yang sama. Namun itu tidak selalu efektif. Sebab, memang paling efektif adalah terapi atau konsultasi personal. Karena, kondisi masing-masing orang berbeda-beda,” katanya.
Hasil terapi, nanti akan ditentukan apakah korban butuh konsultasi lanjutan atau terapi khusus.
Baca juga:Aremania dan Identitas Sosial Arek Malang
Tim pemulihan trauma
Irma adalah salah satu korban dengan ‘gangguan psikologis’ akibat tragedi Kanjuruhan. Setidaknya, sejak tim pemulihan trauma Pemkot Malang dibentuk pada Selasa (04/10/2022), sudah ada 10 orang mendapatkan layanan konsultasi psikologi. Tim akan bertugas selama dibutuhkan, menyesuaikan aduan masyarakat.
“Layanan psikolog ini tidak hanya untuk yang periksa ke sini. Kami juga melayani kunjungan ke rumah-rumah. Hari Rabu ini, kami mengunjungi rumah 8 korban untuk memberikan layanan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Husnul Muarif.
Tim pemulihan trauma terdiri dari personil Dinkes Kota Malang dengan dibantu sejumlah pihak seperti Politeknik Kesehatan Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, tim psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Wilayah Jatim, psikolog dari Bandung, serta Sleman-Yogyakarta.
“Tim ini akan menangani dua sasaran yaitu yang secara langsung ada di lapangan, serta yang tak langsung seperti keluarganya. Tujuannya adalah memberi konseling psikologis bagi mereka yang membutuhkan, untuk mendampingi selama masa-masa sulit ini,” kata Husnul.
Dengan bantuan konseling psikologis ini, korban dan keluarga korban bisa sembuh tidak hanya luka fisik tapi juga batin.
Baca juga:Tragedi Kanjuruhan Terburuk Kedua dalam Sejarah Sepak Bola Dunia