Empati untuk Kanjuruhan Mengakhiri Rivalitas Suporter
Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan membuat banyak pihak melakukan introspeksi. Beberapa kelompok suporter dengan sejarah panjang rivalitas pun memutuskan bertemu dan melakukan rekonsiliasi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022), membuat banyak pihak melakukan introspeksi. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, beberapa kelompok suporter dengan sejarah panjang rivalitas memutuskan berkumpul bersama. Mereka sepakat mengakhiri rivalitas yang selama ini terjadi agar tak ada lagi nyawa melayang akibat sepak bola.
Ribuan orang berkumpul di halaman Stadion Mandala Krida, Kota Yogyakarta, Selasa (4/10/20220 malam. Dengan membawa lilin yang dinyalakan dan telepon seluler dengan lampu flash yang dihidupkan, mereka berdoa bersama untuk para korban yang meninggal dalam insiden seusai laga antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan beberapa hari sebelumnya.
Saat mengikuti doa bersama itu, sejumlah orang tampak tak kuasa menahan kesedihan. Mereka menundukkan kepala dan beberapa di antaranya meneteskan air mata. Sesudah doa bersama dilantunkan, para hadirin menyanyikan lagu ”Indonesia Pusaka” secara bersama-sama. Suasana haru pun tak terhindarkan sehingga beberapa orang yang hadir memilih berangkulan.
Acara doa bersama di halaman Stadion Mandala Krida itu diikuti oleh suporter klub sepak bola dari sejumlah kota. Yang menjadi tuan rumah acara itu adalah dua kelompok suporter klub PSIM Yogyakarta, yakni Brajamusti dan Mataram Independent (Maident).
Menurut Muslich Burhanudin, Presiden Brajamusti, doa bersama itu awalnya hanya akan dihadiri oleh para suporter yang tergabung dalam Brajamusti dan Maident. Namun, beberapa kelompok suporter dari kota-kota lain ternyata bersedia hadir juga dalam acara tersebut.
Dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hadir kelompok suporter PSS Sleman, seperti Slemania dan Brigata Curva Sud, serta suporter Persiba Bantul yang tergabung dalam Paser Bumi dan Curva Nord Famiglia.
Selain itu, kata Muslich, hadir pula beberapa kelompok suporter Persis Solo, misalnya Pasoepati, Ultras 1923, dan Garis Keras Sambernyawa. Dia menambahkan, perwakilan suporter Arema, Persebaya, PSIS Semarang, Persib Bandung, Persija Jakarta, dan beberapa klub lain juga menghadiri acara tersebut.
Sebagian kelompok suporter yang hadir malam itu memiliki sejarah rivalitas yang panjang. Bahkan, dalam waktu-waktu sebelumnya, tak jarang mereka terlibat bentrokan satu sama lain. Namun, dalam acara doa bersama di halaman Stadion Mandala Krida itu, semua kelompok suporter hadir secara damai. Saat bertemu dengan kelompok lain, para suporter itu juga menunjukkan sikap bersahabat.
”Selama ini, kita menyaksikan sejarah klub kita, tapi hari ini kita akan membuat sejarah. Kita suporter yang hadir pada malam hari ini akan menghentikan semua kebencian-kebencian yang ada di dalam hati kita,” ujar Muslich.
Hal-hal positif
Muslich menyebut, para suporter dari berbagai klub itu juga sepakat untuk mewariskan hal-hal positif kepada generasi penerus mereka. Dengan begitu, dunia sepak bola Indonesia akan dipenuhi dengan hal-hal menggembirakan, bukan dukacita seperti yang terjadi di Stadion Kanjuruhan.
”Dengan hadirnya rekan-rekan suporter dari Sleman, Solo, Semarang, dan kota-kota lain, itu akan menunjukkan kepada publik sepak bola Indonesia bahwa kejadian di Malang bisa menjadi momentum untuk rekonsiliasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, setelah acara doa bersama itu, akan ada upaya untuk menindaklanjuti proses rekonsiliasi di antara kelompok suporter. Hal ini penting untuk memastikan rivalitas yang selama ini terjadi benar-benar sudah berakhir.
”Menurut kami, memang sudah saatnya suporter Indonesia untuk bersatu. Karena dengan bersatunya suporter Indonesia, kita lebih mempunyai kekuatan yang besar,” ungkap Muslich.
Ketua Umum Maident Budi Item mengajak semua elemen suporter untuk menurunkan ego masing-masing. Dengan demikian, tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan diharapkan bisa menjadi momentum untuk menguatkan persaudaraan di antara suporter sehingga sepak bola menjadi hal yang menyenangkan bagi semua pihak.
”Turunkan ego kita semua. Ini adalah momentum buat kita semua untuk membuat sepak bola yang lebih ceria dan bahagia untuk semuanya,” kata Budi.
Presiden Pasoepati Maryadi Gondrong berharap kelompok-kelompok suporter dari banyak kota bisa berhubungan baik. Dia menyatakan, Pasoepati siap mendukung proses rekonsiliasi untuk mengakhiri rivalitas di antara kelompok suporter.
”Harapan kami, ke depan, kita tetap selalu berhubungan baik di antara suporter. Ini hal yang sangat luar biasa bagi suporter di Indonesia. Ke depan, kami dari Pasoepati akan menyetujui apa yang akan dilaksanakan untuk persatuan dan kesatuan suporter Indonesia,” tutur Maryadi.
Perwakilan Brigata Curva Sud, Zulfikar, mengatakan, proses rekonsiliasi di antara kelompok suporter itu berlangsung secara organik karena justru diawali dari elemen suporter di akar rumput. Oleh karena itu, para pemimpin kelompok suporter tinggal mendukung upaya rekonsiliasi tersebut.
”Ini, kan, organik karena teman-teman yang di bawah sudah klik (sepakat). Jadi, kami sama teman-teman tinggal mengamini saja,” kata Zulfikar.
Nuansa rekonsiliasi yang bermula dari akar rumput itu memang sangat tampak dalam acara doa bersama di Stadion Mandala Krida. Dalam acara itu, para suporter dari kelompok berbeda saling menyambut dengan nyanyian dan salam sebagai bentuk persahabatan.
Kita suporter yang hadir pada malam hari ini akan menghentikan semua kebencian-kebencian yang ada di dalam hati kita.
Suasana bersahabat juga berlanjut setelah acara. Beberapa saat seusai acara doa bersama itu, Kompas melihat dua suporter Persis Solo yang berboncengan dengan satu sepeda motor di salah satu ruas jalan di Yogyakarta. Suporter yang duduk di belakang tampak membentangkan bendera Persis Solo.
Tak lama kemudian, melintas beberapa suporter PSIM Yogyakarta yang juga mengendarai sepeda motor. Namun, bukannya bersitegang, para suporter kedua klub itu justru saling melambaikan tangan. Lalu, entah siapa yang memulai, mereka bersama-sama menyanyikan lagu sebagai bentuk persaudaraan.
”Jogja Solo kita saudara, Jogja Solo kita saudara,” demikian lirik lagu yang mereka nyanyikan.