Melebihi Angka Nasional, Inflasi di Sumbar Disumbang Kelompok Transportasi
Provinsi Sumbar kembali mengalami inflasi pada September sebesar 1,39 persen yang dipicu kenaikan harga BBM.
PADANG, KOMPAS — Provinsi Sumatera Barat kembali mengalami inflasi pada September sebesar 1,39 persen melebihi angka nasional, yakni 1,17 persen. Kenaikan biaya angkutan akibat kenaikan bahan bakar minyak awal September lalu menjadi pemicu utama.
Kepala BPS Sumbar Herum Fajarwati, Senin (3/9/2022), mengatakan, inflasi Sumbar pada September mencapai 1,39 persen. Angka itu menyumbang inflasi tahun kalender 2022 menjadi 6,95 persen dan inflasi tahun ke tahun (YOY) 8,49 persen. Angka itu juga jauh dari angka nasional, yakni 4,84 persen dan 5,95 persen.
”Bulan (Agustus) lalu, Sumbar sempat deflasi (0,95 persen), tetapi karena awal September ada kebijakan pemerintah (yakni) kenaikan harga BBM pada 3 September, dampak kenaikan ini mulai kita rasakan, terutama pada bensin dan angkutan darat,” kata Herum.
Menurut Herum, inflasi Sumbar diukur dari dua kota, yaitu Padang dan Bukittinggi. Inflasi di Padang pada September ini sebesar 1,34 persen yang menduduki peringkat ke-20 dari 88 kota yang mengalami inflasi di Indonesia. Adapun inflasi di Bukittinggi mencapai 1,87 persen atau menduduki peringat pertama di Tanah Air.
Baca juga: HUT Ke-77 Sumbar, Semua Kalangan Diajak Atasi Inflasi
Inflasi 1,39 persen pada September ini merupakan yang kedua tertinggi di Sumbar pada 2022. Inflasi tertinggi pada 2022 terjadi pada Mei sebesar 1,40 persen dipicu hari raya Islam dan Ramadhan.
Herum menjelaskan, kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi paling tinggi adalah kelompok transportasi akibat kenaikan harga BBM yang memberi andil 1,1 persen.
Adapun kelompok makanan juga ada sumbangsih terhadap inflasi, tetapi kenaikan tidak begitu tinggi, hanya memberikan andil 0,2 persen. Kelompok lain yang memberikan andil di atas 0,1 persen adalah penyediaan makanan dan minuman atau restoran sebesar 0,12 persen.
”Yang lain relatif stabil, bahkan ada beberapa kelompok yang mengalami deflasi,” ujar Herum.
Adapun inflasi secara tahun kalender 2022, lanjut Herum, kelompok transportasi menjadi penyumbang laju inflasi tertinggi sebesar 14,74 persen, bahkan untuk YOY sebesar 19,43 persen. Angka itu lebih tinggi dibandingkan kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang inflasi YOY hanya 11,86 persen.
Dirinci lebih lanjut, komoditas penyumpang inflasi paling dominan adalah bensin yang harganya naik 24,35 persen dan berandil pada inflasi sebesar 0,91 persen. Komoditas lainnya adalah beras yang harganya naik 5,53 persen dan berandil pada inflasi sebesar 0,22 persen.
Komoditas lainnya yang berkaitan dengan kenaikan harga BBM juga menyumbang inflasi, antara lain angkutan dalam kota tarif naik 13,67 persen dan berandil inflasi 0,08 persen, angkutan antarkota tarif naik 21,56 persen dan berandil inflasi 0,05 persen, dan ojek daring tarif naik 10,13 persen dan berandil inflasi 0,04 persen.
Baca juga: Inflasi Sumbar Tertinggi Kedua di Nasional, TPID Siapkan Langkah Antisipasi
Selanjutnya, mobil travel tarif naik 15,26 persen dan berandil inflasi 0,03 persen, solar harga naik 28,13 persen dan berandil inflasi 0,03 persen, serta angkutan mobil daring tarif naik 11,06 persen dan berandil inflasi 0,02 persen.
”Komoditas penghambat inflasi, antara lain angkutan udara tarifnya turun 3,56 persen dengan andil inflasi -0,08 persen dan cabai merah harganya turun -3,18 persen dan berandil inflasi -0,07 persen,” ujarnya.
Sebelumnya, akibat kenaikan harga BBM, angkutan darat di Sumbar menaikkan tarif, salah satunya angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP). Perusahaan Otobus (PO) di Kota Padang dengan rute Padang-Bukittinggi-Payakumbuh, misalnya, menaikkan harga Rp 5.000.
Ketua PO Kota padang Agus Ilian Efvanda, Minggu (4/9/2022), mengatakan, kenaikan tarif dimulai 3 September sore, beberapa saat setelah pemerintah menaikkan harga BBM. PO Sinamar rute Padang-Bukittinggi-Payakumbuh-Suliki, misalnya, menaikkan harga Rp 5.000 tiap rute.
Harga tiket bus rute Padang-Bukittingi menjadi Rp 25.000 dari sebelumnya Rp 20.000, Padang-Payakumbuh Rp 30.000 dari Rp 25.000, dan Padang-Suliki Rp 40.000 dari Rp 30.000. ”Kalau harga tiket tidak dinaikkan, perusahaan bisa gulung tikar,” katanya.
Kepala Dinas Perhubungan Sumbar Heri Nofiardi, Senin sore, mengatakan, pihaknya hanya berwenang mengendalikan tarif angkutan penumpang kelas ekonomi. Adapun untuk angkutan penumpang eksekutif dan sewa khusus tarifnya diserahkan ke sistem pasar.
”Pada angkutan darat, kalau kami lihat, yang dominan berdampak angkutan (eksekutif dan) sewa khusus, yang ada AC dan layanan antarjemput ke alamat. Kalau itu, pelayanan melebih kelas ekonomi, itu diserahkan ke pasar,” katanya.
Ia mengakui, untuk AKDP, seperti rute Padang-Bukittinggi dan Padang-Solok, memang mengalami kenaikan tarif. ”Sejak 2016, harga tarifnya belum pernah kami sesuaikan. Namun, rentang kenaikan harga 20-30 persen, tarifnya masih masuk dalam batasan yang kami tetapkan tahun 2016,” ujarnya.
Sebelumnya saat dalam perayaan Hari Ulang Tahun Ke-77 Sumbar di Padang, Sabtu (1/10/2022), Gubernur Sumbar Mahyeldi meminta semua kalangan di Sumatera Barat bekerja sama dan berinovasi dalam berbagi bidang. Tahun ini, di usianya yang ke-77, ancaman yang harus dihadapi bersama adalah potensi tingginya inflasi.
”Untuk menyelesaikan persoalan tersebut (inflasi), kita perlu bersinergi, berkolaborasi, dan berinovasi. Mari kita satukan gerak langkah, bersatu padu menyelesaikan persoalan Sumbar,” kata Mahyeldi.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan, kondisi Sumbar saat ini sedang tidak baik-baik saja. Laju inflasinya tertinggi kedua di Indonesia. Inflasi pada tahun berjalan di Sumbar mencapai 8,01 persen dan inflasi tahunan sebesar 7,11 persen.
”Kami mendorong organisasi perangkat daerah membelanjakan anggarannya. Setiap pekan kami evaluasi bagaimana serapan anggaran. Ada 2 persen dana DAU (dana alokasi umum) dan bantuan pusat harus kami alokasikan untuk transportasi, pertanian, dan membantu masyarakat yang perlu kami bantu. Harus segera. Total anggaran itu ada Rp 500 miliar,” ujarnya.