Pelantikan Bupati Bintan dan Selingkar Masalah Rokok Ilegal
Putra kandung Gubernur Kepulauan Riau, Roby Kurniawan, dilantik menjadi Bupati Kabupaten Bintan. Salah satu tugas berat yang telah menanti adalah pemberantasan sindikat bisnis rokok ilegal yang menjamur di daerah itu.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad melantik Roby Kurniawan, yang merupakan putranya, sebagai Bupati Bintan untuk sisa masa jabatan 2021-2024. Ia memiliki pekerjaan rumah untuk memberantas sindikat peredaran rokok ilegal yang menggurita di Bintan.
Sebelumnya, Roby merupakan Wakil Bupati Bintan 2021-2024. Bupati Bintan terpilih, Apri Sujadi, ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat peredaran rokok ilegal pada Agustus 2021. Apri divonis penjara 5 tahun dan denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Negeri Tanjung Pinang.
Gubernur Kepri Ansar, Senin (3/10/2022), mengatakan, pelantikan Roby itu menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.21-5483 Tahun 2022. Roby telah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Bupati Bintan sejak 21 Agustus 2021.
”Kepada Bupati Bintan yang baru dan segenap jajaran Pemerintah Kabupaten Bintan agar segera menjalankan tugas dan fungsi yang diamanatkan. Pelayanan kepada masyarakat harus terus bergulir dan berkelanjutan,” kata Ansar seusai melantik Roby.
Menanggapi hal itu, Roby menyatakan, akan langsung bekerja untuk mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. Ia akan fokus membuat program pemulihan ekonomi bagi nelayan dan petani sebagai pekerja rentan.
”Di tengah ekonomi sulit akibat pandemi, para pekerja yang rentan butuh jaminan rasa aman. Untuk itu, kami terus berupaya meningkatkan ekonomi kerakyatan,” ujar Roby Kurniawan.
Meskipun mantan Bupati Bintan, Apri Sujadi, telah menerima vonis pengadilan, sindikat pengedar rokok ilegal masih terus beroperasi. Hasil penindakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengonfirmasi hal itu.
Pada 23 September lalu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan, perairan Tanjung Berakit di Bintan marak digunakan sebagai lokasi transit rokok ilegal dari Vietnam dan Singapura. Dari Bintan, rokok ilegal itu kemudian diedarkan penyelundup ke sejumlah daerah di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Salah satu aktor utama di balik penyelundupan rokok ilegal asal Vietnam dan Singapura itu adalah pengusaha dengan inisial LHD. Jaringan LHD tersebut telah 61 kali menyelundupkan rokok ilegal dari Vietnam dan Singapura melalui perairan Bintan sepanjang 2019-2020.
Saat ini, perkara LHD dan 14 anggota sindikat itu masih disidangkan di Pengadilan Negeri Tanjung Pinang. Menurut Askolani, penyelundupan rokok itu oleh sindikat LHD itu berpotensi merugikan negara sekitar Rp 1 triliun.
Artinya BP Bintan mengestimasikan setiap penduduk FTZ Bintan, termasuk anak-anak dan balita, mengonsumsi rokok 64 batang per hari.
Persoalan kronis peredaran rokok ilegal di Bintan itu juga telah disorot oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sejak 2019. Kuota rokok bebas cukai yang diajukan pemerintah jauh melebihi kebutuhan warga di kawasan pelabuhan bebas (free trade zone/FTZ) Bintan.
Pada 2018, Badan Pengusahaan (BP) Bintan sebagai pengelola FTZ Bintan mengajukan kuota rokok bebas cukai sebanyak 1,82 miliar batang rokok per tahun. Padahal, jumlah penduduk di FTZ Bintan hanya 78.029 orang. Artinya BP Bintan mengestimasikan setiap penduduk FTZ Bintan, termasuk anak-anak dan balita, mengonsumsi rokok 64 batang per hari.
Hal itu tidak mungkin mengingat rata-rata konsumsi rokok nasional per hari ”hanya” 12 batang. Yang lebih mungkin terjadi, kuota rokok bebas cukai sengaja dilebihkan pihak tertentu untuk kemudian diedarkan ke daerah di luar FTZ.
Dua dalang besar di balik bisnis rokok ilegal di Bintan, yakni mantan Bupati Apri Sujadi dan pengusaha berinisial LHD, memang telah diringkus aparat. Namun, pengawasan menyeluruh dan perbaikan sistem masih harus dilakukan untuk membasmi sindikat rokok ilegal di Bintan sampai ke akarnya.